Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 13

Karan benar-benar tidak menyangka, begitu cepat dan mudahnya Khalwa menerima tawarannya untuk dilamar. Padahal belum saling kenal satu sama lain.

Permintaan ta’arufpun langsung disetujuinya begitu saja. Kelebat perasaan aneh sempat hinggap dalam otaknya. Berarti perempuan itu sangat tertarik padanya. Dia sendiri tak tahu, apa yang menjadi penyebab Khalwa secepat itu memutuskan tanpa pikir-pikir terlebih dahulu. Biasanya seorang perempuan bila dilamar atau didekati pasti jual mahal atau soq cuek. | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 13

Namun tidak dengan Khawla, dia langsung mengatakan mau.

Tentu saja hal itu membuat kemudahan bagi Karan untuk memperistrinya tanpa harus menunggu waktu lama. Dan memang seharusnya seperti itu, sesuai rencana. Langkah selanjutnya adalah, dia harus bertemu orangtua Khalwa. Minta baik-baik dan melarmnya dengan resmi. Seperti yang telah dibicarakan tadi, besok malam dia dan orangtuanya diundang makan malam di rumah Khlawa. Perkenalan, pertemuan dan lamaran.

Mungkin terkesan terlalu cepat. Tapi bila memang sudah jalannya, Karan harus menerima. Sampai sejauh ini semua berjalan lancar. Karena hal itu, malam ini dia mengajak Pak Graha dan Ibu Garneta bicara. Bagaimanapun juga, Karan masih menghormati mereka. Walaupun hanya orangtua angkat, kedudukannya sama dengan orangtua kandung. Tetap harus dihormati.

“Ayah… Ibu, aku mau bicara.” Karan menemui kedua orangtuanya di meja makan. Kebetulan saat dia pulang, sedang makan makan malam.

“Oh iya, silakan duduk Nak. Sekalian kita makan sama-sama.” Pak Graha yang menjawab. Tanpa banyak kata, Karan pun segera mengambil tempat duduk kemudian ikut makan malam.

“Mau bicara apa kamu, Nak?” Suara Ibu Garneta terdengar penasaran.

Yang ditanya tidak langsung menjawab, dia sibuk mengambil nasi kemudian meletakkannya di piring. Melihat itu, Ibu Garneta segera membantu. Menuangkan lauk ke atas piring.

“Aku mau nikah Ma.” Cetus Karan tiba-tiba.

“Alhamdulillah, akhirnya. Sama siapa, Fatir?” Ibu Garneta nampak kaget. Ekspresinya terlihat sekali.

“Sama Khalwa ya.” Pak Graha yang sudah tahu, langsung menerkanya.

“Iya, Yah. Besok malam kita diundang makan malam ke rumahnya, bertemu orangtua Khalwa. Sekaligus melamarnya.”

“Melamar? Secepat itu? Apa tidak sebaiknya kalian saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu?”

“Ayah… aku ini bukan anak ABG yang hobi pacaran sana-sini selama bertahun-tahun. Aku dan Khalwa sudah sepakat untuk ta’aruf. Lagipula, kami sudah sama-sama suka koq. Khalwa juga sedang mencari calon suami, bukan pacar. Begitupun dengan aku, nggaak butuh pacar lagi. Tapi istri.”

“Ya sudah kalau begitu. Ayah turut senang mendengarnya, Nak. Akhirnya kamu mau menikah lagi.”

Wajah Ibu Garneta dan Pak Graha terlihat bahagia. Akhirnya putra mereka mau memutuskan untuk menikah lagi setelah setahun lebih ini berkomitmen tidak mau mengenal yang namanya perempuan lagi. Perasaan sakit hati dan luka karena ditinggal pergi oleh Vaela, masih membekas. Padahal dia sangat mencintainya, telah berkorban banyak. Pada akhirnya, harus pergi untuk selama-lamanya.

Namun syukurlah, akhirnya Karan merubah pola pikirnya. Entahlah. Mereka sendiri tidak tahu persis, apa yang menjadikannya berubah. Andai saja mereka tahu alasannya, tentu saja akan kaget.

“Kalian boleh tertawa bahagia sekarang. Tapi lihat nanti.” Gumam Karan di dalam hati.

●●●

Niat dari awal memang sudah tidak baik.Tujuan berumah tangga lagi, bukan karena membutuhkan sosok istri. Namun, dia hanya ingin hidup enak dan bahagia. Ongkang-ongkang kaki di rumah tanpa harus memikirkan pekerjaan, ini dan itu. Lembur sampai larut malam mengumpulkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Keadaan seperti itu, tidak mau mengalaminya lagi. Cukup dulu dia seperti itu. Banting tulang pontang-panting tak kenal waktu. Demi siapa? Demi sang istri tercinta dan keluarganya. Namun pada akhirnya, yang dicintai penyakitan dan akhirnya pergi.

Dan saat ini dia mendapatkan peluang untuk hidup enak ke depannya. Sangat dijamin setelah menikah dengan Khalwa nanti, dia akan hidup bahagia tanpa pernah memikirkan masalah apapun. Dalam rencananya, setelah resepsi pernikahan berlangsung dengan meriah, dia harus tinggal terpisah bersama Khalwa. Jangan sampai ikut tinggal bersama orangtuanya atau orangtua Khalwa. Dengan tinggal terpisah seperti itu, dia bisa bebas melakukan apa saja di rumahnya nanti.

Seperti misalnya bangun tidur sesiang mungkin, makan tinggal makan, baju tinggal pakai. Mau pergi ke mana pun dan berapa lama pun tidak akan ada campur tangan dari orangtua. Masalah Khalwa melawan atau tidak suka, itu hal yang sangat mudah. Dia bisa mendiamkan dengan caranya sendiri. Hal yang tidak harus dipikirkan. Karena dia sudah menyiapkan berbagai macam cara.

Karena Karan melihat, gadis itu begitu tertarik padanya. Langsung suka. Sangat berbeda jauh dengan almarhumah Valea yang saat pendekatan dulu susahnya minta ampun untuk didekati. Sinyal-sinyal cinta selalu Karan berikan, namun tidak pernah direspon. Keukeuh saat itu Vaela hanya mengaanggapnya sebagai teman biasa. Bahkan tak jarang dia mendapatkan perlakuan jutek dan sinis, namun Karan menghadapinya dengan sabar.

Karakter seperti Vaela memang termasuk perempuan yang susah untuk tertarik dan jatuh cinta terhadap lawan jenis. Seganteng apapun laki-laki itu, sekaya apapun, hatinya tidak mudah luluh. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk membuatnya bertekuk lutut. Sangat membutuhkan perjuangan.

Tapi itu dulu, ketika akan mendapatkan mendapatkan Vaela. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Khalwa. Sangat jinak dan tanpa perlawanan samasekali ketika diajak ta’aruf. Dan Karan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Perempuan seperti Khalwa tidak banyak. Biasanya kebanyakan perempuan soq jual mahal. Maka dari itu dia harus gerak cepat.

Dan keesokan malamnya, hal itu dibuktikan dengan mendatangi rumah Khalwa di bilangan Jakarta Selatan. Karan beserta orangtuanya disambut ramah oleh orangtuanya. Saat tiba di ruamh itu, Karan kaget bukan main. Bentuknya sangat besar dan luas. Berlantai dua pastinya. Bahkan masih pantas dibilang seperti istana. Megah dan interiornya sangat international. Karan terpukau dibuatnya.

Tidak salah memang. Khalwa berasal dari keluarga yang sangat kaya. Seperti yang diceritakan Ayahnya.

Saat masuk ke dalam rumahnya, Karan lebih terpaku lagi. Suasanya memang seperti di dalam istana. Barang-barang yang ada di dalamnya pasti berkualitas tinggi dan berharga branded. Tangga untuk menuju ke lantai atasnya saja dekorasinya sangat mewah dan elegan. Hanya berdecak kagum di dalam hatinya. Hmmm… gayung memang bersambut. Dia tidak salah memilih perempuan untuk dijadikan istri. Walaupun di hatinya tidak tumbuh cinta untuk gadis itu.

Papa Khalwa bernama Benny Darmawan, salah satu pengusaha terkenal di Jakarta. Perusahaannya ada di mana-mana. Orangnya sangat humble dan dermawan tentunya. Seperti nama belakangnya. Mamanya bernama Laila Hapsari. Seorang perempuan ramah dan cantik tentunya walaupun usianya tak lagi muda. Berhijab rapi seperti Khalwa.  | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 13

Khalwa tinggal bersama kedua orangtuanya dan beberapa pembantu di rumah itu. Seperti yang sudah diketahuinya, dulu itu Khalwa punya kakak laki-laki. Hanya saja meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Dan kini, dia adalah anak semata wayang. Kebanggaan orangtunya. Karan harus bersyukur akan hal itu. Belum tentu laki-laki lain seberuntung dia. Mendapatkan calon istri yang nyaris sempurna. Sudah cantik, kaya dan punya segalanya. Jangan sampai dia menyia-nyiakannya.

●●●

Setelah ngobrol bermacam-macam dan melakukan perkenalan lebih jauh, akhirnya Karan dan kedua orangtuanya masuk ke pembicaraan inti. Maksud dan tujuan kedatangannya apa. Pak Benny dan Ibu Laila duduk berdampingan, sedangkan dengan Khalwa duduk di samping Ibu Laila.

“Jadi, maksud kedatangan kami ke rumah Pak Benny tidak lain adalah untuk hal yang sangat baik. Putra saya Karan Syah Alfatiry tertarik dengan putri Bapak. Betul begitu Nak?” Pak Graha menoleh ke wajah Karan yang terlihat senyum-senyum penuh misteri.

“Iya, Yah.” Jawab Karan singkat.

“Ya memang, mereka baru saja kenal Pak. Tapi sepertinya sudah saling cocok satu sama lain. Mereka saling suka dan cinta. Setelah dibicarakan baik-baik, mereka memutuskan untuk melakukan ta’aruf kemudian menikah. Dengan kata lain, kami melamar Khalwa untuk dijadikan istrinya Fatir putra kami. Apakah lamaran kami diterima Pak Benny?”
Dengan hati-hati, Pak Graha berbicara. Seramah mungkin dan enak untuk didengar.

“Terima kasih sebelumnya. Jadi begini Pak Graha, mengenai lamaran ini kami sangat menghargainya. Namun mengenai diterima atau tidak, yang memutuskan adalah Khalwa. Sebagai orangtua, kami hanya bisa mendoakan. Karena yang menjalani nanti adalah mereka tentunya. Khalwa… bagaimana? Apakah lamaran Nak Fatir kamu terima? Atau mungkin kami ingin mengenal dia lebih lanjut lagi?” Giliran Pak Benny menatap sang putri. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.

“Kalau menurut Mama sih pikir-pikir saja dulu Khalwa, kamu kan baru saja kenal. Belum tahu Nak Fatir itu seperti apa. Alangkah lebih baiknya kalian saling mengenal terlebih dahulu satu sama lain." Ucapan dari Ibu Laila, membuat Karan cukup kaget. Semoga saja ini bukan pertanda tidak baik. Ekspresi wajah jangan sampai terlihat aneh, bisa membuat curiga Pak Benny dan juga Ibu Laila.

“Mama… selama ini banyak sekali laki-laki yang mendekati Khalwa, menyatakan cinta dan ingin memperistri. Namun rata-rata mereka punya tujuan tidak baik. Cinta mereka tidak tulus. Karena pada dasarnya hanya cinta dengan harta yang kita miliki. Dari awal hubungan saja mereka sudah memperlihatkannya. Ada yang terang-terangan, ada pula yang secara sembunyi-sembunyi. Cuma numpang hidup."

"Tapi tidak dengan Kang Fatir Ma, Pa. Khalwa melihat, dia tidak seperti itu. Bagaimana mungkin, Kang Fatir bukan pengangguran. Dia bekerja di kantornya Pak Graha. Jabatannya juga lumayan. Tidak mungkin seperti mereka yang cuma numpang kaya. Terlepas dari semua itu, sebenarnya Khalwa memang mencari calon suami seperti Kang Fatir ini. Wajahnya mirip sekali dengan Humood Alkhudher, penyanyi favorit Khalwa. Dan ketika pertamakali melihatnya, hati dan jantung ini langsung berdebar-debar tidak menentu."

"Berbeda sekali dengan lelaki-lelaki sebelumnya yang pernah mendekati Khalwa. Getaran-getaran itu tidak pernah dirasakan. Hambar dan hampa. Namun ketika melihat Kang Fatir, Khalwa langsung klik. Tertarik. Dari hati yang paling dalam. Khalwa pikir, mungkin ini yang dinamakan jodoh. Walaupun Kang Fatir ini duda ditinggal meninggal, namun itu lebih baik daripada Khalwa merebut suami orang."

Penjelasan Khalwa membuat semuanya tertegun. Begitu kuatnya pesona seorang Karan di mata Khalwa. Pak Benny dan Ibu Laila nampak geleng-geleng kepala. Sementara itu Karan tersenyum-senyum sendiri. Tidak menyangka, Khalwa setertatik itu padanya.

"Gadis bodoh, kamu pikir aku cinta sama kamu. Jangan mimpi. Kamu lihat saja nanti Khalwa Ainiyya Fathiyyaturrahma." | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 13

Dengus Karan di dalam hatinya.

BERSAMBUNG