Percayakah kau bahwa kehidupan berputar seperti carousel? Jika kau tidak percaya, setidaknya masih ada seseorang di dunia ini yang meyakininya. | Cerpen Motivasi Kehormatan Orang Bukan Diukur Dari Pekerjaannya
Adalah Aksa. Lelaki yang telah menghabiskan seperempat abad kehidupannya pada eksistensi pasar malam dan wahana permainan peninggalan sang ayah komidi putar.
Sejak kecil, Aksa sudah terbiasa mengikuti sang ayah mengoperasikan komidi putar. Mereka dan pemilik wahana lain berpindah secara nomaden, mencari tempat-tempat yang sesuai untuk menghidupkan malam dengan gemerlap lampu berbagai permainan anak-anak. Biasanya, rombongan Aksa menyasar daerah-daerah pinggiran kota. Kehadiran mereka sebagai hiburan untuk masyarakat suburban yang tak mampu membeli tiket wahana permainan di pusat perbelanjaan modern atau tempat permainan megah yang mematok harga tiket hingga ratusan ribu per orang.
Komidi putar Aksa hampir berusia sama dengannya. Namun demikian, komidi putar itu masih terawat baik. Tak ada cat yang mengelupas, tak ada besi yang berkarat. Bahkan, Aksa bisa memastikan tak ada satu pun mur atau baut yang lepas agar pengunjung tetap merasa aman menaiki komidi putarnya. Aksa dan komidi putar sudah tak bisa dipisahkan, seperti detak yang disuarakan oleh jantung atau serupa fetus dengan umbilicard cord.
As-Sakb. Begitulah lelaki muda itu menamakan komidi putarnya. Bukan tanpa sebab nama As-Sakb ia pilih. Tatkala kecil, Aksa sering diperdengarkan oleh sang Ayah kisah dan cerita masa lampau, termasuk kisah As-Sakb, kuda perang Rasulullah.
"Jika kelak ayah tiada, jagalah As-Sakb seperti kau menjaga diri sendiri," pesan sang ayah kala itu.
Aksa kecil mengangguk mantap. Seolah-olah ia memahami bahwa keberadaan komidi putar bukan hanya sebagai alat untuk mendulang rezeki. Lebih dari itu, eksistensi komidi putar sebagai salah satu hiburan untuk masyarakat kecil di tengah penggerusan zaman akibat modernisasi.
°°°
Kali ini, Aksa dan pemilik wahana lain agak kesulitan mencari tanah luas untuk pasar malam. Jika tersedia, harga sewa terlalu mahal. Belum termasuk urusan lain seperti perizinan dan listrik. Tak jarang, birokrasi mempersulit dan menekan Aksa dengan berbagai alasan. Ujung-ujungnya, cecunguk berseragam meminta uang lebih.
Ah, kau juga paham bukan? Bahkan, mengurus surat pengantar dari kelurahan untuk urusan tertentu saja bisa dikenakan biaya. Padahal, semua orang tahu bahwa surat-surat semacam itu tak dikenakan bayaran sepeser pun karena sudah tugas mereka memberikan pelayanan publik. Jadi, jika ada yang mengatakan urusan di perkantoran milik pemerintah tak dipungut biaya alias gratis, itu hanya semacam delusi.
Di tengah kekhawatiran Aksa yang belum mendapatkan tempat, ia menerima kabar baik. Pemilik tanah bersedia menurunkan harga sewa. Hanya saja, tempatnya kurang strategis karena agak jauh dari pemukiman warga sekitar.
"Tak usah gundah. Rezeki sudah ada yang mengatur." Suara Aksa memecah keheningan.
Pemilik wahana lain tertegun. Banyak hal yang mengganggu pikiran mereka.
"Cuaca tak bisa kita prediksi, Aksa. Siang panas, malam bisa saja hujan deras. Kami tak akan bisa ngebut dalam tong jika hujan. Itu artinya, tak akan ada pemasukan."
"Jangan terlalu sering menyimpan pemikiran negatif. Berbaik sangkalah pada pengatur rezeki. Jika kalian menarik diri, pasar malam tak akan ada artinya. Banyak orang ingin menyaksikan atraksi kalian. Setidaknya, kehadiran tong setan paling ditunggu-tunggu daripada As-Sakb."
Begitulah Aksa. Dididik oleh sang ayah menjadi tangguh. Hingga tak sekali pun ia bertekuk pada keadaan. Lelaki muda itu bisa saja mencari kehidupan nyaman, tak perlu berpindah ke sana sini hanya untuk eksistensi pasar malam. Akan tetapi, hidup tidak melulu soal uang saja. Dari komidi putarlah Aksa berhasil menyematkan toga di kepalanya. As-Sakb telah berperan penting dalam perjalanan hidup seorang Aksa. Bagaimana mungkin ia tinggalkan demi sesuatu yang dianggap lebih baik oleh sebagian orang? Apakah pejabat berdasi lebih terhormat daripada seorang operator komidi putar?
"Kehormatan seseorang bukan diukur dari pekerjaannya, Aksa. Kau harus ingat itu." Pesan sang ayah selalu terngiang-ngiang di benaknya. | Cerpen Motivasi Kehormatan Orang Bukan Diukur Dari Pekerjaannya
- Bersambung -