Di Satu Hati Ternyata Terdapat Dua Cinta Part 3

Memendam cinta itu ibarat menggenggam pecahan kaca. Semakin digenggam agar tidak ada seorang pun yang tahu, maka akan menorehkan luka yang teramat dalam. Tapi, bagi Arnetha hanya ingin menikmati waktu bersama Aji daripada menyatakan kata cinta. | Cerpen Cinta Di Satu Hati Ternyata Terdapat Dua Cinta Part 3

“Mau sampai kapan kamu pendam perasaanmu, Tha?” tanya Mita.

“Nggak tahu, Mit, mungkin sampai Aji menyadari perhatianku,” jawab Arnetha.

“Dan saat itu hati Aji sudah milik orang lain, Tha,” tukas Mita.

Di dalam kamar bernuansa ungu, Arnetha menumpahkan isi hatinya pada Mita. Sambil berbaring di atas ranjang dan memandang langit-langit kamar.

“Tha, ada Aji di depan,” ucap ibu dari balik pintu kamar.

“Aji…” mata Arnetha dan Mita membelalak dan saling berpandangan.

“Berarti emang jodoh kali, Tha,” canda Mita.

Arnetha dan Mita bangkit dari ranjang dan menghampiri Aji yang sedang duduk di ruang tamu.

“Aji…” sapa Arnetha.

“Aji, kamu udah sehat betul?” tanya Mita.

“Eh, ada Mita juga?” sapa Aji.

“Silahkan duduk, Ji!” ucap Arnetha.

“Aku ke belakang dulu ya, bikinin minum buat Aji,” Mita menyelak pembicaraan.

Hanya tinggal Arnetha dan Aji di ruang tamu. Suasana sunyi sesaat, mereka hanya duduk pada kursi yang berhadapan. Sesekali Aji menatap Arnetha, begitu juga sebaliknya. Ada tatapan yang tak biasa dari Aji. Seperti menyembunyikan sesuatu.

“Tha, aku lulus seleksi beasiswa,” tiba-tiba saja terlontar dari mulut Aji.

Berita yang didengar Arnetha membuat matanya terbelalak penuh kagum.

“Serius, Ji?” tanya Arnetha meyakinkan.

Aji tersenyum penuh arti.

“Selamat ya, Ji, akhirnya impian kamu tercapai,” Arnetha menyalami Aji.

Aji menerima uluran tangan Arnetha. Tapi, seolah tidak ingin melepaskan uluran tangan Arnetha. Aji masih menggenggam erat tangan Arnetha dan pandangan mereka bertemu.

“Ji, kenapa?” tanya Arnetha mengejutkan Aji yang tenggelam dalam wajah Arnetha.

“Eh… eng…, nggak, Tha. Nggak apa-apa!” Aji gugup dan melepaskan tangan Arnetha.

“Nih, aku bawain minum, Ji,” tiba-tiba Mita datang memecah kekakuan.

Matahari perlahan masuk ke persembunyiannya, kini berganti bulan yang mulai menampakkan dirinya. Arnetha, Mita dan Aji masih asyik berbincang-bincang dan becanda. Dimulai membicarakan masalah kuliah, keluarga sampai masalah jodoh.

“Udah malem, Ji. Pulang yuk!” ajak Mita.

“Ayo!” jawab Aji.

Setelah berpamitan pulang, Aji dan Mita pun pulang. Aji mengantar Mita dengan sepeda motornya.

“Ji, kamu ngerasain nggak sih, ada yang beda dengan Arnetha?” tanya Mita.

Aji diam sesaat, matanya masih tertuju pada jalan raya yang dilaluinya. Seolah ada sesuatu yang sedang Aji pikirkan.

“Ji, kok diem aja, sih?” tanya Mita lagi.

“Kamu tadi ngomongin apa aja, Ji, waktu aku tinggal ke dalam?” selidik Mita.

“Aji…,” kali ini Mita berteriak.

“Kenapa sih, Mit. Berisik banget dari tadi!” Aji menggerutu.

“Lagian, diajakin ngomong diem aja!” ucap Mita sambil mencubit pinggang Aji.

Aji masih tampak serius mengendarai motornya.

“Maksud kamu apa sih, Mit?” Aji balik bertanya.

“Kamu nggak ngerasa apa, Ji? Menurut aku, Arnetha tuh suka sama kamu, Ji!” tutur Mita setengah berteriak karena suara bising kendaraan.

Aji terdiam sesaat dan menghembuskan nafas dalam-dalam.

“Arnetha itu cantik dan pinter, Mit. Nggak mungkin dia suka sama aku yang biasa kaya gini, yang mengidolakan Arnetha di kampus juga banyak kok, nggak ada alasan Arnetha bisa suka sama aku, Mit,” tegas Aji.

Suasana kembali hening, hanya terdengar suara deru kendaraan yang saling bersahutan.

***

“Mit, aku mau dijodohin sama orang tuaku,” suara Arnetha terdengar sayu-sayu di telinga Mita.

“Hah! yang bener, Tha? | Cerpen Cinta Di Satu Hati Ternyata Terdapat Dua Cinta Part 3

Hari gini masih ada perjodohan!” Mita kaget setengah berteriak.

“Terus kamu bilang apa sama orang tuamu, Tha?” tanya Mita.

“Aku belum jawab apa-apa, Mit,” jawab Arnetha sambil menghela nafas.

“Aku harus bilang sama Aji tentang perasaan kamu, Tha,”

“Untuk apa, Mit? Lusa Aji sudah harus berangkat ke Australia, jangan Mit, kamu nggak boleh ngomong apa-apa sama Aji!” pinta Arnetha memelas.

Kebersamaan meskipun tanpa ikatan, terkadang jauh lebih menyenangkan, daripada ikatan yang mampu menyakiti hati satu sama lain.

“Halo gadis-gadis cantik…” sapa Aji tiba-tiba dari arah belakang tempat duduk Arnetha dan Mita.

Aji duduk diantara Arnetha dan Mita, dengan memasang wajah serius sehingga membawa Arnetha dan Mita untuk serius juga menanggapi Aji kali ini.

“Aku pamit ya sama kalian berdua, kalian adalah teman terbaikku yang tak tergantikan,” ucap Aji mengawali pembicaraan.

Tampak raut wajah Aji yang tiba-tiba berubah menjadi mendung.

“Aku ke kelas duluan ya, Ji. Barangkali kamu mau bicara berdua sama Arnetha,” Mita memotong pembicaraan.

Mita berharap Arnetha dan Aji bisa saling mengungkapkan perasaannya sebelum keberangkatan Aji, juga sebelum proses perjodohan Arnetha dilanjutkan.

“Jangan lupain aku ya, Ji!” Arnetha menutup pembicaraan.

“Nggak akan, Tha, kamu adalah teman terbaik yang aku punya,” Aji menegaskan.

***

Siang itu Arnetha merasa tidak enak badan, sehingga dia pulang lebih awal. Mungkin saja kesedihan akan kepergian Aji yang menjadi penyebabnya. Belum lagi, rencana perjodohan yang akan segera diselenggarakan di akhir pekan.

“Arnetha mana, Mit? Nggak pulang bareng?” tanya Aji.

“Tadi siang dia udah pulang duluan, Ji, nggak enak badan katanya,”

“Kamu tadi nggak ngomong apa-apa sama Arnetha, Ji?” sambung Mita lagi.

“Arnetha juga nggak ngomong apa-apa, Ji?” Mita masih penasaran.

“Kamu kok nggak peka banget sih, Ji!” tukas Mita.

“Arnetha tuh suka sama kamu, Ji!” amarah Mita memuncak.

“Aku bingung sama kalian berdua, apa susahnya sih saling ungkapin perasaan masing-masing!”

Suasana hening seketika, wajah Aji berubah memerah dan matanya berkaca-kaca. Aji menghela nafas dalam-dalam.

“Aku juga sayang Arnetha, Mit. Tapi, untuk apa diungkapkan, toh aku juga akan ninggalin dia, itu akan lebih menyakitkan buat Arnetha.” Jawab Aji sambil mengepalkan tangannya.

“Biarlah aku dan Arnetha seperti ini, tanpa ikatan apapun agar tidak ada yang merasa tersakiti ketika memang harus berpisah,” ucap Aji mengakhiri dan kemudian berlalu pergi.

***

Menyendiri dalam kamar membawa ketenangan tersendiri untuk Arnetha saat ini. Ada sedikit harapan di sudut hatinya, harapan akan kehadiran Aji kembali untuk menyatakan cintanya.

“Tha…, ini aku, Mita. Boleh aku masuk?” suara Mita dari balik pintu kamar.

“Masuk aja, Mit, nggak dikunci kok,” jawab Arnetha.

“Kamu masih sakit, Tha?”

Arnetha hanya mengangguk, sedangkan matanya masih tertuju ke arah jendela kamarnya. Sesekali Arnetha menyingkap gorden jendela.

“Kamu lagi nungguin apa duduk di jendela, Tha?” tanya Mita lagi.

“Nggak, Mit,” jawab Arnetha singkat.

“Masalah perjodohan kamu gimana, Tha?”

“Aku nggak punya alasan untuk menolak, Mit,” tutur Arnetha lemas.

“Kamu berhak menolak, Tha,” tukas Mita.

“Apa alasanku, Mit? Apa aku harus bilang, kalau aku mencintai seseorang yang sekarang entah ada dimana,”

“Atau aku harus bilang kalau aku mencintai seseorang, yang entah dia mencintaiku atau tidak,” ujar Arnetha menahan sesak. | Cerpen Cinta Di Satu Hati Ternyata Terdapat Dua Cinta Part 3

Air mata pun jatuh tak bisa dibendung, mengalir deras seirama dengan isak tangis Arnetha.

- Bersambung -