Aku Akui Jika Karma Itu Pernah Ada

"Kamu cinta sama aku?" Aku bertanya, pada pria di depanku ini. Dia mengelus pipiku lembut. "Cinta banget sayang, aku gak bisa hidup tanpa kamu." Dia mengucapkanya dengan nada bersungguh-sungguh. "Kenapa kamu mencintai aku?" Tanyaku pelan. | Cerpen Kehidpuan Aku Akui Jika Karma Itu Pernah Ada

"Kamu mampu membuatku nyaman, dan hati aku sudah sepenuhnya milik kamu." Dikecupnya keningku lembut.

"Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu, tapi berjanjilah untuk selalu disisiku." Nadaku yang pelan, dan berucap dengan sarat akan makna.

"Apa sayang? Aku tidak akan meninggalkanmu," ucapnya sambil tersenyum.

"Sebenarnya aku terkena kanker serviks, dan sudah diprediksi meninggal sebulan lagi," ucapku, sambil menunduk.

Keheningan menemani kami beberapa saat.

"Yanti? Kamu becanda kan?!" Serunya.

Aku menggeleng pelan, mencoba menahan Isakan yang kurasakan sebentar lagi akan keluar.

"Aku serius." Kutatap matanya dalam, dan kutemukan keraguan disana.

Dia mundur beberapa langkah, sambil menggeleng pelan berkali-kali.

"Maaf, aku gak bisa."

Dan, kata itu cukup mewakili semuanya bahwa dia tidak mencintaiku.

Seseorang yang mencintai tentulah, akan mendukung, menjaga, menyanyangi, mendampingi seseorang yang dicintai bukan?

4 tahun kami pacaran, kuterima segala kekurangan dalam dirinya, dia bertato, merokok, bertindik, im fine. Bahkan, kalaupun dia yang cacat, aku yang cinta ini bisa apa? True?

"Astaga.." aku mendesis, takkala melihat darah menetes dari hidung, kembali aku memejamkan mata, kenapa drama hidupku semenyedihkan ini?

~

"Aku mencintaimu, kamu mengajarkan bahwa cinta itu memang benar-benar indah."

Saat, aku membeli sesuatu di apotik, terdengarku suara Deltha disana, dibalik apotik, taman.

Cinta?

Baru kami putus 2 hari yang lalu, dan dia sudah mengatakan cinta pada gadis lain? Kami berpacaran 4 tahun, bukan 4 jam, dan secepat itu dia melupakanku?

"Jahat sekali," gumamku dan kembali meneteskan air mata.

Dari sini aku tau, kita tidak bisa membedakan mana yang benar-benar cinta, dan mana yang pura-pura mencinta. Karena faktanya, mereka sama-sama bersikap baik.

"Allah itu tidak buta kak, suatu saat Allah akan membalas Kak Deltha yang telah menyia-nyiakan kakak." Dev, adik panti membuka suara saat melihat aku benar-benar hampa dan kosong.

"Tapi kakak bentar lagi memang mati Dek," ucapku.

"Kak Yan, sesungguhnya semua sudah ditentukan Allah, kakak jangan frustasi gini dong, Allah masih memberi kakak nafas kehidupan, dan berusahalah untuk sembuh."

Percuma, semuanya sudah semu. Tapi, jika sudah menyangkut-pautkan Allah, sesuatu dalam diri bergejolak, dan aku ingin berusaha sembuh. Demi diriku sendiri, Hidup, dan Allah.

Sudah sering aku terapi, dan kesehatan mulai kudapatkan kembali, bahkan prediksi kemarin seakan hilang ditelan bumi.

"Kesehatan kamu meningkat, ini semua berkat ketidakputusasaan kamu berobat." Dokter itu tersenyum lembut padaku.

"Ini semua berkat doa-doa orang yang sayang pada saya Dok," balasku sambil mengulas senyum.

Agak bergetar, saat membaca surat undangan yang telah sampai ke tanganku itu. Disana tertulis nama Deltha Alvaro. | Cerpen Kehidpuan Aku Akui Jika Karma Itu Pernah Ada

"Seharusnya di bawah nama Deltha adalah namaku, kenapa sesakit ini?"

Aku memegang dada, karena rasa sesak yang menghimpit jiwa. Dibawah nama Deltha tertera nama 'Anjani Dewi' kupikir seharusnya disitu 'Yanti Pracipta'

"Setelah menyakitiku, meninggalkanku, masih sanggupkah dia mengirimku undangan seperti ini?"

Aku bermonolog sendiri, dan menangis dalam diam. Uhh, pahit sekali.

"Denger-denger si Deltha itu mandul loh!"

"Ah masa? Mereka kan baru nikah."

"Baru? Udah 3 tahun loh Bu, tapi katanya bukan si Anjani yang sakit, tapi Deltha toh Bu."

Aku mengernyit heran, Deltha? Nama itu seperti tidak asing.

"Sayang kenapa?"

Kulihat Mas Ferdi suamiku, menggendong putri kami yang paling kecil.

"Mas, kamu duluan ajah masuk ke panti yah, aku ke warung sebentar!" Seruku.

Pria tampan itu tersenyum lembut.

"Yaudah sayang."

"Bu permisi!" Aku menyapa mereka semua.

"Yanti? Astaga ini kamu toh? Makin cantik ajah, katanya kamu udah nikah!" Seru Ibu berdaster kuning itu padaku.

Yah 3 tahun yang lalu, aku memutuskan pergi dari panti, dan merantau ke Jakarta, tak kusangka bisa bertemu Mas Ferdi, atasanku disana. Dia dan keluarganya sangat baik, menerimaku apa adanya, meski aku seorang yatim piyatu, bahkan mereka mengirim sumbangan ke panti.

"Iya Bu, Yanti udah nikah," balasku.

"Anak kamu berapa nduk?"

"Dua Bu," balasku.

"Eh dulu si Deltha mantan kamu bukan? Itu si Deltha Alvaro, dia pernah ninggalin kamu toh, mungkin ini karma! Dia belum punya anak sampai sekarang."

"Bu, gak baik ngomong seperti itu. Jadi beneran yah?"

"Aduh maaf, tapi itu memang fakta Yan, si Deltha terkena impoten." Ibu-ibu yang lain menyahuti.

"Yaudalah Bu, itu tidak urusan saya, nanti saya bawakan oleh-oleh kesini yah, pamit dulu."

"Iya Yan!"

Dulu, aku ditinggalkan karena penyakitku, tidak lama kemudian dia membuatku semakin semu takkala mengirimku undangan. | Cerpen Kehidpuan Aku Akui Jika Karma Itu Pernah Ada

Hari ini, aku Yanti Pracitpa. Mengakui kalau karma itu memang ada.