Cinta Yang Sejati Kepada Pemilik Jiwa

Beferlianastasya langsung balik ke Bekasi setelah nonton film bareng aku dan Nafiez. Dia gak bisa ninggalin mama sendirian di rumah. | Cerpen Islami Cinta Yang Sejati Kepada Pemilik Jiwa

Apalagi di usianya yang gak lagi muda, 60 tahun.

Mama pasti kerepotan jika memerlukan sesuatu tanpa bantuan Be, anak perempuan satu-satunya dalam keluarga kami.

Tak lupa pula aku memberi sedikit uang jajan untuknya. Awalnya dia nolak dengan alasan uangnya masih ada, tapi aku tetep maksa. Apa boleh buat, akhirnya dia menerima.

Be bukan tipe adik yang manja. Dikit-dikit minta duit pada kakak-kakaknya. Dia cukup tahu diri akan hal itu. Tapi aku dan kak Dhimas yang peka, kapan harus memberi uang untuk Be dan Mama.

"Aku pulang dulu ya, Kak ... Makasih buat semuanya. Filmnya tadi keren banget!" Be mencium punggung tanganku setelah ojek onlinenya dateng.

"Iya sama-sama. Kamu hati-hati. Salam buat mama ya!" aku menepuk punggungnya.

"Iya, Kak ..." anak itu beralih ke arah Nafiez.

"Belajar yang rajin ya, Boy! Selalu nurut apa kata abi, oke?" rambut Nafiez diacak-acak.

"Ok, Tante ... Si Miku jangan lupa dikasih makan ya!" mata Nafiez bulat mengintruksi.

"Ok, komandan ... :D assalamu'alaikum ..." Be beranjak naik ke motor.

"Wa'alaikum salam ..."

Aku dan Nafiez menjawab salam bersama.

Setelah kupastikan Be pulang naik ojek online, baru aku dan Nafiez balik ke Cikarang pake angkot. Aku tidak membawa motor karena kami berangkat bertiga.

Selama perjalanan pulang, aku memikirkan banyak hal.

Pernahkah kau merasa kesepian di tengah keramaian? Aku pernah, bahkan sering. Sekarang pun aku sedang mengalaminya. Deru kendaraan, bising klakson, gemerlap lampu-lampu jalanan, dan hiruk-pikuk lain tak sanggup mengusir sepi yang tiba-tiba menyelinap masuk ke dalam hati ini.

Aku baru saja menonton film bersama anak dan adikku tercinta. Seharusnya aku senang bukan? Tapi mengapa rasa ini masih tetap tinggal? Begitu menyesakkan. Seakan meminta penawarnya segera. Tapi sayang, penawar itu sudah lama pergi. Menyisakkan aku yang tertinggal di sini.

Langit di atas sana begitu bersahabat. Bulan dan bintang gemintang indah menggantung. Seakan tersenyum memberi semangat kepadaku untuk bangkit. Tapi lagi-lagi aku tak bisa menerima uluran tangan mereka. Hatiku belum bisa berdamai.

Kau boleh saja mengatakan bahwa aku laki-laki yang lemah lagi bodoh. Tidak bisa lepas dari bayangan masa lalu. Peduli apa? Biarkan Tuhan yang menilai betapa besarnya cinta ini untuknya.

Pikiranku kusut. Tatapan mata ini kosong. Air mata sudah tak bisa lagi mengalir. Dadaku sesak. Ingin berteriak tapi tak bisa. Tenggorokanku tercekat. Sunggingan senyum pun sangat mahal untuk kukeluarkan.

Aku hanya bisa mendekap jagoan kecil ini, Nafiez. Kukecup rambut hitamnya yang selalu harum. Berharap ada ketenangan di sana.

"Abi kangen sama momy, ya?" selalu itu yang dia tanyakan saat aku seperti ini.

"Kan memang abi kangen momy setiap hari ..." semakin kurekatkan pelukan ini.

Kami saling terdiam menatap pemandangan kota Cikarang pada malam hari. Angkot masih terus berjalan, membawa kami pulang untuk melepas lelah.

Akhirnya kami sampai juga di rumah. Kondisi terasnya masih gelap karena aku lupa tadi sore belum menyalakan lampu depan. Begitupun dengan ruang tamu dan tempat lainnya juga sama, masih gelap.

"Bi, Nafiez langsung ke kamar ya ..." anak itu minta izin setelah lampu kunyalakan.

"Iya. Jangan lupa sikat gigi dan berwudhu ya, Sayang!" aku mengingatkan.

"Iya, Bi."

Aku menatap punggungnya hingga hilang di balik pintu kamar. Kukunci pintu depan dan kembali mematikan lampu ruang tamu. Aku juga mau ke kamar, curhat sama Allah akan rasa yang begitu menyakitkan ini.

Setelah berwudhu dan mengganti baju, kugelar sajadah.

Angin bertiup lewat lubang ventilasi jendela, membelai lembut bekas wudhu di wajah. Menyisakkan damai yang sulit dijelaskan. Hatiku seperti tersiram es. Menikmati tiap gerakan demi gerakan akan rasa tundukku pada-Nya.

Dalam i'tidalku, kutemukan kembali hakikat cinta yang sesungguhnya. Cinta pada pemilik jiwa manusia. Cinta yang tidak akan pernah membuat hati kita sakit. Cinta yang memberikan kedamaian, bukan penderitaan.

Maafkan aku, Ya Rabb ... Telah mencintai makhlukmu dengan cinta di atas kecintaanku pada-Mu. Bimbing aku untuk lebih dekat lagi dengan cinta-Mu. | Cerpen Islami Cinta Yang Sejati Kepada Pemilik Jiwa