Lelaki itu merasa ada yang ganjil pada sikap seseorang di hadapannya. Mereka baru saja menunaikan sholat berjamaah. | Cerpen Motivasi Aku Munajat Dua Doa yang Terjawab
"Apakah engkau sedang sakit?"
Pertanyaan itu dijawab dengan gelengan kepala.
"Tapi dari tadi kudengar suara gemeletak di setiap kau berpindah gerakan saat mengimami kami sholat. Seperti suara tulang yang berbenturan. Wajahmu pun nampak pucat. Apakah engkau sakit?"
Lelaki berbadan besar itu menyelidik. Begitu khawatir, sebab seseorang yang berada di depannya adalah manusia yang paling ia kasihi. Melebihi dirinya sendiri.
Pertanyaan itu pun akhirnya terjawab oleh kata-kata,
"Tidak. Aku hanya sedang menahan lapar," tutur pria bermata bening sembari memperlihatkan sesuatu di balik bajunya. "Dengan ini..."
Demi melihat hal itu, gerimislah batin sang lelaki tinggi besar. Nampak di depan matanya kain berisi batu yang terikat kencang di perut manusia berwajah rembulan.
"Ya Rasulullah, mengapa engkau tak mengatakan pada kami kalau tak punya makanan. Kami bisa memberikan apa yang kau mau. Lihatlah dirimu saat ini, pipimu tirus, matamu sayu," kini bukan hanya batin, bahkan mata lelaki berperawakan tegap itu pun ikut basah. Tak tega rasanya.
"Engkau adalah Rasulullah. Makhluk paling mulia di muka bumi. Tak pantas kau kelaparan seperti ini," sambungnya kemudian.
Rasulullah tersenyum melihat wajah lelaki tinggi besar yang berada di depannya saat ini.
Lelaki inilah yang dahulu paling bernafsu untuk membunuhnya, tapi kini ia menjadi orang yang paling sayang padanya.
Lelaki inilah yang ketika melewati satu jalan, maka setan akan memutar mencari jalan yang lain.
Lelaki inilah yang pernah membuat seorang jamaah sholat terungkang kala mendengar ia bersin.
Lelaki inilah, yang ketika syahadatnya terdengar seantero Mekkah, maka menangislah para kafir. Sadar bahwa jalan mereka untuk menghadang risalah suci bakal semakin terjal dan penuh resiko kematian.
Lelaki inilah, sang juara gulat di Arab, yang pada hari pertama ia berislam, dengan lantang berkata, "Engkau, ya Nabi, tak perlu sembunyi-sembunyi lagi dalam berdakwah. Tunjukkan dakwah ini. Aku yang menjagamu."
Lelaki inilah yang menjadi jawaban Allah ketika ia berdoa lirih karena tekanan para kafir begitu hebat di awal risalah,
"Ya Allah, mohon pilihkan satu di antara dua Umar untuk menguatkan dakwah ini."
Kemudian Allah menghadiahkan Umar bin Khotob untuk Islam, dan membiarkan Umar bin Hisyam, si Abu Jahal, hidup dalam kemurkaan.
Dialah Al-Faruq. Sang pembeda.
"Hey." Nabi menyentuh pundak sang sahabat yang kini berurai air mata.
"Apakah sebegitu hinanya aku, hingga ketika kau meminta makanan, aku akan menolaknya?" ucap Umar. Sesenggukan. | Cerpen Motivasi Aku Munajat Dua Doa yang Terjawab
Andai kau pernah memiliki seorang sahabat yang sangat dekat. Sangat setia. Suka duka dalam episode hidup pernah kalian lalui bersama. Persahabatan tanpa cacat. Lalu di kemudian hari engkau melihatnya hidup susah, maka seperti itulah yang dirasakan Umar dalam dadanya.
Pria berwajah rembulan itu menggeleng, "Aku percaya cintamu padaku. Jangankan hanya makanan, bahkan nyawa pun mau engkau korbankan untukku. Tapi mau kuletakkan di mana muka ini di hari pembalasan saat bertemu Allah kelak, apabila aku sebagai pemimpin justru menjadi beban bagi yang dipimpinnya?"
Ingatan Umar bin Khotob seperti dilemparkan ke beberapa masa yang lalu. Ketika hatinya terasa pedih melihat Nabi Muhammad tidur di atas pelepah kurma hingga terlihat bekas pada pipi sang manusia pilihan.
"Engkau itu Rasulullah," Umar menahan sebah di dada, suaranya bergetar. "Kau jauh lebih mulia daripada raja Persia atau Romawi. Tapi mereka tidur di ranjang emas, sedangkan engkau tidur di atas pelepah kurma. Mintalah pada Allah kemuliaan di dunia ini. Bahkan ketika kau berdoa meminta gunung Uhud menjadi emas pun pasti akan dikabulkan Allah."
Dan sebagai balasannya, Rasulullah cuma berucap, "Aku simpan doa itu di dunia. Dan akan aku gunakan saat di akhirat kelak. Pada saatnya akan kuucapkan doa itu, meminta pada Allah agar Ia selamatkan umat-umatku dari kobaran api neraka."
Rasulullah rela menggadaikan gemerlapnya nikmat dunia demi kita. Umatnya ini.
"Hey," Dengan tersenyum, Rasulullah kembali menepuk bahu Umar, membuyarkan lamunan. "Aku tak apa-apa."
Umar mengangguk. Dengan sisa-sisa air mata yang masih membekas di pipi, ia pun berdoa dalam hati,
"Ya Allah. Meski jauh dari kata layak, mohon izinkan aku selalu dekat dengan kekasih-Mu ini. Bukan hanya ketika masih hidup, tapi sampai aku sudah tak bernafas lagi."
Dan kini kita semua tahu, doa itu terjawab sudah. | Cerpen Motivasi Aku Munajat Dua Doa yang Terjawab