Pria berkulit putih itu sedang menjelasakan apa yang baru saja ia bacakan di depan puluhan murid sekolah dasar. Ia sengaja berdiri di dekat pintu, pandangannya sesekali beralih pada perempuan berjilbab lebar yang tengah berolahraga dengan siswa-siswi di lapangan sebuah sekolah dasar di Tasikmalaya.
Hafiza. Satu-satunya Mahasisiwi berjilbab diantara 8 Mahasisiwi lain yang satu kelompok KKN dengannya. Gadis keturunan Sunda yang begitu menarik perhatiannya sejak dua minggu menginjakkan kaki di sini. Tanpa sadar, ia tersenyum sendiri hingga seorang murid lelaki itu mengagetkannya.
"Kak, Michael, kenapa? Kok senyum-senyum sendiri? liatin apa sih?." ucap bocah itu lalu ikut memandang ke arah kemana Michael memandang. | Cerpen Cinta Suatu Saat Jodoh Itu Pasti Bertamu
"Ya sudah, Haikal kembali duduk. Apa pekerjaanmu sudah selesai? ". ucap Michael lembut. Bocah itu tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya. Michael kembali memperhatikan murid-murid di hadapannya yang sedang khusyuk mendapatkan tugas menulis pengalaman liburan mereka. Sesekali Michael mencuri-curi pandang ke arah lapangan.
Ia tidak begitu sadar betul kapan dirinya menaruh simpati pada gadis berjilbab lebar itu. Di posko KKN pun dia sangat santun, jarang sekali ia mendengar celoteh suara keras atau tawa terbahak Hafiza seperti teman KKN lainnya. Jika sedang santai, ia lebih memilih membaca buku atau, yaa ... dia ikut pengajian di Masjid sekitar kami, ikut mengajar anak-anak kecil di Masjid. Dirinya sendiri pernah memergoki Hafiza tengah mengajar ngaji ketika ia tak sengaja melewati Surau itu selepas jalan-jalan bersama beberapa temannya ke pasar malam di Desa itu. Hafiza yang begitu telaten mengajari.
Sampai saat ini, beberapa sudah bulan berlalu setelah rampungnya KKN itu, entah dirinya masih berpikiran tentang perempuan murah senyum itu, hingga siang tadi ia tak sengaja bertemu Hafiza diperjalanan pulang dari kampus, seperti biasa Hafiza selalu tersenyum lebih dulu lalu bertanya kabar. Entahlah, dia tak cukup nyali untuk mendekati anak ekonomi Islam itu.
Hingga tahun berikutnya, ketika teman-teman KKN nya yang dahulu sudah akan wisuda, grup Line ketika KKN di handphone itu kembali menampakkan notice, isinya obrolan teman-teman yang mengajak reuni, kembali mengunjungi tempat dulu kami KKN di Tasikmalaya. Senyum Michael mengembang, jemarinya lincah mengetik di atas keypad smartphonenya, ikut menyetujui rencana temannya di grup. Beberapa minggu kemudian, mereka berangkat ke Tasikmalaya.
Michael masih berdiam duduk diatas hamparan pasir pantai, pandangannya tertuju pada perempuan berjilbab yang tengah berdiri sendiri di pinggir pantai, kedua tangannya sibuk memegangi rok lebarnya agar tak terkena air laut. Michael tersenyum sendiri, ia bangkit berjalan mendekati gadis itu.
"Kamu suka disini Fiza?."
Gadis itu hanya mengangguk.
"Yang lain kemana Mic?." tanya Hafiza lembut.
"Kayaknya lagi cari makan."
"Ya sudah, saya susul mereka dulu.". ucap nya lalu melangkah menjauhi Michael. 'Sudah kuduga' pikir Michael.
"Hafiza tunggu."
Hafiza itu menghentikan langkahnya, kembali menghadap Michael. Pandangan kedua mata mereka bertemu, namun dengan cepat Hafiza menunduk. Berbeda dengan Hafiza, Michael masih terpaku memandangi Hafiza. Hey ... Kemana rasa percaya dirinya? Berbicara disebuah forum besar di kampus pun tak pernah ia merasa segugup seperti saat ini.
"Ada apa Mic."
Suara lembut itu menyadarkan Michael yang masih terpaku.
"Saya suka sama kamu Hafiza." kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Michael.
"Apakah kita bisa saling mengenal lebih dekat?." lanjut Michael.
Terlihat raut keterkejutan di wajah ayu Hafiza. Ia tak berani memandangi pria yang berdiri dihadapannya kini. Ada perasaan aneh menjalari hati gadis itu. Hafiza memegangi jilbabnya yang berkibaran terkena angin.
"Maaf Michael."
"Kita berbeda, lebih baik kita perbaiki diri dulu. Fokus ibadah kepada Tuhan kepercayaan kita masing-masing." ucap Hafiza sambil tertunduk.
'Kepercayaan? Maksudnya? Apa dia meragukan keimanan ku?' Fikir Michael.
"Jika kita berjodoh, saya harap kita dipertemukan dalam keadaan yang sudah lebih baik lagi. Saya permisi." ucap Hafiza lalu meninggalkan Michael yang masih berdiam diri, masih berusaha mencerna apa yang baru saja Hafiza katakan.
Hari terus berlalu, sehabis wisuda, Michael bekerja disebuah kantor kejaksaan. Berbekal titel Sarjana Hukum, ia diterima bekerja sebagai Jaksa. Sudah satu tahun lebih bekerja. Hingga sore hari itu, sepulang bekerja, dirinya sedang berada disebuah masjid didekat kantornya, menunaikan kewajiban sholat asharnya yang agak tertunda. Selesai memakai pantofelnya, ia berjalan mendekati Brio hitamnya yang terparkir di pelataran Masjid, ketika hendak membuka pintu mobil, pandangannya tertuju pada seorang perempuan berjilbab masih lengkap dengan pakaian rapihnya, setelan batik khas pegawai sebuah bank. Baru saja keluar dari Masjid yang sama.
"Hafiza".
Perempuan ayu itu menoleh, alisnya bertautan seketika.
"Hay, apa kabar?."
Perempuan itu tersenyum.
"Alhamdulillah, Michael ya? apa kabar?."
"Alhamdulillah". jawab Michael sumringah. Hafiza kembali menautkan alisnya, seperti menemukan hal aneh pada diri Michael.
"Baru pulang kerja? Ayo saya antar, sekalian."
Hafiza nampak berpikir.
"Udah, lagian sudah sore, ayo!."
Michael membukakan pintu mobil, mempersilahkan Hafiza masuk. Hafiza yang awalnya sungkan, akhirnya menuruti permintaan Michael.
"Michael tadi habis sholat di Masjid itu?."
"Iya Fiza. Kenapa?." jawab Michael.
"Alhamdulillah."
Michael sedikit terkejut.
"Kenapa?."
"Alhamdulillah Mic."
Dahi Michael mengerut, tak paham.
"Maksudnya?."
"Michael sejak kapan memutuskan menjadi muslim? ".
Michael begitu terkejut mendengar pertanyaan Hafiza. Ia tersenyum sendiri.
"Alhamdulillah saya muslim dari lahir Fiza."
Hafiza melirik ke arah Michael yang sedang konsentrasi menyetir mobil. Hafiza terkejut. Sangat terkejut mendengar penuturan Michael barusan, jadi selama ini dia berfikiran yang salah tentang pria ini?
"Tapi maaf Mic, bukan ya nama Michael itu seperti nama seorang pria yang maaf... Non-muslim?."
Astaghfirullah, Michael teringat sesuatu. Perkataan terakhir yang Hafiza lontarkan ketika di Pantai setahun yang lalu 'Kita berbeda, lebih baik kita perbaiki diri dulu. Fokus ibadah kepada Tuhan kepercayaan kita masing-masing, jika kita berjodoh, saya harap kita dipertemukan dalam keadaan yang sudah lebih baik lagi'. Jadi selama ini, Hafiza mengira dirinya bukan seorang muslim, hanya karena sepenggal namanya? Tunggu ... apakah dia tidak tahu nama lengkapku? Astaghfirullah. Michael kembali tersenyum.
"Kamu belum tahu nama lengkap saya ya? Kalau begitu, kita kenalan lagi dari awal, perkenalkan Hafiza, namaku Michael Muhammad Dhani." ucap Michael santai.
Hafiza diam tak berkutik. Kembali memberanikan diri melirik Michael yang sedang tersenyum sendiri.
Jadi selama ini? Apakah ini alasannya kenapa Hafiza menolak ajakanku waktu itu? Mengajaknya untuk saling mengenal lebih jauh? Ya Allah, apakah ini kesempatan untukku lagi?
"Hey, alamatmu dimana?."
"Didepan, belok kanan Mic, rumah nomor 7."
"Rumah sendiri atau ...."
"Rumah Ayah sama Ibuku Mic."
"Alhamdulillah."
Hafiza memandang Michael dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa?."
Michael hanya menggeleng. Ia menghentikkan lajuan mobilnya di depan sebuah rumah bercat putih. Hafiza mengucapkan terimakasih, tak berniat mengajak Michael mampir karena Ayah dan Ibunya sedang tak berada di rumah. Ketika hendak membuka pintu mobil, Michael memanggil dirinya.
"Hafiza".
"Kamu masih ingat apa yang aku katakan waktu kita di Pantai dulu?." lanjut Michael. Hafiza hanya mengangguk sambil tertunduk.
"Saya bilang suka sama kamu waktu itu, tapi seiring berjalannya waktu perasaan itu berubah. Perasaan itu berubah menjadi ... cinta Fiza. Fiza apakah kita bisa saling mengenal lebih dekat lagi?." Michael kembali mengulang apa yang ia katakan waktu itu. Hafiza masih terpaku ditempatnya. Lama tak mendapat respon apapun dari Hafiza, perasaan kecewa tiba-tiba menyelimuti hatinya. | Cerpen Cinta Suatu Saat Jodoh Itu Pasti Bertamu
"Maaf Hafiza kalau saya lanca...."
"Mic, dalam Islam gak ada waktu untuk pria dan wanita yang bukan mahrom untuk saling mengenal, dalam Islam hanya ada Taaruf, jika kamu serius, datangi Ayahku. Insyaalloh, sesuatu yang baik akan diridhoi Alloh. Terimakasih sekali lagi, permisi." ucap Hafiza, lalu membuka pintu mobil dan keluar.
Michael tak lantas melajukan mobilnya, ia masih terpaku, mengulang-ulang kata yang diucapkan Hafiza baru saja. Mendatangi Ayahnya? Bukankah itu berarti Hafiza juga menginginkan sesuatu yang lebih serius? Michael tersenyum, lalu melajukan mobilnya dengan rasa bahagia yang teramat sangat.