Wajah Kekasih masih basah air wudhu, anak rambut jatuh di keningnya.
Tanpa sempat mengeringkan dengan handuk, ia bergegas menuju ketukan di pintu depan. Hatinya sesaat berlonjak girang, ada letupan bahagia yang memercik lembut. Entah mengapa. Karena harapan itukah? Harapan pada rindu yang segera terobati. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 3
"Paket, Teh, " seraut wajah muncul dari balik pintu. Keka langsung menyambut paket tipis bersampul plastik yang diberikan kurir paket. Ada kecewa saat mengetahui yang datang bukan lelaki yang ia harapkan. Entah sebenarnya ia mengharapkan siapa?
Ada banyak rindu menghuni di dadanya akhir-akhir ini. Berdesakan membuat ia sulit bernafas setiap malam. Rindu pada Ananta, kakak semata wayangnya yang sudah setahun ini bekerja di Bengkalis. Andai Ananta bekerja di sini, dekat dengannya tentu patah hati tak seberat ini rasanya.
Rindu pada Damar, lelaki teduh yang baru saja bersua kembali setelah hampir dua tahun pergi tanpa kabar. Andai Damar dan Ananta ada di sini tentu ada banyak tawa yang bisa melebur sakitnya dikhianati. Benarkah ia dikhianati?
Aaah!
Keka membatin pedih. Mengapa sulit sekali melupakan sosok menyebalkan itu. Ya, ia masih menyimpan rindu itu pada Khai. Lelaki berwajah blasteran Jawa dan Pakistan itu sungguh masih melekat erat di ingatannya. Setahun menjalin cerita cinta dengannya berhasil melukis luka dan rindu dengan indahnya. Bagaimana ia menghapuskan lukisan itu? Gadis itu tak tahu caranya. Benar-benar tak mengerti.
Keka menghela napas panjang, menghalau sesak yang tiba-tiba menghampirinya.
"Dari siapa, Pak?" Keka menandatangani resi paketnya.
"Ada tertera Teh namanya, dari...," petugas bertopi merah itu memicingkan matanya mencari nama pengirim pada resi, "dari Khai teh. Batam."
Lelaki itu pamit meninggalkan Keka yang tergamam dengan bibir setengah terbuka. Matanya nanar menatap bungkusan tipis di tangannya.
"Allah...." Keka mendesah, tiba-tiba seluruh persendiannya lemas. Pandangannya kabur terhalang mata air yang siap meluncur dari mata bulat cantiknya.
Matanya sesaat dikerjap-kerjapkan. Buliran itu jatuh cepat di pipi putihnya. Secepat punggung tangannya yang refleks menghapus kasar air hangat itu.
Ia memandangi lama sampul paket di tangannya. Khai membungkusnya dengan rapi sekali.
Gadis bermata indah itu membukanya dengan hati-hati. Tangannya tiba-tiba gemetar. Sesaat ia urung melanjutkan, matanya dipejamkan. Ia merasa tak mampu melakukannya. Tak mau lagi berurusan dengan lelaki yang pernah begitu dicintanya.
Ia membuka mata bulatnya yang sempurna. Mengumpulkan keberanian hatinya untuk membuka sampul paketnya perlahan. Seperti dugaannya, ini CD album perdana Khai. Sampul albumnya berwarna hitam dengan gambar hati merah menyala, terukir satu kata 'KEKASIH'.
Keka memandanginya lama. Menyentuh sampul album itu dengan tangan kanannya, mendapati secarik kertas merah muda terselip di sana.
Keka meraihnya. Menatap tulisan tangan yang begitu ia kenal, tulisan elok Khai. Gadis itu membacanya tanpa suara.
"Untuk Kekasihku, aku akan datang pada saatnya Ke."
Di Ujung Rindu,
Khai.
Keka menggigit bibirnya lama. Membacanya sekali lagi. Menyentuh kertas merah jambu itu dengan jemarinya, mengalirkan rasa rindu itu meski penuh
ragu. Lalu tersedu
Ini bahagiakah? Bahagia karena akhirnya Khai kembali memalingkan hati untuknya? Berjanji untuk datang menjadi nyata padanya?
Bukan.
Ini semacam rasa sakit yang tak tertahankan. Meski entah sakitnya dimana. Di dadanya kah? Di hatinya kah? Di kepalanya? Di tangannya? Keka tak bisa merabanya dengan jelas. Ini sakit karena janji yang ia khianati. Dan haruskah ia percaya lagi untuk kemudian terluka lagi?
Beberapa kali ia menarik napas menenangkan jiwanya. Memejamkan matanya lama. Membiarkan buliran bening itu turun pelan menikmati setiap lekuk pipi gadis sembilan belas tahun itu.
Keka membiarkan dirinya hanyut bersama air mata pagi itu.
Menenggelamkan semua rasa di sujud dhuhanya. Mengiba pada sang Maha pelerai rindu agar mencabut segenap rasa yang menyesakkan dadanya. | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 3
Keka menatap sekali lagi surat dan album lagu KEKASIH dari Khai. Gambar tulip merah kesukaannya tiba-tiba memerangkap dirinya pada kenangan indah bersama Khai.
"Ini jahat sekali Khai. Kau jahat." Keka mendesah panjang, dan meremas surat Khai dengan satu kali gerakan.
Keka tak pernah tahu bagaimana perjuangan Khai menuliskan surat itu. Beratus kali Khai mencoba merangkai kata yang tepat untuk Keka.
Pertama ia hanya menulis 'rindu' lalu dirobeknya. Sekali lagi ia merangkai kata 'Aku di ujung rindu', dan ia membuangnya. Begitu seterusnya berulang-ulang.
Perlu ratusan helai kertas untuk merangkai kata rindu pada gadis keras kepala itu, dan perlu ratusan menit ia habiskan hampir tanpa hasil. Tak semudah saat ia menuliskan diksi romantis di lagu-lagu karyanya yang selalu digandrungi para gadis maupun emak-emak. Ini sungguh tak mudah.
Keka tak pernah tahu, pada tinta yang ditorehkan Khai ada airmata yang jatuh berkali-kali. Airmata yang tak pernah diingini oleh lelaki itu, namun tak juga bisa ia kendalikan saat rindu itu mengejarnya tanpa ampun. Khai tak pernah terjerat rasa sehebat itu.
Petualangan cintanya yang lalu tak sampai meninggalkan jejak sekuat ini. Sedalam ini. Khai merasa ia sedang dikutuk, kutukan atas hati yang terlalu lama menikmati euforia diingini banyak perempuan, kutukan hati yang tak pernah mau tahu dimana ia harus berlabuh. Hingga akhirnya ia benar-benar kehilangan jalan pulang pada dermaga hatinya.
Lelaki 24 tahun dengan janggut tipis terurus itu harus menelan hampa di malam-malam panjangnya saat merindukan suara tawa Keka.
Keka tak pernah tahu bahwa untuk sampai pada mengemas album itu, Khai harus berperang dengan egonya yang begitu jumawa. Ia harus menaklukan harga dirinya yang terlalu tinggi, ia harus melemaskan semua syaraf kepalanya dan berdamai pada rindu.
Keka tak pernah tahu itu semua sebagaimana Khai pun tak pernah tahu bahwa Kekasihnya tak pernah sudi menikmati karya masterpiece-nya, meski itu didedikasikan untuknya.
Keka memungut kembali surat merah jambu itu. Membukanya hati-hati seperti ia memperlakukan barang pecah belah yang terbungkus koran.
Tulisan tangan Khai nampak tak sempurna lagi, penuh guratan bekas remasan. Tulisan itu tetap terbaca, namun tak bisa kembali indah.
Keka seperti memandang hatinya sendiri di sana. Hatinya ada, masih berdebar setiap jatuh pada nama Khai namun ia tak utuh lagi untuknya. Tak akan pernah sama lagi.
Melipat kembali surat itu dengan rapi. Memasukkannya kedalam amplop cover CD album Kekasih dan menyimpannya di dalam lemari buku. Ia tak berniat menjamahnya lagi hingga nanti bertemu satu hati untuk ia titipkan segala rasa yang pernah ada pada Khai. Satu hati yang cahayanya mulai berpendar di palung hatinya yang terdalam, yang berjanji untuk datang lagi ditiga malam yang akan datang. Pada cahaya itu Keka ingin menitipkan hatinya.
Saat luka ini begitu dalam, dan rindu ini begitu tajam, lalu siapakah yang kejam,
Khai? | Cerpen Sedih Cintaku Hanya Sampai Diujung Rindu Part 3
- Bersambung -