Beberapa kali ia berjalan mondar-mandir, sesekali ia mengacaukan rambutnya yang sudah tersisir rapi.
Dia merasa bodoh, benar-benar bodoh ketika harus menentukan pilihannya. Gadis berambut pirang yang sudah menduduki hatinya sejak lama itu tak mungkin ia tinggalkan begitu saja dan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya. | Cerpen Romantis Dan Ternyata Kaulah Sang Pemilik Hatiku
Namun gadis berjilbab lebar pilihan orang tuanya itupun,adalah gadis baik yang bahkan telah mulai mencuri hatinya tanpa sadar.Lalu siapakah pemilik hatinya yang sebenarnya?
Rasyid menyandarkan tubuhnya pada longtable didekat meja kerja,tatapnnya tiba-tiba tertuju pada sebuah benda di atas meja dari kayu jati itu.Sebuah kitab suci berukuran kecil termangu dengan sampul berwarna hitam.Entah siapa yang menaruhnya? Dia tidak pernah memiliki benda itu di kantor.Hanya ada satu dan itupun selalu tersimpan didalam rak bukunya dirumah,tak pernah ia buka apalagi dibaca.Bahkan ia mungkin lupa bagaimana cara membacanya,sudah lama sejak ia membaca benda itu,sekitar puluhan tahun yang lalu ketika dia masih sekolah menengah pertama di kampung halamannya.Sejak pindah ke Jakarta dia bahkan tak pernah mengerjakan sholat dengan baik,hanya sesekali jika dia merasa sempat.
“Astaga...” Rasyid memegang dadanya.Jantungnya serasa meremas tiba-tiba,terasa nyeri ulu hatinya.Tangan kokohnya memegang ujung meja dengan kuat,keringat dingin sedikit membasahi pelipisnya.
“Rasyid!” Wanita itu terbelalak melihat laki-laki bertubuh tegap itu tersungkur di atas lantai.
“Kamu kenapa?” Tiara mengangkat kepala Rasyid.Tangan kecilnya memegang wajah kaku yang berkeringat dingin itu.Air matanya tumpah membasahi kening Rasyid,bibirnya bergetar melafaskan istighfar.
Rasyid menatap lekat,wajahnya mengeras menahan sakit yang terasa hebat didadanya.Tangan kekarnya menyentuh tangan Tiara yang mengusap wajahnya,menyeka keringat dingin yang semakin deras keluar.Tatapan wanita itu tampak begitu hawatir.
“Aku__” Suara Rasyid terputus.Mata tajamnya tertutup rapat dengan tangan yang terhempas kelantai.
Tiara terbelalak,wajahnya pias dengan mulut terbuka.Tangannya mengguncang wajah Rasyid,berusaha membangunkan laki-laki itu namun tak ada pergerakan sama sekali.Wanita itu menggeleng keras,tangisnya pecah seketika.Dia ketakutan,tak berani menghadapi hal yang sama untuk kedua kalinya.
“Rasyid...” Tiara menyapu wajah laki-laki yang dipangkunya,jemarinya menyentuh lembut wajah kaku itu.Dia tidak ingin kehilangan sekali lagi.
“Tolong!” Tiara berteriak dengan suara parau.
“Tolong!!” Tiara mengulangi teriakan nya lebih keras,berharap ada orang yang mendengarnya.
“Ada apa,Mbak?” Seorang karyawan datang dengan wajah panik.
“Tolong,Mas.Tolong telpon ambulance...” seru Tiara dengan panik,sembari berusaha membangunkan tubuh Rasyid,menyandarkan laki-laki itu pada meja didekatnya.
Laki-laki bertubuh kurus itu berlari kearah telpon dimeja Rasyid,memencet tombol-tombol kecil dibadan benda elektronik itu.Wajahnya pucat,kaget melihat keadaan sang bos yang tiba-tiba terkapar tak berdaya.
Tiara sibuk melpas dasi yang menempel dileher Rasyid,membuka beberapa kancing kemeja laki-laki itu dengan menutup mata.Berharap bisa memberikan udara yang cukup untuk parau-paru Rasyid.Jika bukan karena niat ingin memberikan pertolongan,dia tidak akan melakaukan ini.Laki-laki ini adalah haram baginya.
“Ambulance akan segera datang,Mbak!” seru laki-laki berperawakan kurus itu membantu Tiara untuk menolong Rasyid.
“Panggil yang lainnya,suruh mereka bantu bawa Rasyid keluar,” seru Tiara dengan cepat.
“Baik,Mbak.” Laki-laki itu berlari meninggalkan Tiara dan sang bos keluar untuk mencari bantuan.
Tiara merogoh tasnya dan meraih benda persegi berwarna putih didalamnya.Dengan cepat jarinya mencari dan menghubungi beberapa nomor telpon yang dianggap penting untuk mengetahu keadaan Rasyid.Wajahnya semakin pucat,tangan kanannya sibuk mengelap wajah laki-laki didepannya.
***
Wanita setengah baya itu menangis tesedu-sedu,dia tidak sanggup jika harus kehilangan putranya secepat ini.Laki-laki itu adalah anak satu-satunya,bagaimana ia akan menjalani hidup tanpa putra kesyangannya.
Wanita dengan kebaya hijau mengelus lembut bahu wanita disampingnya.Mencoba menguatkan dan menenangkan calon besannya.Setelah diberitahu oleh Tiara dia langsung meluncur ke rumah sakit bersama sang suami.
“Sabar,Jeng...” Buk Rahma memegang bahu buk Yunita menguatkan.
“Rasyid itu anakku satu-satunya.” Tangis wanita setengah baya itu kembali pecah.Punggungnya bergetar sesugukan.
“Dokter sedang menangani,lebih baik kita berdo’a,” ujar buk Rahma meremas jemari wanita yang seumuran dengannya itu.Berusaha memberi dukungan agar tak merasa sendirian menghadapai semu ini,terlebih suaminya sedang jauh di luar negeri,tak bisa dia ganggu pada jam-jam ini.
Pintu UGD terbuka,seorang dokter didampingi dua perawat keluar dengan membawa beberapa alat medis.
“Bagiamana,Dok?” Buk Yunita menatap laki-laki berkumis tipis didepannya dengan tatapan berkaca-kaca.
“Tenang,Buk.Putra,Ibuk tidak apa-apa.” Laki-laki berjas putih itu tersenyum menenangkan, “Itu hanya faktor kelelahan dan pikiran yang terlalu berat.Stress yang berkepanjangan,” jelas dokter menerangkan keadaan Rasyid dengan detail.
Semua orang yang duduk di kursi panjang itu menghela napas lega,termasuk Tiara.Gadis mungil itu sedari tadi tak henti-hentinya berzikir,duduk di bagian ujung kursi besi yang terdapat diruang tunggu.Hatinya tak tenang memikirkan keadaan Rasyid,ia sudah tahu bagiamana rasasnya ditinggalkan oleh laki-laki yang dicintainya dulu,dan kini dia tidak ingin lagi.Meski dia tahu bahwa laki-laki itu tak menginginkannya sama sekali.
Beberapa orang masuk kedalam ruangan Rasyid setelah dokter mengijinkan.Buk Rahma dan buk Yunita serta pak Abdurrahman.Mereka bertiga masuk bersamaan menemani buk Yunita yang masih terguncang deng keadaan sang anak.
Tiara menyandarkan tubuhnya lesu pada tembok.Ingin sekali menemui Rasyid,namun ia tidak mau semakin memiliki rasa pada laki-laki itu.Cukuplah hanya kepada yang kuasa di memasung rasanya,biar hanya Allah yang mengenggam hatinya bukan yang lain,begitu pula dengan Rasyid.Dia tahu,cinta kepada manusia hanya akan mendatangkan luka.Tapi cinta pada sang pencipta akan terbalas cinta dan bahagia.
Tiara mengeluarkan kotak cincin yang disimpannya didalam tas.Mata bulatnya menatap lesu pada benda itu,sebentar lagi benda itu akan ia kembalikan pada pemiliknya.Dia tidak ingin memakai sesuatu yang bukan haknya.Cincin ini harusnya berada di jari Rania,wanita yang dicintai oleh Rasyid bukan di jarinya.Ia tidak pantas jika harus menyimpan benda ini berlama-lama.
Pintu UGD kembali terbuka,tiga orang yang masuk tadi keluar bersamaan.Mereka terlihat tenang meski nampak sedikit hawatir,tertutama diwajah buk Yunita yang nampak berantakan setalah lelah menangis.
Pintu UGD kembali terbuka,tiga orang yang masuk tadi keluar bersamaan.Mereka terlihat tenang meski nampak sedikit hawatir,tertutama diwajah buk Yunita yang nampak berantakan setalah lelah menangis.
Tiara memasukkan benda yang dipegangnya kembali kedalam tas.Jangan sampai orangtuanya atau mamanya Rasyid tahu jika dia tidak memakai cincin lamaran itu lagi.
“Rasyid mau ketemu sama kamu.” Buk Rahma berdiri sambil memapah buk Yunita, “Ibu,mau nganter tante Rahma pulang dulu sama,Ayah” seru wanita Jawa itu dengan tatapan datar.Dia masih penasaran tentang kejadian sesungguhnya,terlebih putrinya yang menemukan Rasyid pertama kali pingsan.Bisa jadi semua ini ada hubungannya dengan gadis ini.
Tiara mengangguk faham.
“Hati-hati ya,Ndok.Jika ada apa-apa hubungi kami.” pak Abdurrahman mengelus punggung putrinya,kemudian berjalan mengikuti istrinya yang sudah terlebih dulu membawa buk Yunita untuk keluar.
Tiara berjalan keruang UGD,menarik napas sejenak lalu membuka pintu kaca di depannya.Hatinya sedikit berdesir.Mata bulatnya menemukan sosok berwajah kaku yang tampak pucat,duduk termenung dengan pakaian pasien yang menempel ditubuh tegapnya yang terlihat melemah.Tiara berjalan mendekat,detakan jantungnya terdengar seperti irama ketukan kaki yang terdengar jelas ditelinganya.Jantungnya lagi-lagi berdegup bila berhadapan dengan laki-laki ini.
Rasyid menatap datar,tangan kirinya tertusuk jarum infus yang membatasi geraknya.Bibirnya terarik kebelakang,sedikit menampakkan senyum yang amat disukai oleh gadis mungil didepannya.
Tiara duduk di kursi plastik dekat ranjang Rasyid,sesekali ia menghela napas lemah.Menundukkan pandangannya,berusaha menguasai dirinya yang ingin menangis saat ini juga.Iya,meskipun tampak seperti wanita yang keras kepala dan tegas,tapi dia memiliki hati yang begitu sensitif.Terlebih pada orang yang dicintainya.
“Aku minta maaf.” Suara serak milik Rasyid mengalihkan perhatian Tiara.Wajah sendunya yang tertunduk,kini tegak menghadap Rasyid.Mata bulatnya menatap Rasyid dengan tatapan tak terbaca.
“Maafkan aku karena menyakiti kamu.” Rasyid menatap Tiara dengan lekat.Dia mengakui kesalahannya dan dia ingin minta maaf.
Tiara tersenyum tipis.Kepalanya menggeleng pelan, “Kamu nggak usah minta maaf,tidak ada yang salah dalam hal ini.”
“Tapi aku sudah menghianati kamu.” Rasyid menatap semakin dalam.Mata tajam yang biasa dingin dan menukik, kini melemah dihadapan wanita mungil yang sudah mencuri hatinya.
“Tidak ada yang dihianati,kita belum memiliki ikatan apa-apa,” ujar Tiara penuh penekanan.
Rasyid menundukkan wajah tegasnya,ada sejuta sesal yang menghujani hatinya.Dia amat mencintai gadis ini namun dia sama sekali tak pernah tau cara mengatakannya.
“Aku ingin mengembalikan ini.” Tiara mengeluarkan kotak cincin beludru berwarna merah dari dalam tasnya.
Rasyid mengerutkan kening.
Rasyid mengerutkan kening.
“Itu cincin yang dikasih tante Yunita waktu lamaran,” ujar Tiara menjawab kebingungan Rasyid.
“Kenapa?” Laki-laki itu membulatkan mata.Syok dengan yang dilakukan Tiara.Baru saja dia ingin memulai semuanya,tapi gadis ini justru menyerah dengan begitu cepatnya.Sebegitu salahkah dirinya sampai tak ada lagi kata maaf?
“Itu bukan hak saya.” Tiara menundukkan pandangannya,mengontrol perasaaan yang berusaha menguasainya.
“Tiara,ini punya kamu.” Rasyid menyodorkan benda mungil itu.
Tiara menggelang cepat, “Itu punya nya Rania,” sanggahnya mendorong tangan Rasyid.
“tapi Tiara...”
“Sesekali cobalah mengikuti kata hati sendiri.Jangan mau dipaksa oleh orang lain untuk melakukan sesuatu,” seru Tiara tiba-tiba dengan bijak.
Rasyid menatap bingung,berusaha mencerna maksud gadis ini.
“Cinta itu nggak bisa dipaksakan,jadi jangan paksakan diri kamu untuk menerimaku hanya karena kita dijodohkan.Kamu dan Rania berhak untuk bahagia.” Tiara tersenyum getir.Ada luka disenyum itu dan Rasyid bisa mersakannya. | Cerpen Romantis Dan Ternyata Kaulah Sang Pemilik Hatiku
“Tiara...” Rasyid menyentuh tangan mungil Tiara yang menyilang diatas pangkuan gadis itu.
Tiara terdiam,tak memberontak sama sekali.Entahlah,dia sangat menginginkan laki-laki ini.
Rasyid menatap dengan lekat,manik hitamnya terasa menembus benteng petahanan Tiara.Gadis mungil itu terdiam seperti batu dan haya mengerjap sesekali.
“Menikahlah denganku.”
Tiara tersentak,mata bulatnya terbelalak tak percaya.Alisnya terangkat,bingung dan penasaran dengan maksud laki-laki didepannya.Iya,dia bisa mendengar perkataan Rasyid dengan sangat jelas,tapi dia tidak bisa membaca pikiran laki-laki itu dengan baik.Dia takut berspekulasi yang bukan-bukan,apalagi dia tahu betul Rasyid mencintai Rania bukan dirinya.
Rasyid menaikan alisnya,menunggu jawaban dari wanita berjilbab didepannya.
Tiara menelan ludah,tak bisa berkata apa-apa,mulutnya terkunci rapat.
“Bagaimana?” Rasyid menatap penuh harap.
“Hah?” Tiara menganga.Masih terlihat linglung,kehilangan konsentrasi.
Rasyid tersenyum tipis kemudian mengulangi perkataanya, “Menikahlah denganku,” ujarnya dengan lebih mantap dari sebelumnya.Tangannya masih memegang tangan Tiara yang berubah dingin.Terbaca dengan jels jika gadis itu sedang gugup.
Tiara menatap datar,sesekali menghela napas.Jangan ditanya lagi apa jawabannya,tentu saja ‘iya’.Tapi dia bukanlah gadis egois,yang hanya mementingkan perasaannya sendiri.Dia dan Rania adalah seorang wanita,dan dia tahu betul bagaimana perasaan Rania jika kekasihnya direbut oleh sahabatnya sendiri.Meski persahabatan mereka baru seumur jagung,tapi Tiara tahu betul jika Rania adalah gadis yang baik.Buktinya,meski ditinggalkan oleh Rasyid dalam waktu yang cukup lama tanpa pesan dan kabar.Wanita berambut pirang itu masih setia menunggu dan mencintai Rasyid.Walau dengan bentuk fisik indah yang dia miliki dia bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Rasyid, namun dia tak pernah mau menggantikan laki-laki cuek dan dingin ini.Sampai Rasyid kembali kenegara ini,dia masih menjadi Rania yang sama,Rania yang selalu mencintai pria cuek dan kaku yaitu Rasyid.
Tiara menarik tangannya, “Aku tidak bisa,” ujarnya dengan membuang wajah.Berusaha meneyembunyikan luka yang nampak jelas dari tatapan sendunya.
“Kenapa?” Rasyid menarik tangan Tiara kembali keatas pangkuannya.Ingin tahu alasan wanita ini menolak dirinya.Bukankah Tiara mecintainya? Dia bisa merasakan itu dari tatapan gadis mungil berjilbab ini.
“Aku tidak bisa menikah dengan laki-laki yang mencintai wanita lain.” Tiara menarik tangannya kembali.Ada rasa sakit yang berdenyut dihatinya saat mengatakan hal itu.
Rasyid mengernyit,matanya menatap tak percaya.Hatinya nyeri mendengar perkataan Tiara.Tak bisakah gadis ini mengetahui jika ia begitu mencintainya? Tak bisakah ia lihat sorot matanya yang menyiratkan itu semua? Mengapa wanita ini sangat bodoh sehingga mau mengalah hanya demi perempuan lain?
“Tiara...” lirih Rasyid dengan lembut,ingin ia sampaikan perasaan yang sebenarnya.
Tiara menundukkan wajah,ada airmata yang menetes dari mata bulatnya dan ia tidak ingin jika Rasyid sampai melihatnya.Itu memalukan,jika dia harus menangis dihadapan laki-laki ini.Tapi hati siapa yang tak luka jika mengetahui orang yang di cintainya ternyata mencintai orang lain?
“Aku dan Rania__”
Tiara mengangkat wajah,dia menggeleng keras.Tak sanggup mendengar pernyataan Rasyid.
“Aku sudah tau,” sanggahnya cepat,mengusap bulir hangat yang menetesi pipinya.Bibir tipisnya bergetar sembari mengucap istighfar dengan lirih.Tak sepantasnya dia bersikap lemah seperti ini,ini bukanlah karakternya.
“Tiara dengarkan dulu!” ujar Rasyid dengan tegas,dia sudah tidak tahan lagi.
Tiara menatap datar,mata bulatnya masih berkaca-kaca.
“Aku dan Rania sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.”
Tiara tersentak,tak percaya dengan yang dikatakan laki-laki ini.Mata bulatnya menatap penuh tanya.
“Aku memang mencintai Rania,tapi itu dulu,” seru rasyid penuh penekanan.Berharap wanita didepannya percaya.
Tiara mengangkat alis lengkungnya.Ingin mendengar penjelasan lebih banyak lagi.
“Kemarin malam itu aku tadinya mau jemput kamu” ujar Rasyid memulai penjelasannya dari awal.
Tiara memicing.Benarkah seperti itu? Tapi kenapa laki-laki ini justru berduaan dengan Rania?
“Di tengah perjalanan Rania chat aku,dia minta untuk ditemani makan malam” sambung Rasyid,masih dengan tatapan penuh sesal kepada Tiara.
“Aku lupa kalok aku pernah janji sama dia untuk pergi makan malam,dan sialnya dia mau pergi malam itu,aku nggak bisa batalin janji aku.” Rasyid memegang bahu Tiara dengan lembut, “Tolong percaya sama aku,” serunya penuh harap.
Tiara masih terdiam,tak mengatakan apapun.Hanya tangannya yang melepaskan cengkraman Rasyid dari bahunya.Rasanya sudah cukup untuk mendengar penjelasan Rasyid.Laki-laki itu sudah mengatakn semuanya dan dia menghargai itu.
“Tolong Tiara,percayalah.Aku mencintai kamu,” seru Rasyid menatap gadis mungil itu dengan lekat.Ia sudah tidak tahan lagi menyembunyikan semua ini.
Tiara menelan ludah.Benarkah apa yang ia dengar? Laki-laki cuek ini mencintainya?
“Rania?” Tiara mengalihkan,ingin memastikan semuanya lebih dalam lagi.
“Terkadang kita harus berhenti memikirkan orang lain demi kebahagiaan kita sendiri,” ujar Rasyid dengan serius, “Belajarlah untuk egois pada hal-hal tertentu.” Mata tajam itu menghangat,menatap lekat kearah gadis yang menatapnya jengah.
Wajah tirus itu menunduk,pipinya memerah karena malu.Ada kebahagiaan tersembunyi dari balik guratnya.
“Jadi gimana?” tanya Rasyid menggoda.Dia suka melihat warna merah jambu dipipi bersemu milik Tiara.
Tiara tersenyum merekah,barisan gigi putihnya menyembul rapi.Mata bulatnya yang sedari tadi berair kini berbinar penuh rona bahagia. | Cerpen Romantis Dan Ternyata Kaulah Sang Pemilik Hatiku
Bola mata beningnya menyilau indah,seperti dua bintang kejora dilangit subuh.
Rasyid memegang dadanya,dia tidak pernah sanggup melihat senyum mematikan gadis ini.Jantungnya berdegup dengan kencang,rasanya ia akan terkena serangan jantung sebentar lagi.
“Huh...” Rasyid menghela napas dengan berat.Mengelus dadanya menenangkan diri.
“Kenapa?” Tiara menatap hawatir.
“Tidak apa-apa,” seru Rasyid tertawa jengah.
Tiara tersenyum tipis,geli melihat tingkah lucu laki-laki dewasa didepannya.