Bahkan ada ... Langit? Langit terlibat perkelahian itu?
"Lu nggak usah nyolot gitu dong! Gue udah bilang nggak sengaja ya nggak sengaja." Langit tampak emosi.
"Nggak sengaja apanya? Tadi jelas-jelas lu ngulur kaki biar bisa menjegal gue."
"Eh! Jangan sok tau lo! Buat apa gue nglakuin itu?" Emosi Langit semakin memuncak. Bahkan ada dua lelaki lain yang mencegahnya maju. | Cerpen Sekolah Kak Malik Kakak Kelas Yang Amat Kukagumi Part 4
"Eh? Udah, Ngit. Sabar. Kamu juga, Jo. Langit udah minta maaf juga."
Dan salah satu lelaki itu adalah kak Malik.
Langit melempar bola oranye itu dengan kasar. Saat dia berbalik, tak sengaja mata kami bertemu. Tapi dengan cepat dia membuang muka.
Langit melempar bola oranye itu dengan kasar. Saat dia berbalik, tak sengaja mata kami bertemu. Tapi dengan cepat dia membuang muka.
Langit .... Dia benar marah padaku?
***
Aku mendengarkan penjelasan dari Bu Ani, mencatat hal yang penting. Berusaha terlihat serius.
Aku mendengarkan penjelasan dari Bu Ani, mencatat hal yang penting. Berusaha terlihat serius.
Dan sesekali menengok ke belakang.
Argh! Bodohnya diriku mencari orang yang sejak tadi memang tidak ada di kelas.
Astaghfirullah. Apa aku baru saja ingin melihat Langit?
Astaghfirullah. Apa aku baru saja ingin melihat Langit?
Aku langsung menunduk dan memejamkan mata. Ya Allah .... Jika begini caranya, aku akan terus berzina. Tidak! Memikirkan lelaki yang bukan muhrim adalah salah.
Dadaku terasa sesak. Teringat lagi saat Langit duduk berdua dengan gadis lain. Namun, tidak hanya itu. Yang lebih membuatku sesak adalah kenyataan bahwa, aku tidak mungkin bisa bersatu dengan Langit. Dia keren sedangkan aku? Hanya gadis biasa.
Zahra, kamu harus berhenti memikirkan Langit!
"Zahra? Apa kamu sakit?"
Deg!
Aku mendongak. Bu Ani menatapku dari depan kelas. Oh, tidak!
Meski terasa sulit, aku berusaha menoleh. Dan, benar saja. Hampir semua teman sekelas menatapku. Seketika, aku duduk tegak dan tersenyum lebar.
"Hehehe .... Tidak, Bu. Saya baik-baik saja."
Bu Ani mengangguk. "Baiklah kalau begitu," katanya, lalu beralih menatap penjuru kelas. "Kita akhiri pelajaran hari ini. Selamat beristirahat."
Bu Ani melangkah keluar. Membuatku mengembuskan napas lega dan mendelosor di meja.
Hufh! Langit hari ini membolos lagi. Tentunya dengan temannya yang itu-itu saja.
Lah, kan? Langit lagi. Argh!
"Zahra. Ayo ikut!"
Aku merasakan lenganku direnggut secara paksa. Membuatku terpaksa bangun. Melihat aku sudah bangun, Tata segera menarikku lagi. Dan akhirnya aku terpaksa bangkit dan mengikuti langkah Tata.
"Ke mana sih, Ta?" tanyaku setelah berjalan cukup jauh.
"Ke kantin."
Oh! Kantin.
Wait? Tata bilang apa? Kantin?
Perasaanku tiba-tiba tak enak.
Aku terus berjalan sambil menebak apa yang akan terjadi.
Dan, benar saja. Setelah tiba di kantin, hatiku merasakan kehadiran seseorang.
Langit? Aku yakin dia ada di kantin juga.
Mataku melirik ke segala penjuru. Berusaha mencari orang yang kumaksud. Dan, benar. Langit duduk di salah satu bangku bersama teman-teman membolosnya.
Aku membuang muka. Berusaha tak acuh sambil menunggu Tata membeli beberapa makanan. Berharap Langit tak melihat keberadaanku.
"Hei! Gimana kabar lo, Ngit?"
Aku melirik sekilas. Ada seorang teman Langit dari kelas lain yang baru datang.
"Baik. Lo sendiri?"
"Gue juga baik, bro. Wah!" serunya tiba-tiba sambil menatap ke arahku. "Peramal sekolah kita ada di kantin."
Aku melotot mendengar itu, langsung membuang muka. Kalau begini caranya, bagaimana Langit tidak mengetahui keberadaanku?
"Lo udah coba, Ngit? Gue mau coba tanya nih, siapa kira-kira jodoh gue. Lo mau ikut nggak?"
Langit menyengir lebar. "Gak perlu. Gue udah tau kok siapa jodoh gue."
"Wah! Serius lo, bro?" Teman Langit tampak semringah. Aku melirik lagi, sedikit.
"Iya, dong," jawab Langit, bangga.
"Siapa?"
Kini aku berganti melirik Langit, menunggu jawabannya.
"Yang pasti, namanya tertulis di Lauhul Mahfudz gue. Dan ...," Langit melirik ke arahku.
Deg!
Jiah! Aku ketahuan. Langsung saja membuang muka. Jantungku berdebar kencang. Gawat! Ketahuan sekali kalau aku kepo dengan jodoh Langit.
"... dia adalah gadis yang sekarang dituduh seorang peramal di sekolahnya," kata Langit dengan keras. Seperti sengaja agar semua orang mendengarnya.
Jujur saja, aku terkejut mendengar itu. Yang membuatku sontak melihat ke arah Langit. Dan, ternyata dia masih melirik ke arahku.
Membuat tatapan kami bertemu untuk beberapa saat. Langit menyengir lebar ke arahku. Membuatku melotot dan membuang muka. | Cerpen Sekolah Kak Malik Kakak Kelas Yang Amat Kukagumi Part 4
Ya Allah ... Baper lagi, kan?
Kalau begini caranya, bagaimana bisa aku melupakan Langit?
"Wah? Tau dari mana lo, bro?"
"Hati gue sendiri yang bilang."
"Jodoh lo peramal juga? Wah! Sekolah mana?"
"Di sekolah ini."
Deg!
- Bersambung -