Wanita yang kini sibuk didapur itu yang kusebut budhe. Aku ikut dengannya sudah lama. Dua tahun untuk tahun ini. | Cerpen Kehidupan Dua Tahun Aku Bersama Budhe Dan Pakde
Selama itu pula, badanku sering memar juga berwarna kebiruan.
"Ini makannya tuan putri." Ucap budhe dengan nada yang dibuat2.
Aku duduk diatas kursi masih mengenakan seragam putih hijau, khas anak madrasah. Sekarang aku sudah kelas dua MI (setara sd).
Ku lihat piring itu menggunung nasi. Porsi yang harusnya diberikan pada buruh panggul yang staminanya terkuras karna membawa barang berat. Tapi aku? Aku tidak ngapa2in.
Aku memakannya, namun ketika nasi itu hanya tersisa dua pertiga dari piring. Budheku mendatangiku lagi.
"Duuhhh... lama sekali sih!" Teriaknya disebelahku. Badanku gemetar menahan takut. Takut akan ... ah, benar.
Budheku mengambil alih sendok yang kupegang. Dan menyuapkan dengan brutal, sesekali menyentuh kerongkonganku.
Huwek!
Hendak ku muntahkan.
Namun,
Plak!
Satu tamparan keras mendarat dibibirku agar segera menutupnya dan tidak memuntahkannya.
Hendak ku muntahkan.
Namun,
Plak!
Satu tamparan keras mendarat dibibirku agar segera menutupnya dan tidak memuntahkannya.
Semenjak itu akupun akan melahap apapun yang ia hidangkan. Ya, apapun itu. Entah cabe, sambal yang pedasnya minta ampun. Aku sudah terbiasa.
"Kemana uangmu? Kok sudah habis. Ini masih hari Rabu." Budhe selalu berteriak bila bicara padaku. Walau aku sudah ada disebelahnya. "Kamu jajan sebanyak itu?" Aku menggeleng.
"Aww!!!" Aku dicubit dengan kecil lalu diputarnya dengan cepat. Aku memegangi tangannya agar tak melakukan lebih parah lagi. "Dea gak jajan banyak kok budhe.. hiks.. . Uangnya di-pin..."
Belum selesai aku berbicara, tamparan keras mendarat dipipiku.
"Gak usah belajar bohong kamu." Ujarnya sambil membiarkanku menangis dilantai.
"Gak usah belajar bohong kamu." Ujarnya sambil membiarkanku menangis dilantai.
Keesokan harinya, ketika akan berangkat sekolah. Budheku hanya memasak mie instan sehingga aku lebih cepat makan dari biasanya.
Setelah makan, aku pergi ke dapur untuk mencuci piring. Lantas menuju cermin besar yang berdekatan dengan kamar mandi.
Ketika aku menyisir rambutku. Budhe melewatiku dan melirikku sekilas. Setelah budhe melewatiku dan menuju kamar mandi. Aku hanya bisa melihat punggungnya saja.
Tiba-tiba, budheku terpeleset namun tak sampai jatuh. Ia memergokiku. Langsung saja ia mendatangiku lalu menghujaniku dengan cubitan kecil.
Ahh.. rasanya ngilu yang belum sembuh. Bertambah ngilu juga panas. Mataku pun ikut memanas.
"Ngapain kamu liat2 budhe!!" Budhe berkata seperti itu sembari terus mencubitiku. Aku menggeliat kesakitan sampai terduduk dilantai.
Kemudian budhe bangkit, dan menuju kamar mandi.
"Hikss...hiks.." aku masih mengelus. "Aawhh" rasanya begitu sakit walau hanya disentuh.
---
"Dea.. ayo tidur dulu. Sudah pukul sembilan malam ini." Ujarnya kepadaku. Aku menoleh saat melihat tv, kulihat ada suaminya berdiri disebelahnya. Juga para tamu2 budheku. Mereka tersenyum melihatku.
"Wahh ... mbak Atik ini open sekali ya sama anak kecil." Komentar ibu2 berkacamata itu.
"Iya. Padahal hanya keponakannya saja loh.." Ibu bergincu merah itu menimpali.
Aku membawa diri kekamar. Lalu tidur.
Beberapa bulan kemudian, budhe tertawa-tawa sendiri disudut kamar serba putih ini.
"Ohh.. dasar anak nakal." Budhe mencubiti boneka barbie lalu membantingnya mengenai pria berpakaian dokter tersebut.
"Sementara waktu, biarkan saja dulu istri bapak disini. Mungkin dia masih shock atas meninggalnya Dea." Ujar dokter tersebut sambil mengawasi tingkah budhe yang sepertinya geram dengan boneka itu.
Pakdhe ku hanya manggut2 saja. "Ya pak.
Saya merasa lalai dalam menjaga ponakan saya karena sibuk bekerja. Sampai tak tahu kalau Dea merasa tertekan dengan perlakuan istri saya." Pakde berusaha mengingat cerita tetangga yang melihat Dea berlari dikejar Budhe lalu tergilas truk. | Cerpen Kehidupan Dua Tahun Aku Bersama Budhe Dan Pakde
"Istri bapak juga rupanya tertekan akan tetangga yang terus menyalahkannya. Yang sabar ya pak."
Pakde keluar dari ruangan psikiatri dan bergegas pulang untuk pengajian ke-40 harinya-Dea.
Ya, memang selama ini Pakde hanya ada ketika malam saja. Beliau yang berniat untuk menjagaku saat orangtuaku meninggal karena kapal yang membawa mereka terguling saat badai.
"Budhe sehat?" Asap putih menyerupaiku dengan suara menggema. Membuat budhe melemparkan boneka itu kearahku namun menembusku dan mengenai badan dokter.