Blue muncul di hari kedelapan sejak dia menghilang.
Winna terseok-seok menanggung perjalanan sepi hari-harinya, ia juga kalap menanggung rindu yang sudah sarat dengan nama Blue seorang. | Cerpen Cinta Balada Soerang Sekretaris Yang Jatuh Cinta Part 2
Maka benar saja, saat hari kedelapan tiba dan Blue muncul, maka Winna taak tahan untuk tidak memeluknya! Tak pernah ia sebahagia itu bertemu dengan seseorang. Lalu mereka menghabiskan waktu berputar-putar hingga pinggiran kota. Kemudian mereka makan malam di sebuah kafe terbuka yang dikelilingi sungai buatan. Airnya bergemericik lirih. Kali ini, Winna benar-benar ingin melupakan yang pertikaian yang kemarin. Dan ingin tuntas meluahkan semua perasaannya yang datang dari segala penjuru hatinya. Perasaan bahagia karena seseorang yang ia rindu, telah kembali kepadanya. Dan itu benar, meski tidak tepat di kesudahannya.
"Winn, soal di tempat laksa itu aku minta maaf ... aku seharusnya tidak bersikap seperti itu."
Blue berucap setelah mereka selesai makan malam.
"Hu'umm, its okay," jawab Winna ringkas. Sambil mengangguk ceria pertanda memaklumi sikap Blue. Dan yang terpenting bagi Winna sekarang adalah ia menemukan ke-gentleman- nan kekasih hatinya. Itu sudah lebih dari cukup untuk menapaki hubungan yang lebih baik selanjutnya. Entahlah, Winna bersikap mengalah dan sangat sabar kepada Blue. Ia tidak ingin memperpanjang persoalan kemarin.
"Kamu benar, Desy memang mantan pacarku, sudah lama berlalu. Entah kenapa ... aku iri melihatnya begitu bahagia."
Winna tak mengerti kemana arah pembicaraan Blue.
"Maksudmu kamu masih ..."
Ucapan Winna langsung dipotong oleh Blue dengan antusias!
"Mencintainya? Tentu. Dan tak berkurang sedikitpun ...!"
Winna merasakan sebilah pisau mengerat hatinya perlahan. Sekejap mata semua kebahagiaan yang baru saja dia rasakan, lenyap. Raib mendadak. Berganti rasa ngilu yang perih ...
"Tapi ... dia sudah berkeluarga, bukan?
Winna sangat berharap dengan pertanyaan konyol ini, yah ... seperti sebuah harapan dengan tebusan harga dirinya yang terang-terangan telah ia gadaikan kepada pria di hadapannya. Agar Blue sadar, dan hanya berpura-pura bahwa kepada Desy sebenarnya ia hanya menaruh cinta yang biasa. Dan Blue sengaja membesar-besarkannya di hadapan Winna.
Nyatanya, harga diri Winna telah ditawar dengar harga paling murah, plus sebuah tamparan keras yang harus ia terima, lalu Blue menghempaskannya ke dinding terjal.
Blue mengangguk datar demi mendengar keterangan Winna yang hakikatnya Blue tahu, bahwa Winna sebenarnya tak perlu juga berpayah-payah menerangkannya.
"Aku tahu ..."
Ucap Winna. Lalu ia tertawa kecil, mengejek dirinya sendiri!
"Aku merasa tolol karena berani melepaskannya. Andai aku tahu akan jadi begini, menukarnya dengan apapun aku mau asal aku tak kehilangan Desy ..."
"Ya Tuhan, mahluk apakah Blue ini? Ia bicara seolah aku tak ada. Menyamakan aku dengan lempeng besi yang tahan gores terhadap lancip ucapannya. Dia pikir aku arca apa? Tak merasakah bahwa aku ... ahh!" Batin Winna menderu dalam tangis.
Winna menggenggam erat-erat tangannya di bawah meja, hingga kukunya menghunjam ke telapan tangan. Ia berusaha setengah mati menahan emosi. Namun, dipilihnya untuk tidak berkata apa-apa. Winna menyadari, ia harus cukup bijak dan berjarak memahami sikap keterusterangan Blue yang amat di luar dugaan. Menyentak keras hati dan perasaannya! Dadanya seperti kena godam.
"Kau tahu Winn? Anehnya saat Desy minta putus dariku, aku malah mentertawakannya. Lalu dengan enteng, mempersilakan dia pergi dan berkata padanya bahwa someday, dia akan kembali padaku! Akulah cinta pertamanya, akulah cinta matinya! Dan tak ada lelaki di belahan dunia manapun yang bisa mencintainya, seperti aku yang telah mencintainya, she'll be back! Tapi, nyatanya ... dia tak pernah kembali.
Blue menunduk dengan dagu tertekuk nyaris melekat ke pangkal leher bawah. Perasaannya telah tersungkur telah ditikam oleh masa lalunya.
"Lalu?," kata Winna mulai menyelidik. Baginya ini bukan sekedar lalu lalang sebuah kisah masa silam.
"Aku meneruskan kuliah di Australia dengan keyakinan akan mendapatkannya kembali setelah aku pulang. Aku yakin! Kata orang tak ada yang bisa mengalahkan keyakinan kita. Aku lupa! Dibalik keyakinanku, ternyata masih ada keyakinan milik orang lain. Maka terjadilah, saat aku kembali, yang kulihat adalah Desy yang seperti kemarin, hamil ...!"
"Semenjak saat itu hatiku tawar. Berkali kucoba untuk melerai pertikaian antara nalar perasaan. Tapi hanya kesia-siaan belaka. Sebelum berangkat study ke Australia pernah kutanamkan semacam kepasrahan perihal kepergian Desy dengan selalu membesarkan perasaanku, 'bila engkau mencintai seseorang maka biarkanlah ia bebas, jika ia tak kembali berarti ia tak pernah berarti dalam hidupmu, namun bila datang maka cintailah ia untuk selama-lamanya'. Dan benar, Desy adalah sosok yang nyata-nyata tak pernah punya arti dalam hidup dan masa depanku. Merajut cinta dalam rumah tangga."
Blue menoleh kepada Winna, ada keheningan yang menyelubunginya.
"Emm, ceritaku ngebosenin, ya."
Dengan susah payah Winna menggeleng.
"No, ceritamu menarik, Mas. Jarang ada pria yang begitu terbuka kepadaku." Ada getir yang mengalir di kerongkongannya.
"Aku merasa tenang berbicara begini kepadamu, Winn. Padahal aku belum pernah terbuka seperti ini sebelumnya, kepada siapapun. Kamu teman yang menyenangkan ..."
"Ya, Tuhan!" Batin Winna memekik, "betapa gobloknya aku."
"Teman? Hanya teman yang menyenangkan katanya ..."
"Terus?," kata Winna dengan perasaan yang telah habis-habisan tersayat. Namun ia berusaha untuk tak menampakkannya barang sesiratpun. | Cerpen Cinta Balada Soerang Sekretaris Yang Jatuh Cinta Part 2
Ia harus punya rasa gengsi kini. Harga diri.
"Ya sudah, begitu saja."
Blue kalem menjawab. Kini ia tampak tegar, selepas mengurai kisah masa lalunya di hadapan Winna.
"Kata temannya, Desy menikah sepuluh bulan selepas keberangkatanku waktu itu. Aku benar-benar terpukul, tidak menyangka ia bisa jatuh cinta secepat itu pada lelaki lain, selain aku. Sedangkan aku masih sangat mencintainya. Hebat benar dia, pacaran lima tahun tak ada artinya buat dia."
"Dia pasti memiliki dan menyimpan pendapatnya sendiri, kamu tunggu saja jandanya ...!"
Kata Winna ketus dan dingin. Kalimat itu keluar tanpa dapat ditahannya lagi. Dia tidak menyesalinya. Malah sebenarnya ada ribuan kata siap terlontar dari mulutnya, tapi Winna menahannya. Dia hanya sedang bersikeras mengingatkan dirinya sendiri, bahwa Blue cuma menganggapnya teman yang menyenangkan. Tak lebih ...
Blue, memandang Winna lama sekali ... sebelum mengangguk.
"Well, sebaiknya segera kubunuh saja suaminya, biar tak terlalu lama menunggu." Kata Blue datar ...
Itu adalah pertemuan terakhir Winna dengan Blue. Dan Winna berusaha keras untuk tidak menghubunginya, meski rasanya ia telah sekarat menahan rindu. Blue kembali hilang ditelan bumi. Baru kali ini dia merasakan sakit yang luar biasa yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, dan tak dapat disembuhkan dengan obat-obatan. Rasanya jiwanya tercabik, koyak menjadi kerikil.
Kecewa dan menyesal ... karena telah mempercayakan hatinya pada Blue. Patah hati merupakan neraka kecil dalam hidupnya.
Sebulan berlalu, merayap bagai tahun yang abadi. Namun tiba-tiba Blue meneleponya kemarin. Dia menyapa dan berbicara seperti tak pernah ada apa-apa. Ceria dan hangat seperti biasa.
"Malam besok, adikku tunangan. Kamu mau datang kan? Sekalian aku kenalkan dengan orang tuaku. Mereka sudah tak sabar ingin bertemu dengan calon menantu, maksudku ... bukan calon suami adikku. Aku jemput jam tujuh, ya."
Winna langsung menjawab, "Ya."
Tanpa persetujuan dan kesepakatannya, ternyata Blue telah menceritakan tentang Winna kepada orang tuanya. Tanpa sepatah kata cinta, tanpa takut tiba-tiba Winna berubah pikiran lalu menolaknya!
Winna menyadari bahwa dirinya seperti keledai yang terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Entah harus bergembira atau sedih. Dia tahu, takkan pernah memiliki Blue seutuhnya karena yang separuhnya telah dibawa Desy pergi ... dan Blue, bahkan masih merasakan penyesalan dan keputusannya melepas Desy pergi.
Winna tahu, meski Desy telah menjadi milik orang lain, Blue masih mencintainya. Utuh!
Winna juga sadar dan tahu betul, seharusnya dia segera mencabut diri dan jauh-jauh meninggalkan Blue, sebelum dia benar-benar menghancurkan dirinya menjadi serpihan halus yang diterbangkan angin.
Lelaki di dunia ini tidak sedikit! Winna dengan mudah mendapatkan satu dari mereka. Dia masih muda, cantik, single, dan mempunyai karier bagus.
Tapi Winna jatuh cinta! Cinta yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Cinta yang bagi Winna adalah batu keabadian. Cinta yang butuh pengorbanan dan maaf ...! Butuh minuman darah dan air mata. Winna jatuh cinta, dan sekali ini ia benar-benar menginginkan cinta itu menjadi miliknya.
Walaupun penuh luka, walaupun separuh saja.
Winna menerima dengan ikhlas, karena JATUH cinta dan tak mau TERBANGUN.
"Tante, Winna. Om Blue sudah datang," suara Dina, keponakannya. Mengembalikan kesadarannya. Dia masih memandang cermin dan sebentar lagi akan bertemu dengan Blue, dan calon mertuanya.
"Wajah orang bodoh yang jatuh cinta," gumamnya pada diri sendiri, sebelum keluar dan menyongsong satu babak baru dalam hidupnya. Suatu masa yang tak bisa dibilang mudah.
Ya, cinta itu memang bodoh, kan?. | Cerpen Cinta Balada Soerang Sekretaris Yang Jatuh Cinta Part 2