Cinta bukan hanya tentang diksi romansa yang elok nan cantik,
karena sejatinya cinta yang benar adalah cambuk untuk lebih baik.
Hening sesaat. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 7
karena sejatinya cinta yang benar adalah cambuk untuk lebih baik.
Hening sesaat. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 7
Tak ada yang bersuara di kamar bernuansa hitam putih itu. Kamar Ananta mendadak senyap, tak ada keriuhan suara mereka yang sebelumnya masih asyik dalam obrolan malam itu. Hanya suara panggilan dari gawai Keka yang berdendang merdu memecah hening. Lagu Lost Boy sebagai nada dering mengalun lembut.
Keka masih menggenggam gawainya di tangan kiri. Ia menatap sekali lagi pada layarnya, membaca nama penelpon di sana lalu beralih pada mata Ananta.
"Dia nelpon," suara Keka terdengar ketus.
"Jawab! " Ananta merespon cepat.
"Nih! Kakak yang jawab, dia pasti nyari Kakak! " Keka menyerahkan gawainya pada kakak semata wayangnya yang sedari tadi terpatung di samping meja kerjanya.
"Jawab Neng, Khai nelpon Eneng itu," sahut lelaki berambut ikal ala Nidji. Keka menentang manik mata elang Ananta. Ada marah yang ingin ia luapkan, entah kemarahan pada siapa. Pada kakaknya yang main belakang menghubungi Khai, ataukah sisa kemarahan pada lelaki yang dua bulan lalu masih menjadi pemilik hatinya.
Keka meletakkan gawainya di atas meja kerja lalu berpaling begitu saja keluar kamar.
"Neng! " seru Ananta. Keka tak hirau. "Neng! Kalian sama keras kepalanya! "
Keka menghentikan langkahnya sesaat sebelum mencapai pintu. Ada Damar disana, mematung dengan sabar tanpa berani menginterupsi kakak beradik yang asyik berdebat. Sekilas mata indah Keka menatap Damar yang masih berdiri di sisi pintu tanpa bergeming. Lelaki bermata teduh itu melempar senyum teduhnya, seakan memberi isyarat agar Keka menahan emosinya. Keka tak sanggup berlama-lama menentang mata dan senyum itu. Ia langsung berbalik menjauh dari pintu. Ananta sudah menunggu dengan tanyanya.
"Apa salahnya kalau cuman jawab telponnya Neng? Kesampingkan dulu egomu. "
"Kakak tahu apa tentang Neng sama dia?" Keka maju selangkah mendekat. "Kakak engga tahu apa-apa! Jangan nilai Neng sekeras kepala dia, jangan! "
"Kalian tuh lucu," ujar Ananta dengan tawa kecil.
"Apanya yang lucu? " Keka mendelik.
"Sama besar egonya. Angkat dulu tuh telponnya, udah dua kali meraung, nangis Khai disana. " Ananta meraih gawai dari meja dan menyodorkan pada gadis bermata jeli itu.
"Buat apaan? Engga ada yang harus dibicarain lagi. Neng ngga percaya sama dia."
Nada dering lagu Lost Boy dari Ruth.B itu terdengar lagi untuk ketiga kalinya. Ananta tak bisa memaksa gadis didepannya untuk menerima telpon Khai meski sejujurnya ia berharap Keka mau menghadapi penyanyi sekaligus penulis lagu yang sedang naik daun itu. Menyelesaikannya dengan baik, menuntaskan segala rasa yang menderanya dua bulan ini.
"Neng, masalah itu harus dihadapi bukan dihindari apalagi dibawa lari, cape kan? " Ananta mencoba mencairkan suasana. Terlihat jelas raut wajah Keka diselimuti kemarahan terpendam.
"Siapa yang lari? Neng udah nyabarin dia Kak, nunggu dia, tapi dia yang ngga peduli perasaan Neng. Dia lebih milih jagain perasaan perempuan-perempuan diluar sana."
"Perempuan mana? Temen-temennya? Fansnya? Itu hanya sahabat dia aja Neng, tahukan dia public figure yang engga bisa lepas dari penggemarnya. "
"Kakak! " suara Keka menukas cepat. Keka tak bisa percaya pada pendengarannya, kakaknya lebih membela lelaki dari pulau seberang itu daripada adiknya sendiri. "Kakak kok malah belain dia! Kakak engga tahu kan apa yang dia perbuat selama gantungin Neng?"
"Tahu."
"Tahu darimana? "
"Jangan remehkan jiwa detektif Ananta, Neng," seloroh lelaki berbadan tegap itu.
"Engga lucu! "
"Jangan main-main dengan intuisi seorang kakak lelaki yang sayang adik perempuannya. Dia bisa menjadi selembut induk kelinci atau sekejam singa jantan saat kesayangannya terluka."
Keka terkesiap dengan ucapan Ananta. Tak ada perlawanan lagi. Kalimat terakhir lelaki yang begitu melindunginya sejak kecil itu meredakan amarah dalam dadanya.
"Kalau mau marah pada Khai, marahlah sekarang. Jawab telponnya. Saat cinta tak seperti yang kita maui, sedih dan marah bukan jawabannya Neng." Ananta meraih bahu Keka. "Hadapi saja. " Ia menyodorkan gawai putih itu lagi. Keka luluh. Diraihnya gawai yang masih bergetar dengan nada dering lagu kesukaannya itu.
Apa yang Ananta lakukan bisa jadi hanya sebuah reaksi dari sebongkah kekhawatiran seorang kakak kepada adiknya. Keka mencoba mencerna kembali kata-kata Kakak kesayangannya.
Khai, nomor lelaki itu masih tertera di layarnya. Sesaat disergap ragu antara menekan reject atau accept. Keka menatap lama layar gawainya. Hingga akhirnya hening. Lagu Lost Boy menghilang, tiga panggilan Khai tidak terjawab. Keka menarik nafas berat. Ada lega bercampur kecewa di sana, di palung hatinya yang terluka.
"Tidak hari ini. " Keka buka suara. "Suatu saat Neng akan bertemu dengannya sebagai Neng yang baru Kak. Neng yang lebih baik. Tidak sekarang. " Seulas senyum tersungging di bibir tipisnya.
Tetiba ada yang berdenyut nyeri di hatinya. Mengeja namanya saja mengundang ngilu apalagi mendengar suara merdunya dan dihujani diksi romansa lagi. Keka tak mau mengulang lara yang nyata dari janji yang maya. Itu sungguh merapuhkan jiwanya lagi.
"Terserah Neng." Ananta mengacak rambut hitam Keka. "Itu hatimu, milikmu, hak prerogatifmu. Kakak hanya engga mau lukanya lama engga sembuh-sembuh, itu menular ke sini tau? " Jari kokoh lelaki berjambang tipis itu menunjuk dadanya.
"Menular ya? Sini Neng tularin sekalian, biar ngilunya pindah, mau ngerasain sakau kaaan, " Keka menelusupkan kepalanya ke dada Ananta. Gadis itu tertawa manja. Amarah di dada luruh bersama tawanya.
Ananta balas memeluk sesaat, mengecup ujung kepala adiknya penuh sayang. Wangi shampoo menguar dari rambut panjang Keka, memaksa lelaki itu untuk segera menjauh dari dekapan gadis manja didepannya.
Ia tahu batas, cukup ia dan keluarga besar yang tahu rahasia besar itu. Ada batas antara ia dan adik kesayangannya. Cukup mereka yang tahu, tidak untuk gadis manjanya hingga suatu hari nanti seorang lelaki sholeh datang meminang.
"Ehemm.... " Deheman Damar mengusik ruangan. "Apa aku sudah boleh berhenti jadi patung? "
"Aa...kenapa engga jadi wasit tadi? Malah jadi patung. " Keka mendekat lalu meninju bahu Damar.
"Aa mau jadi pangeran yang menculik tuan putri tadi, tapi ternyata tuan putri lagi asyik melatih jurus perangnya dengan ksatria rambut ikal. " Damar berkelakar. Disambut gelak mereka bertiga.
Suara Abah menghentikan canda mereka. Makan malam sudah siap, Abah ingin semua berkumpul menikmati malam terakhir sebelum Ananta bertolak ke Bengkalis besok pagi.
Sepanjang malam itu banyak sekali Abah menyelipkan wejangannya. Tentang Ananta, anak lelaki satu-satunya Purwadiraja yang menjadi pewaris keluarga. Tentang Keka, gadis manja yang jatuh cinta dan baru tahu rasanya patah hati. Abah cukup lama membahas tentang anak gadis semata wayangnya.
Keka baru mengerti mengapa Abah tak memberinya ijin kuliah di universitas ternama di kota sebelah padahal tahun lalu Keka mengantongi kelulusannya sebagai mahasiswi. Abah terlalu sayang, hingga merasa tak bisa melepas Keka merantau di kota yang berjauhan dengannya. Meski alasan yang sebenarnya adalah karena sebuah janji. Janji pada almarhum ayah dan ibundanya Keka. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 7
"Di rumah wae ge Neng pacarannya bisa mengelabui Abah. Kumaha lamun jadi kuliah kaditu Neng?" Abah berseloroh. Keka hanya menanggapi dengan satu cubitan di perut gendut Abah.
Malam itu Abah banyak berkelakar, memberi wejangan sekaligus dongeng jelang tidur bagi tiga anak muda yang bagi Abah adalah bintang terangnya. Abah tetap cinta pertama bagi Keka, lelaki yang tak pernah membiarkannya terluka seumur hidup.
"Neng niat nikah teh bukan karena jatuh cinta, komo mun karena harta mah, atawa karena karunya, ulah. Niatkeun nikah teh saukur jang ibadah, yakin makmuman ka manehna teh surga karasa deket." Abah menasehati lagi.
Gadis itu sudah mendengar beberapa kali wejangan tentang pernikahan dari Abah dan Mamah. Tetapi baru malam ini Abah begitu serius membahasnya disaksikan Ananta dan Damar.
Membahas pernikahan membuat kenangan tentang Khai berkelebat lagi di kepala Keka. Ia pernah bermimpi menjadi pasangan jiwa lelaki berhidung mancung itu. Waktu itu mereka bercengkrama disaksikan rembulan. Bercerita tentang Khai yang mulai menabung untuk biaya pernikahan mereka. Berhayal tentang menimang bayi mereka di malam penuh bintang gemintang. Mimpi yang indah kala itu. Benarkah ia imam yang baik? Yang kata Abah bersamanya surga terasa lebih dekat? Pertanyaan itu berkelindan di kepala Keka sekarang.
Ia bahkan tak pernah tahu bagaimana Khai dengan shalat lima waktunya, bagaimana lelaki itu mengikat hati dengan Rabbnya. Keka belum sampai pada pemahaman itu. Ia bersyukur malam ini Abah mencerahkan pandangannya, mengobati luka hati dan memberi jalan untuk melerai rindu.
Malam itu malam yang penuh warna bagi banyak hati. Warna terang yang menenangkan hati Keka, melegakan bagi Ananta namun menjadi warna kelabu bagi Damar.
Tanpa sepengatahuan Keka dan Ananta, sore tadi Damar menghadap Abah dan Mamah. Mengutarakan maksud hatinya untuk meminang Keka di akhir Ramadhan yang hanya tinggal beberapa bulan lagi. Abah dan Mamah tidak terkejut dengan pinangan Damar. Sejak lulus kuliah lelaki yang sudah yatim itu memang sering berkelakar ingin meminang Keka. Kelakar yang dianggap canda semata bagi mereka sekeluarga, bahkan oleh Keka yang saat itu masih di tahun terakhir SMU. Bagi mereka Damar adalah anak kesayangan sebagaimana Ananta dan Keka.
Abah tak mengiyakan juga tak menolak maksud hati Damar. Abah banyak beretorika saat menyampaikan bahwa jodoh di tangan Allah. Bahwa kelak jika ia berjodoh maupun tidak dengan putri mereka, tak akan berkurang kasih sayang mereka.
Damar tak bisa meminta kata pasti dari Abah tentang pinangannya. Abah bilang jodoh, rizki, hidup dan mati tak bisa dipastikan datangnya. Namun yang bisa ia tangkap Abah sudah punya rencana lain untuk putri semata wayangnya, dan ia tidak ada di daftar rencana Abah. Ada yang berderak patah di hati Damar, meski tak sepatah saat melihat air mata Keka tumpah karena Khai. Tapi patahannya tetap membuat ngilu dadanya. Meski ia masih memiliki pengharapan luas atas takdi-Nya.
Warna kelabu yang menaungi Damar pun senada dengan malam panjangnya Khai di pulau seberang sana.
Dawai gitarnya mengiringi jadwal manggung malam itu. Senyumnya yang kerap memikat para penggemar kehilangan dayanya. Tercerabut bersama hampanya jiwa yang diabaikan Kekasih sore tadi. Tiga kali ia berhasil menghubungi gadis itu meski tanpa jawab, lalu hampa. Nomor itu tak aktif lagi. Keka berhasil memainkan rasa rindunya. Rindu yang terluka.
I can't see you,
I can't hear you,
I can't touch you,
But I love you, Dear....
I can't hear you,
I can't touch you,
But I love you, Dear....
Khai menyenandungkan lagu yang ia tulis malam itu.
Menikmati setiap luka sepenuh rindu. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 7