Nama gadis itu Aisyah Zahrani Nurmadinah. Terdengar indah dan menawan, serupa sosoknya. Wajahnya ayu, dengan tubuh tertutupi gamis hingga hijab syar'i yang selalu terpakai di kepala. Menambah nilai baik dariku untuk dirinya. | Cerpen Cinta Hakikat Mencintai Walau Tidak Memiliki
Penampilannya anggun, membuatnya seolah memiliki daya tarik tersendiri.
Setiap aku dan dia berpapasan, Ai, akrab sebagai sebutannya, selalu menundukkan kepala sambil mengulas senyum tersipu-sipu. Seringnya, setelah dia pulang dari agenda mengaji atau menghadiri pengajian bersama ibu-ibu komplek, dia akan melintasi halaman depan rumahku. Terpesona oleh kecantikannya, selalu sukses membuatku terpaku. Berniat mengajaknya berbincang, dirundung enggan. Ingin sekadar berbasa-basi, aku cukup tahu diri.
Aku merasa ada sebuah batas yang amat tinggi menghalangi, antara duniaku dan dunia Aisyah. Padahal aku berharap banyak, ingin meraihnya. Saat diperlihatkan pada kenyataan, kusadari itu sangat sulit.
Minggu pagi ketika aku baru hendak menaiki motor, sebuah mobil kulihat berhenti di depan gerbang kediaman Aisyah. Disambut hangat oleh sosok ayah Aisyah, Pak Haji Sholeh, salah satu Imam besar yang cukup disegani di komplek tempatku tinggal. Tak kulihat Aisyah menampakkan diri. Padahal sebelum aku pergi, aku ingin memandangi sebentar wajah ayunya. Hingga kemudian, kudapati seorang pemuda dengan peci dan sarung turun dari mobil sembari membawa sebuah box di tangan. Disusul seorang ibu dan bapak yang kuperkirakan orang tua pemuda itu.
Sebuah pemahaman pahit mendatangiku.
Sesak tiba-tiba menyelimuti. Namun, aku hanya bisa tersenyum getir. Aisyah memang lebih pantas bersanding dengan pemuda itu ketimbang diriku, pikirku. Andai saja aku mampu mengubah nasib. Akan tetapi, mempertaruhkan salah satu bagian penting dalam hidupku hanya demi sebuah cinta, sama sekali tidak mudah.
Sebentar lagi, aku sudah tidak berhak lagi mengharapkan Aisyah. Tidak bisa lebih lama lagi mendambanya dalam angan yang tak mampu kugapai.
Aku ingin berdoa untuk kebahagiaan gadis yang kucintai, yang akan menjadi istri dari seorang pemuda yang kini kuyakini tengah memberikan lamaran. Tak usah meminta hal yang tidak perlu. Lagi pula, walaupun nanti Aisyah tak berjodoh dengan sang pemuda, mustahil bagiku memiliki kesempatan. Sebab, batas yang ada itu sama sekali tak mungkin bisa aku robohkan.
Sebaiknya aku pergi sekarang.
Supaya aku bisa lebih cepat tiba di Gereja, untuk kemudian memanjatkan segala puji dan doa yang kusimpan ini kepada Tuhan. Doaku bagi Aisyah. | Cerpen Cinta Hakikat Mencintai Walau Tidak Memiliki