Kubuka sebuah pintu garasi bermaterial besi, terpampang deretan Mobil mewah di dalamnya.
Kutekan tombol keyless remote, cukup kaget, karena Mobil yang berbunyi adalah yang paling mencolok. Yaitu Lamborghini keluaran terbaru, yang bisa membuat semua orang menelan ludah ketika melihatnya.
Itu keren, padahal aku mengambil kunci secara acak.
Pikiran pertama yang muncul di benakku adalah menghancurkannya dalam perjalanan pulang nanti.
Langsung saja aku memasuki Mobil itu dan duduk di jok kulit bertekstur halus. Warna jok hitam pekat sangat kontras dengan rokku yang berwarna putih. | Cerpen Lucu Situasi Dan Kondisi Yang Terciduk
Kuraungkan mesinnya. Dalam kesempatan lain, mungkin aku akan bersorak kegirangan.Tapi tidak saat itu, aku lebih fokus untuk menghancurkan Mobilnya dan membuat "sedikit masalah."
Yang kurasakan setelah menginjak pedal gas adalah, Mobil terasa seperti nyaris terbang, menerjang maju dengan suara mesin yang terdengar halus. Cukup dua detik kubutuhkan untuk keluar dari Komplek Perumahan.
Langsung saja aku menuju kearah Timur untuk kegembiraan. Yang kumaksud kegembiraan adalah berpacu dengan kecepatan 170 km/jam, di jalanan yang cukup padat. Padahal, baru saja kulihat tanda batas kecepatan 40 km/jam.
Sangat disayangkan, saat itu tak ada satu pun Polisi yang kutemui. Padahal, akan mengasyikan jika nomor Mobil yang kukendarai tercatat membuat pelanggaran. Itu akan membuat seseorang sedikit kerepotan, meski sudah bisa ditebak, dia akan menyogok agar terbebas dari hukuman.
Kubawa Mobil itu meliuk-liuk melewati kendaraan lain di depannya. Sekilas bisa kudengar teriakkan makian dari mereka. Pada detik itu aku berpikir, "Apa aku membahayakan orang lain?"
Detik berikutnya, kusadari bahwa aku tak perduli tentang hal itu.
Kuhentikan Mobil melintang di atas dua lahan parkir. Benar-benar minta ditilang.
Lalu, aku berbaur dikeramaian orang-orang yang tengah sibuk berbelanja.
Satu jam berikutnya, aku kembali dengan empat orang gadis yang sebenarnya tak kukenal. Mereka turut membantu menghabiskan saldo rekening Ayahku.
Kami benar-benar kerepotan membawa belanjaan yang dirasa cukup untuk persediaan dua musim.
Aku melanjutkan perjalanan ke arah Selatan, menuju jalanan hutan. Setelah tersadar, meski ingin membuat masalah untuk seseorang, aku tak ingin mencelakakan orang lain yang tak tahu apa-apa.
Rasanya seperti jalanan itu milik pribadi, saat berpacu dengan kecepatan 300 km/jam di jalanan yang lengang.
Semakin masuk ke dalam hutan, bisa kulihat jalanan yang basah. Pasti hujan baru saja mengguyur kawasan itu.
Tiba-tiba dari arah kiri muncul seseorang menunggangi kuda besi berjenis Trail. Dengan refleks, kutekan kuat-kuat kakiku pada rem. Aku keluar untuk meluapkan kekesalan. Tapi, saat orang itu membuka helmnya, tubuhku seperti mematung.
Sungguh tampan ... Seolah aku terhipnotis olehnya, sekalipun aku melihatnya saat dia bersama pria-pria yang biasa menghabiskan waktu dengan nongkrong di Mall atau pun Taman yang tadi kulewati.
Pria itu meminta maaf dengan ucapan yang terdengar sopan untuk ukuran seusianya.
"Aku tak terbiasa menemukan seseorang berkendara di jalanan ini." ucapnya menjelaskan.
"Ya, kurasa aku memang salah."
balasku tersipu.
Sungguh Moment yang pas untuk mendapatkan pacar baru, jika saja saat itu hatiku dalam keadaan baik-baik saja.
Aku berjalan kembali ke dalam Mobil. Pria itu memanggil.
Kupandangi sesaat tangan kanannya yang tampak ragu untuk diulurkan.
"Alena ..." ujarku sambil mengulurkan tangan.
Pria itu tersenyum canggung, memamerkan deretan gigi rapi nan putih.
"Aku, Malvin."
balasnya.
Malvin memandangku dengan tatapan yang sulit kupahami, mungkin wajahku tampak seperti seorang gadis yang baru putus cinta dan berniat bunuh diri.
"Aku takkan menerjunkan Mobilku ke jurang. Mmm ... setidaknya bukan sekarang."
Malvin tertawa kecil, kemudian kembali ke Motornya dan sesekali menengok ke arahku.
Aku pun melanjutkan perjalanan.
Ternyata, jalanan yang kulewati buntu. Di ujung jalan, aku disuguhkan pemandangan Danau dengan warna air yang jernih kehijauan.
Hingga bebatuan di dasar Danau tampak dari permukaan.
Kulemparkan beberapa kerikil yang kutemukan ke dalam Danau.
Ponsel terus berdering. Tapi, aku tak punya niatan untuk mengangkatnya.
Sepeninggal Ibu, aku hanya tinggal berdua dengan ayah. Selain belajar, kuhabiskan hari-hari untuk mengagumi sosok pria yang kuanggap sangat sempurna. Hingga pada suatu hari, sebuah kenyataan terkuak, Ayah melakukan Korupsi besar-besaran. | Cerpen Lucu Situasi Dan Kondisi Yang Terciduk
Sungguh tindakan yang merugikan Rakyat juga Negara.
Aku yang sangat mengaguminya, sungguh kecewa dan sakit. Rasanya seperti diseret di atas hamparan serpihan kaca. Bahkan mungkin lebih dari itu. Aku kecewa ... Ternyata Ayahku sampah Negara.
Karena tak kunjung diangkat, sebuah pesan masuk diponselku,
"Alen, Ayah terciduk KPK."