Perasaan Cinta Yang Telah Usang

Seperti bunga yang tidak pernah dirawat. Begitulah sebuah perasaan yang dipendam kadang juga dicampur bersama segelas lemon hangat dipagi hari dan ditegak, habis. Mengenyangkan, bukan?

Aku sudah bertahun tahun membiarkan perasaan tanpa merawat. Kamu tahu, perasaan itu tumbuh liar. Menjalar hingga kemana-mana. Rambut panjangku yang teruraipun setiap helainya penuh dengan rajutan yang tidak pernah saya inginkan.

Bagaimana denganmu, Dewa? Aku tidak pernah meminta perasaan ini ada padamu. Rasanya saya tidak cukup percaya diri untuk merawat ataupun menumbuhkan perasaan yang sama.

“Dewa, gimana mau dibawakan apa untuk besok?”. Tanyaku sembari menjajari langkah kaki panjang dengan kerepotan.| Cerpen Cinta Perasaan Cinta Yang Telah Usang

“besok? Apa yang bisa Nisa bawakan?” tanyamu balik sembari menjajari langkah kaki dengan melambat. Besok adalah hari bahagia. Dewa mendapatkan promosi kenaikan pangkat dan aku adalah supporter yang pro untuk Dewa.

“ ada tiga pilihan, frame, cokies, atau kaktus mini?”

“Aku ingin kaktus dari Nisa”.

“Oke”. Jawabku diantara langkah yang mulai gemulai. Aku terhenti diantara jajaran kursi dan duduk. Dewa dengan langkah panjangnya melangkah memasuki ruangan dan menghilang dibalik pintu.

Kaktus, sebuah pilihan yang rumit. Pilihan yang tidak pernah kuharapkan dari seorang Dewa. Kenapa bukan frame?

Kaktus mungil itu sudah nangkring diatas deretan lanskap dinding yang dipajang diantara bingkai foto kosong. Saya pernah protes, yang dilakukan itu memubadzirkan frame. Hanya satu jawabnya dan tidak masuk diakalku.

“Kamu akan cemburu, Nisa dan aku tidak mau itu”. Cemburu? kenapa aku cemburu? Saat aku tidak paham dengan hujan yang mulai rintik dan menumbuhkan pahon dengan diam-diam berkecambah di hati di musim terakhir hujan.

Dan itu terus tumbuh tanpa perawatan yang membuat diri terjebak.

Memasuki ruangan dengan pikiran penuh tanda Tanya. “Mengapa hal itu tidak dipahami sedari dulu?” Deva menyimpan duri dengan tidak sengaja. Kedekatannya dengan Nisa adalah sebuah kerikil yang menganggu pertemanannya dengan sahabatnya. Semua sudah basah dan selalu ada cara untuk mengeringkan. Segala daya akan dijadikan berpotensi untuk mendekatkan dara yang menyimpan sayap untuk saling melengkapai.

“Saya suka dengan hadiah Nisa”. Lewat ponsel dia mengabarkan sembari memperhatikan kaktus mungil yang Deva bawa ke meja kerja

“Terimakasih”. Suara riang Nisa mengambarkan kebahagian

“Sebagai apresiasi, Saya bisa mengandalkan Nisa kedepannya, Bagaimana? Apakah ini sebuah tawaran yang tidak bisa ditolak, bukan?” Ini sebuah jebakan halus. Menawarkan racun kepada tikus.

“Maksudnya, apakah sebuah tawaran dari sahabat atau atasan?”

“Lebih bagus disebut sebagai teman. Saya percaya, Nisa orang yang bisa dikatakan multitalenta. Kita akan membicarakan lebih detil setelah makan siang. Oke?” Ini sebuah kekejaman dari perasaan yang bersifat baik. Menyebutnya sahabat dan memberikan minuman bercampur sianida dalam konteks lain. Bagaimana semua menjadi baik-baik saja dan menjadi natural. Menyulitkan saya semua perasaan ini.