Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 6

Bukan rasa benci yang membuatnya berpaling dan lari, | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 6
namun rasa kecewa yang menjadikannya luka dan menjauh pergi.
" Kakak..., " suara Keka tercekat, parau, "hapeku kenapa disini?" Tangannya mengangkat gawai dengan cashing bergambar burung hantu. Gawai miliknya yang ia non aktifkan sejak dua bulan lalu, sejak mengusaikan hubungannya dengan Khai.

"Neng, kok masuk kamar Kakak engga bilang-bilang." Ananta menyembunyikan rasa terkejutnya. Mata elangnya hampir lompat melihat gadis sembilan belas tahun itu sudah ada di kamarnya mendapati gawai yang ia sembunyikan di laci meja kerjanya.

"Ini ... kenapa hape Neng ada di Kakak? "

"Sini...." Ananta mencoba merebut benda pipih itu dari tangan Keka. Tak berhasil. Ia kalah cepat dengan gadis berambut panjang itu. Keka berkelit, menggenggam gawainya erat lalu berpindah ke atas kasur. Menjauh dari Ananta yang masih memandangnya dengan tatapan bersalah.

"Ini..., " Keka mengangkat gawainya tinggi-tinggi dengan mata penuh tanya. "Kenapa ada di Kakak? Neng tuh nitip ke Mamah, terus kenapa ada di Kakak? Kenapa? "

Ananta menghela napas, matanya ia edarkan ke penjuru kamar. Kikuk.

"Mamah nitip ke Kakak, " jawab lelaki berambut ikal itu.

"Bohong! Pasti Kakak yang minta ke Mamah. " Keka membolak-balik gawainya. Masih utuh, tidak ada yang berubah di sana. Lalu sekali tekan gawai hadiah dari Ananta saat mendapat gaji pertamanya itu aktif kembali.

"Sini Neng, jangan dinyalain. Kan maunya Neng menonaktifkan nomer itu, ya kan? " Ananta mulai bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa yang disembunyikannya selama ini akan terbuka. Terkuak langsung di tangan pemiliknya.

Tak sabar Keka memeriksa panggilan terakhir dari gawainya. Sebuah nomor yang tak asing baginya. Ia memang sudah tak menyimpan nomor itu, tapi nomor akhir yang cantik itu tak akan pernah ia lupa. Nomor yang dulu sering menemani hari-harinya. Nomor yang selalu mengantarkannya pada mimpi indah menjelang tidur. Nomor seluler Khai, Rakhaiva Shinatriya. Penulis lagu sekaligus penyanyi yang baru meluncurkan album pertamanya sebulan lalu.

"Kakak...." Gadis bermata bulat sempurna itu menatap Ananta tak percaya. "Kakak selama ini berkomunikasi dengan cowok sialan itu?"

"Engga gitu juga, Neng."

"Engga gimana? Ini buktinya udah ada, jelas Kakak terima telpon dia, dan Kakak beberapa kali nelpon dia." Nada suara Keka meninggi.

"Cuman dua kali Neng, itupun yang sekali hanya misscall." Ananta tertangkap basah sudah. Ia menyesali kenapa lupa menghapus call history di gawai Keka.

"Cuman? Kakak tuh tega! Maksudnya apa coba? "

"Tenang atuh Neng, Kakak engga ada maksud apa-apa." Lelaki berbadan tegap itu beringsut mendekati adik semata wayangnya. Ia tahu gadis bermata cantik di hadapannya kalau sudah marah bisa mengegerkan seisi rumah. Tak bisa dikendalikan.

"Terus? " Mata bening itu menatap lekat pada Ananta. Tajam menembus hati lelaki yang dua tahun ini hanya pulang empat kali dalam setahun. Pekerjaannya sebagai programmer di sebuah stasiun televisi di Bengkalis memaksanya untuk menahan rindu tak bisa pulang setiap waktu.

"Kakak tahu kan, Neng bela-belain ganti nomer hape, pake hape jadul lagi karena Neng engga mau urusan sama cowok sialan itu lagi. Terus ini malah Kakak yang hubungin dia pake hape Neng . Apa coba maksudnya?"

"Makanya dengerin dulu. Kakak bisa jelasin." Ananta mendekat, duduk di tepian ranjang. Menghadap lurus pada Keka yang masih memasang wajah kesal. "Mamah cerita ke Kakak, Damar juga cerita kalo Neng patah hati sampe nyeunyeurian. Sakit sampe sering nangis semalaman di kamar. "

"Itu dulu." Keka menukas tegas.

"Yakin? Sekarang udah engga?"

"Yakin. "

"Tapi Damar kemarin cerita, Neng masih nangisin si eta."

"Itu karena dia kirim CD album menyebalkan itu. Dan itu airmata terakhir. Engga akan ada lagi. " Suara Keka melemah.

"Karena CD itu juga Kakak nelpon dia. Memastikan jika dia benar mau datang dia engga akan nyakitin hati Neng lagi."

"Ya ampuun Kakak percaya dia? "

"Tadinya iya. Tapi sekarang, engga."

"Kenapa engga? Kakak kan engga kenal dia."

"Kakak stalking instagram, facebook dan youtube akun dia. Selalu riuh dengan komentar cewek-cewek. Dia nampak menikmati hidupnya. Engga ada bekas patah hati dari Neng."

Nyuut! Ada yang menyahut sakit di hati Keka mendengar kalimat terakhir Kakaknya. Jadi benar ia sakit sendiri? Patah sendiri? Bagaimana bisa? Sedang ia merasa mereka pernah jatuh bersama, jatuh cinta berdua. Ini tidak adil! Batin gadis itu menjerit.

"Kakak stalking dia? Jangan-jangan pake akun Neng." Suara gadis semampai itu kembali ketus, menyembunyikan sakit yang menyahut di hatinya.
"Engga Neng. Hape Neng cuman buat nelpon dia sekali. Kalau stalking pake akun Kakak"

"Kenapa nelpon juga engga pake hape Kakak aja?

"Pernah pake nomer Kakak. Engga diangkat. Dia kan tertutup, pemilih banget orangnya. Berasa seleb engga bisa angkat telpon dari nomer hape sembarangan. "

"Terus? Kalian ngobrolin apa aja?"

"Masih penting? "

Hening. Keka tak bisa menjawab. Sejujurnya ia masih menyimpan banyak rasa pada Khai. Rasa sayang itu masih mengendap di palung hatinya, menenun rindu dari waktu ke waktu. Hanya saja logikanya bisa meniadakan semua endapan itu. Rasa kecewa dan sakitnya dikhianati melahirkan benci berbalut rindu yang menggebu.

"Terserah Kakak. Neng engga mau denger lagi tentang dia. "

"Bener engga mau denger kalau ternyata sebenernya dia masih mengharap Neng? "

"Tadi Kakak bilang dia engga patah hati. Terus sekarang bilang dia masih ngarep Neng. Engga jelas banget! Geje! " Gadis berpipi berisi itu bersungut-sungut. Tangannya memainkan gawainya. Mengaktifkan kembali beberapa aplikasi medsosnya kembali. Facebook dan instagramnya aktif kembali, namun nama Khai tetap ia blokir.

"Kakak chatting beberapa kali dengannya Neng. Dia pikir marahnya Neng hanya sesaat, akan kembali seperti putus yang awal lalu bisa nyambung lagi. "

"Lucu, nyambung dari mana? Dia yang menutup semua jalan untuk bersama. " Keka tertawa sinis.

"Okey, dia emang engga bisa prioritaskan Neng diatas para fansnya, tapi hatinya hanya untuk Neng. Kenapa engga dikasih kesempatan sekali lagi? "

"Kakak! " Mata dan mulut Keka membulat, marah. "Sebenarnya Kakak tuh belain Neng apa dia sih?"

"Ini bukan siapa bela siapa. Kakak mau Neng menyikapi ini dengan kepala jernih, dengan dewasa."

"Dua orang yang saling cinta, harusnya kan saling berjuang. Tapi kenapa hanya Neng yang berjuang sendiri. Sementara dia cuek, dia abai, dia engga peduli tentang perasaanku Kak."

"Maaf kalau Neng sampai merasa diabaikan."

"Kenapa Kakak yang minta maaf. Andai dia yang minta maaf mungkin kisah ini masih bisa diselamatkan. " Suara Keka terdengar sendu.

"Kalau Kakak bisa menghadirkan dia buat Neng, mau terima maafnya dia?"

"Buat apa? Terlambat. "

"Setidaknya itu mengobati cedera hatimu Neng. Engga enak kan hidup membawa luka batin kemana-mana. Itu lebih berat dari rindu Neng."

"Sok tau, Sok Dilan!" Keka melempar satu bantal ke arah tubuh kakak semata wayangnya. Ananta menangkap lemparan Keka dengan sigap. Tawa mereka berderai.

"Neng, move on atuh geulis? "

"Udah wew. " Keka mencibirkan bibir bawahnya.

"Kalau udah kenapa masih blokir dia? Kenapa engga mau denger lagunya dia? Harusnya biasa aja kan? "

"Neng udah pernah ngerasain sakau karena dicekokin indahnya diksi romansa dia Kak. Sakit. Bikin panas dingin. Engga mau lagi. "

"Ini bisa bikin sakau? " Ananta mengeluarkan CD album Kekasih dari laci di meja kerjanya. Sampulnya yang bergambar hati dan tulip merah itu sangat dikenali Keka.

"Neng minta itu di buang A Damar, kenapa malah ada di Kakak? " Keka bertanya bingung.

"Kakak pinjem dari Damar. Mau nyobain rasanya sakau."

"Kakaaaak .... " Keka memukuli Ananta dengan guling di tangannya. Kali ini tiada ampun. Ananta tak berkelit. Ia menikmati setiap pukulan adik kesayangannya itu dengan derai tawa. Keka baru menghentikan serangannya saat Ananta memohon minta ampun. |Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 6

"Ampun Neng, ampuun. " Lelaki dengan celana jeans belel itu pura-pura mengaduh, sebenarnya ia menikmati momen bercanda berdua seperti masa kecil mereka dahulu. Namun tak seperti ini masalah yang mereka candakan. Bukan tentang rasa.

Hasil penyerangan tadi Keka berhasil merebut CD Kekasih dari tangan Ananta. Dia tersenyum menang.

"Kak, ini Neng buang ya." Tangannya menunjuk pada CD.

"He em. Buang aja sana. Percuma CD nya dibuang tapi penulis liriknya, penyanyinya engga pernah Neng eliminasi dari hati."

"Siapa bilang! Neng udah move on Kakaaaak. "

"Berani buka blokir penyanyi sialan itu?"

"Apa hubungannya antara move on sama buka blokiran? Apa coba?" Keka mencibir lagi, "Neng hanya ingin membatasi dari dunia imajinasi, kembali ke dunia nyata. Neng ingin cinta yang nyata, Kak. Bukan yang riuh di dunia maya, tapi hampa di dunia nyata. Itu aja. "

"Hmm adek kecil udah gede yaaa. Jago berteori tentang cinta. " Ananta mengacak rambut Keka dengan penuh sayang. "Jadi beneran engga mau ketemu? Meski dia sedang sakau karena rindu kamu Neng, engga mau ngobatin rindunya? " Ananta menggoda lagi.

Keka menggeleng, kali ini dengan tegas.
"Sampaikan salam Neng ya, bilangin dia harus baik-baik, jangan pilek, jangan pulang malem, jangan keluyuran malem, jangan kurang minum, jangan ngerokok, jangan sakit. "

"Yoloooooh eneeeeng, udah kayak emaknya aja! Pesenan panjang amaaat, bilang sendiri sonoh! " Ananta balik melempar bantal ke tubuh Keka. Keka tergelak.

"Neng denger ya, jangan khawatirkan dia lagi. Dia lagi pendekate ama dua orang cewek. "

"Hmm... kasian."

"Kok kasian? "

"Iya kasian ceweknya Kakak. Siap-siap tekanan batin. "

"Engga kasian sama Khainya? "

"Kenapa dia? "

"Sepertinya dia bingung. Dua-duanya menginginkan memilikinya. Dia terjepit. Dan netizen nampak ikut memanaskan keadaan. Jadi rahasia umum, nampaknya reputasi dia mulai oleng. Belum lagi dia dikomplen produser karena kinerjanya yang indisipliner." Ananta berujar sambil membongkar lemarinya, bersiap packing untuk kepulangannya ke Bengkalis.

"Sungguh? " Keka bertanya, gusar.

Ananta menghentikan aktifitasnya. Membalikkan tubuhnya menghadap Keka. Mereka saling tatap dengan wajah serius.

"Masih peduli? "

"Entahlah. Aku ingin dia baik-baik Kak. Aku ingin dia bahagia. Dia terlihat seperti cadas yang kuat dari luar! Tapi dia sangat sepi didalam , rapuh."

"Begitukah? "

"He em."

"Anak pinter, sok move on tapi isi palanya masih mikirin dia." Ananta mencubit gemas pipi Keka. Ada rasa bersalah di hati Ananta, kemana saja dia sampai kecolongan seorang Khai. Setahun dibiarkannya sang adik semata wayang tersesat di hati yang salah. Bagaimana bisa dia biarkan adik lugunya bermain rasa dengan mempertaruhkan hatinya hingga berakhir remuk redam tanpa bentuk. Aah ini musibah! Ananta beristighfar.

"Sakit Kaaaak.... " Keka memegangi pipi yang memerah bekas cubitan Kakaknya. Ia balas menjewer telinga Ananta. Lelaki berwajah bersih itu berkelit, melompat menjauh dari kasur. Sejurus kemudian satu bantal terbang tepat ke wajah Ananta. Keka memberondong dengan lemparan bantal selanjutnya.

Bersamaan itu seraut wajah tampan memasuki kamar memecah seteru diantara Keka dan Ananta.

"Maaf, boleh ikut interupsi perang bantalnya? " Senyum teduh Damar mengembang.

Keka dan Ananta menatap ke arah sumber suara. Ananta langsung memberi isyarat dengan jarinya agar Damar masuk dan mendekat.

Ada debar halus bernyanyi di detak jantung Keka
malam itu saat senyum Damar muncul di hadapan. Ini cintakah? Atau hanya bahagia karena senyum teduhnya seperti gerimis di senja hari yang merona, sejuk dan akan selalu ada bagi Keka.

"Aa." Keka membalas Damar dengan senyum termanisnya. Keka menggelung rambut panjangnya spontan, ia merasa gugup. Ingin berkaca seketika membenahi penampilannya.

"Masuk A, " Keka mempersilahkan. Bersamaan itu gawainya bergetar. Sebuah panggilan masuk. Nomor cantik itu tertera di sana.

Keka terkesiap, kaget. Khai? | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 6

- Bersambung -