Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 10

Bukan jarak tempuh yang membuat kita jauh, namun keraguan dan ketidak percayaan yang membuat cinta luruh.
Khai merasa benar-benar melihat sosok Keka di antara kerumunan pengunjung Cafe Teras malam itu. Rambut hitam yang panjang lurus dengan ikal di ujungnya nampak tergerai, ia bergerak menjauh dari panggung. Khai baru menyelesaikan satu lagunya. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 10   

Ia tak bisa melanjutkan, konsentrasinya buyar seketika. Khai turun dari panggung setinggi 50 sentimeter itu. Tak dipedulikannya teriakan beberapa penonton yang masih menunggu sajian lagu-lagu karya lelaki berkulit eksotik itu.

Khai mengejar gadis berpakaian kasual yang sekilas ia lihat saat berada di panggung tadi. Gitar ibanez metalik ia sampirkan di punggungnya. Bergegas ia menuju pintu keluar. Gadis berwajah Keka itu cepat sekali bergerak. Khai tak mau kehilangan gadis yang lebih dari setahun ini sudah mencuri hatinya. Pencurian terbesar dalam kehidupan Khai yang selama ini tak pernah sepi dikelilingi para wanita. Meski begitu ruang di hatinya kosong, direbut semena-mena gadis belasan tahun itu tanpa basa basi. Tanpa tahu kapan hati tercuri itu dikembalikan. Khai sungguh-sungguh kehilangan.

"Ke! " seru Khai. "Keka! "

Tak menoleh, gadis itu terus saja berlalu. Melalui pintu keluar , melenggang dengan santai. Membuat Khai menggila. Ditabraknya beberapa pengunjung cafe yang malam itu sangat padat hingga menutup jalan keluar. Satu sikutan tanpa sengaja membuat seorang pengunjung cafe tak terima. Khai mendapat satu pukulan telak di mulutnya.

Lelaki berwajah Jawa-Pakistan dengan tulang rahang lancip itu kaget. Ia tak siap mendapat tinju yang membuat tubuhnya terhuyung menabrak beberapa meja yang berjajar di depan pintu masuk.

Khai ingin membalas, tapi ingatan tentang Keka membawanya bangkit kembali untuk mengejar gadis itu. Diabaikannya lelaki bertato tengkorak yang terus menyumpahi dirinya saat ia minta maaf. Khai sebelumnya tak pernah mau mengalah. Ia akan balas siapapun yang mengganggu hidupnya, terutama privasinya. Tapi kali ini ia mengalah. Demi mengejar Keka ia lontarkan kata maaf itu. Kata sakral yang baginya terlalu merendahkan diri jika harus terucap dari bibirnya. Bahkan pada Keka, gadis yang sering ia lukai hatinya itu, tak pernah ia hadiahi kata maaf. Sekalipun.

Entah kesadaran dari mana, malam itu Khai hanya ingin bertemu Keka sekali lagi, ingin memeluknya dan menyampaikan kata maaf seandainya itu memang pertemuan terakhir. Sekali lagi saja. Meski ia berharap masih ada kesempatan baginya menggenggam hati gadis keras kepala itu.

Dengan susah payah Khai meraih bahu yang tingginya hampir sejajar dengannya.

"Keka! "

Mata mereka bertemu. Khai kecewa. Itu bukan mata yang ia rindu. Bukan mata Kekasihnya.

"Maaf, salah orang. " Khai mundur satu langkah. Dia sungguh kecewa. Kerinduan akan Keka benar-benar melahirkan halusinasi yang terasa nyata bagi matanya, bagi jiwanya. Ia merasa limbung.

"Bang! " suara Gayatri membuyarkan lamunan Khai. Gadis berjilbab merah muda itu sudah berdiri di belakangnya. Bergeser menyejajari Khai, menatapnya dengan mata gulana.

"Keka!"

"Keka?" Gayatri balik bertanya.

"Aku seperti melihat Keka barusan."

"Keka mantanmu Bang?"

"Keka." suara Khai lirih. Ia masih menatap punggung gadis berambut panjang itu tanpa menghiraukan pertanyaan gadis di sebelahnya.

"Kau salah orang. Kau tidak tahu Keka berhijab sekarang?"

"Berhijab? Kau tahu darimana Gay?"

"Aku berteman di instagram dan facebooknya."

"Bagaimana kabarnya dia sekarang? " Khai menyalakan class mildnya. Menghisap perlahan, menikmati setiap helaan nafas bersama rokok yang konon jenisnya paling rendah kandungan tar dan nikotinnya. Ia menyesapnya, menghilangkan sakit di ujung bibirnya yang terkena tinju lelaki bertato tadi.

"Dia aktif di medsosnya? Kangen aku. "

"Benar ternyata. Kau naif dan munafik, Bang."

"Maksudmu?"

"Kau menggodaku, menggoda Diana, menggoda penyanyi itu, dan merayu pelukis itu. Sementara hatimu masih merindukannya, beku terperangkap masa lalu." suara Gayatri bernada kesal.

"Menggoda bukan berarti cinta Non! Kaum kalian yang kelewat baper! Bahkan beberapa dari kalian datang sendiri menggodaku, minta untuk digoda. Setidaknya saat aku berkomitmen pada seorang Keka, aku setia. "

"Kau...," Gayatri menatap Khai nanar. "Sialan! " Gadis yang skripsinya terbengkalai karena mengambil part time job manggung di cafe yang sama dengan Khai itu mencoba menahan amarahnya.

"Love you Gay." Khai mengedipkan satu matanya.

"Hate you! " Gayatri berbalik dengan dada naik turun menahan letupan di dada. Ia sudah cukup bersabar menghadapi Khai yang semaunya saja bersikap. Kadang sampai tengah malam Gayatri menunggu Khai membalas pesan di watsapnya, hanya untuk mendapat peluk dan ciuman selamat tidur dari gawainya. Tiba-tiba ia merasa bodoh. Mengharapkan lelaki yang hanya menganggapnya pengisi waktu senggang, atau bahkan pelarian dari kerinduannya pada gadis lain. Pelarian dari Kekanya Khai. Gayatri menangis.

Bagaimana bisa seorang putri pengusaha terpandang di kota itu, mahasiswi terbaik di kelasnya yang punya talenta menulis dan menyanyi dibodohi lelaki tak bertanggung jawab seperti Khai. Gayatri membatin. Ia ingin mengakhirinya. Melupakan Khai selamanya. Membebaskan perang batin di hatinya.

Ia tiba-tiba merasa iri pada Keka, gadis belasan tahun yang berhasil mencuri hati Khai dengan kesederhanaan dirinya. Ia bukan saja stalking semua media sosial Keka, tapi juga menghubungi Keka tanpa sepengetahuan Khai. Mereka bicara.

Gayatri mengenalkan dirinya sebagai seseorang yang sedang dekat dengan Khai. Mempertanyakan mengapa Keka tak memberi kesempatan sekali lagi pada Khai untuk kembali. Memancing Keka untuk bicara tentang perasaannya pada Khai, sebelum ia melangkah menggantikan posisi gadis itu.

Keka yang saat itu hanya online di instagram dan facebook sesekali saja, menanggapi dengan dingin. Ia tak terpancing. Ini bukan pertama kali Keka di hubungi para perempuan yang penasaran pada sosok penyanyi dan penulis lagu yang sedang naik daun itu. Ia sudah kebal. Menutup mata dan telinganya rapat-rapat meski hatinya masih merintih sakit. Ia bergeming, hanya menjawab sekenanya. Lalu menghilang lagi.

Bagi Gayatri, Khai maupun gadis itu sama misteriusnya. Hati yang tak terjamah.

Sedang bagi Keka, sudah cukup hatinya porak poranda di dunia maya, saatnya mengutuhkan lagi di dunia nyata bersama jodoh yang bisa ia genggam. Ia terlalu lama memberi jalan bagi para perempuan yang menggandrungi lelakinya itu untuk menghirup semua tentangnya. Hingga ia sendiri tak bisa bernafas dibuatnya.
***

"Khai! " Keka menjerit kecil. Matanya terpejam. Keringat keluar di seluruh tubuhnya.

Ia demam tinggi lagi malam itu. Abah yang berjaga di sisi ranjang Keka menggenggam tangan putri kesayangannya itu. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 10   

"Neng ... ieu Abah. Gugah Neng." Abah berbisik di telinga Keka. Penuh sayang lelaki yang usianya sudah kepala tujuh itu mengusap keringat di kening Keka. Sudah tiga hari Keka di rawat di rumah sakit kota. Belum diketahui sakit apa karena hasil lab belum keluar.

Awalnya hanya demam disertai flu saja, ternyata setiap malam Keka terus demam tinggi hingga mengigau. Biasanya dalam igauannya Keka memanggil abah dan mamah, baru kali ini memanggil Khai. Abah merasa cemas. Ia coba mengompres kening Keka dengan air hangat perlahan. Ia tak mau membangunkan istrinya yang tertidur di sofa ruang tunggu.

Lelaki dengan rambut memutih itu sudah mendengar tentang Khai dari Damar maupun Ananta. Rakhaiva Shinatriya, ia sudah mendengar tentang lelaki yang pernah menjadi pusat perhatian dan kasih sayang putrinya itu. Ia pikir semua sudah selesai, ternyata malam ini nama itu keluar lagi dari bibir Keka. Abah merasa dikhianati, merasa di bohongi. Ia pikir pasti Keka masih menyimpan cintanya untuk Khai.

Bagi seorang ayah, mengetahui anak perempuannya mencintai lelaki lain adalah sebuah penantian sekaligus ujian terberat. Penantian, karena saat itulah seorang ayah akan memberikan estafet amanah pada lelaki yang mencintai putrinya. Namun juga ujian berat karena harus menyerahkan hati putrinya sepenuh jiwa raga tanpa kepastian akan dibahagiakan ataukah justru sebaliknya, disia-siakan.

Memikirkan seorang Khai rasanya lelaki tua itu ingin mengetuk langit arsy, bertanya diakah jodoh yang Allah pilihkan untuk putrinya?

Ada banyak yang berkecamuk di kepala Abah. Bukan saja tentang siapa Khai, sesholeh apa lelaki itu, tetapi juga bagaimana ia menyampaikan pada putri kesayangannya bahwa kelak bukan ia ataupun Ananta yang menjadi wali nikahnya, melainkan seorang wali hakim yang ditetapkan negara. Itu berat bagi Abah.

Keka terbangun selepas subuh. Suhu badannya sudah mulai turun. Ia melihat Abah dan Mamah dengan mata setengah terbuka. Kepalanya berat, mata terasa berkunang-kunang.

Semalam ia bermimpi buruk. Ia melihat Khai terhuyung dipukuli seorang lelaki. Melihat Khai tak berdaya, namun bukan itu bagian terburuknya. Ia melihat Khai bersanding dengan seorang perempuan. Cantik. Ia tak mengenalnya. Dan hatinya masih terasa pedih mengingatnya. Mimpi yang aneh. Keka tak ingin mengingatnya namun semakin menghapus wajah lelaki berhidung bangir itu semakin kuat ia bermain di pelupuk matanya. Kenangan itu masih merajamnya, meski tak sesakit memikirkan kenyataan tentang dirinya yang tak beribu dan berbapak. Ya Keka sakit karenanya. Ia sendiri menanggungnya. Ia tak ingin abah dan mamah tahu beban hatinya.

Abah baru selesai menyuapi Keka saat Damar datang menjenguknya. Abah sengaja menelpon Damar karena hari ini jadwal Abah kontrol kesehatan jantungnya yang setahun lalu di pasang ring setelah di vonis dokter terkena jantung koroner.

Abah memeluk Keka lama saat pamit pagi itu. Ada yang tak biasa, hati Keka terasa nelangsa ditinggalkan lelaki yang seumur hidupnya menjadi ayah sempurna meski darahnya tak mengalir di nadi. Keka meyakini cinta abah dan mamah tak ubahnya bagai dua nafas yang memompa peredaran darah di jantungnya. Ia hidup karena cinta keduanya.

"Tenang Bah, aya Damar. " suara Damar menenangkan lelaki tua bertubuh tambun itu. Abah menepuk bahu lelaki berwajah putih bersih disampingnya. Ia percaya pada Damar sebagaimana percaya pada putra semata wayangnya, Ananta.

Abah dan mamah mencium kening Keka penuh sayang sebelum keluar ruangan.

"Mah, Bah haturnuhun. Neng sayang, " suara Keka lirih menahan getar di hatinya. Mamah mencubit hidung Keka, mereka saling melempar senyum. Abah menggamit tangan Mamah keluar ruangan. Keka mengiringi dengan senyum simpulnya.

"Aa juga sayang."

"Diih Aa nyamber aja. " Keka tak bisa menahan senyumnya. Benar saja, baru satu kalimat terlontar dari lelaki bermata teduh itu Keka sudah bermandikan senyum pagi itu.

"Udah belum pagi ini De? "

"Udah apa? "

"Udah kangen Aa."

"Aa genit ih," Keka tertawa lepas, ia ingin melempar gumpalan tisu di tangannya tapi ia masih terlalu lemah. Akhirnya ia hanya mengibas-ngibaskan jemarinya, seakan mengusir lelaki dua puluh lima tahun itu.

"Ya udah, kalau belum besok Aa tanya lagi ya."

Keka menggeleng sambil tertawa kecil.

"Udah ngerayunya, sarapan gih. Cari bubur atau nasi uduk di kantin rumah sakit A. "

"Samaan ya."

"Samaan gimana? Adek udah makan bubur tadi disuapin Abah. "

"Ya samaan dong De."

"Apanya? "

"Jatuh cintanya."

"Aa ....!" Kali ini Keka meraih buku Rindunya tere liye,berlagak seperti akan melempar ke arah Damar. Lalu urung. Berganti dengan tawa menderas diantara mereka berdua.

Pagi itu selepas demam dan mimpi buruk semalam, Keka menemukan semangat hidup yang hangat. Sehangat cinta tulus yang berbalut rasa percaya dari palung hati terdalam. Keka menaruh percaya itu pada lelaki di hadapannya sekarang. Melarungkan selembar kisah masa lalu, berpamitan pada semua mimpi bersama Khai. Ia meyakini kadang ada yang dicinta dan dicipta untuk dilupakan.

Gadis itu berharap bersama demam yang telah usai, ia menutup kisah itu. Meski semalam ada Khai dalam doa Abah yang tak pernah terdengar oleh gadis bermata indah itu. Biarlah langit yang menerjemahkan takdir mereka dengan bahasa rindu pada doa-doa yang terlontar. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 10   

- Bersambung -