Kisahku Dan Irene Si Gadis Macan Betina Bagian 3

Sesaat aku terdiam di atas motorku, menimbang-nimbang dengan ragu. "masuk, enggak? Bantuin, apa gak usah ya? Masa aku ikut campur urusan kayak gitu? Mana udah jelas johan sendiri yang salah. Tapi kalau enggak, bakal rame di dalam sana! Bikin geger pengunjung lain nanti, bisa-bisa, urusannya sama yang berwajib!" pikirku bimbang,  lama aku terdiam bingung, tak tahu mesti bagaimana. Akhirnya, setelah lama berpikir, kuputuskan untuk pergi saja. Aah, biar ajalah! Orang udah pada gede kok. Biar aja tanggung sendiri apa akibatnya. Lagipula, ini kan di keramaian. Masa mau nekat, sampai ribut besar, batinku berkata.

Segera saja motor aku nyalakan, bersiap melaju. Namun tiba-tiba, kulihat beberapa orang melangkah terburu-buru keluar dari dalam gedung. Nampak seorang diantaranya, seperti diseret-seret, aku tertegun, mematikan mesin motorku, lalu menatap tajam ke arah mereka. Eh, itukan johan! Kayak lagi diseret gitu? Hhmm, pasti bakal ribut beneran sama irene di luar! Aku mengeluh lirih. Sambil mengempaskan napas. Setengah berat hati, helm kulepaskan. Lalu bergegas menyusul orang-orang tadi. | Cerpen Cinta Kisahku Dan Irene Si Gadis Macan Betina Bagian 3

Johan nampak terhuyung-huyung melangkah. Lengannya dicengkeram erat oleh irene, diseret ke pojok area parkiran mall itu. Tiga orang teman irene dan juga gadis yogya itu, hanya terdiam dengan penuh cemas, mengikuti langkah-langkah irene. Sesampainya di pojokan tempat parkir yang agak remang-remang, irene mendorong keras tubuh johan,  "udah! Gak ada yang perlu lagi dijelaskan! Dasar lelaki buaya! Sekarang kamu bersiap aja menghadapi aku!" irene membentak keras, matanya nampak merah. Ada sedih, luka dan amarah terpancar di sana. Tanpa bicara lagi, ia langsung memasang kuda-kuda.

Wajah Johan tampak memucat. Ia masih mencoba meredakam emosi Irene.

"Maaf, Irene. Aku akui aku salah! Tapi tolong, jangan pake ribut-ribut gini!"

Belum selesai Johan bicara, sebuah tendangan melayang ke arah perutnya.

Buukkk ...!

Johan terdorong kebelakang sambil meringis menahan sakit.

"Irena .... Tolong, jangan!"

Namun, kembali sebuah tendangan melayang ke kepalanya. Johan reflek menangkis. Dan pukulan demi pukulan menyusul beruntun, membuat Johan tak berkutik! Kembali sebuah tendangan mengenai perutnya. Johan terdorong jatuh. Sesaat meringis menahan sakit,  Emosinya pun terbakar. Seraya membentak keras, ia bangkit berdiri, "Hah! Memang gak bisa diajak ngomong pelan, kamu ya! Baiklah! Kalau kamu memang maunya diselesaikan dengan bertarung! Aku gak akan segan-segan lagi!" teriaknya penuh emosi.

Melihat kemarahan Johan, Irene mlah merasa senang. Sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya. Bagus! Akhirnya aku gak perlu lagi menahan diri, memukuli orang yang gak melawan gitu, batinnya bergumam senang. Sekaranglah pertarungan yang sebenarnya!, Ia tersenyum mengejek sambil berkata, "Majulah ...!", Jemarinya melambai, mengundang Johan. Penuh ejekan dan tantangan! Emosi Johan semakin terbakar. Sesaat ia memasang kuda-kuda. Lalu mendahului menyerang Irene. Sebuah pukulan meluncur deras ke wajah Irene. Rupanya ia sudah benar-benar terbakar emosi. Tak lagi berpikir, bahwa lawannya adalah wanita!

Irene masih sempat tersenyum sinis. Sepersekian detik, sebelum pukulan itu mengenai wajahnya, ia memiringkan sedikit kepala, sambil menundukkan badan. Lalu cepat berputar, membelakangi Johan. Secepat itu juga, kedua tangannya menangkap lengan Johan yang masih meluncur deras. melewati bahunya. Dengan sebuah hentakan keras, Irene menarik lengan itu beserta tubuh Johan, melayang di atas kepalanya! Dan dihempaskan dengan kuat ke lantai parkiran!, Buukkk ...! , Sebuah jurus bantingan yang akurat. Daya lempar Irene, ditambah dorongan tubuhnya sendiri saat melancarkan pukulan. membuat Johan terbanting dengan keras! Sesaat Johan hanya mampu mengerang, merasakan sakit di sekujur tubuhnya, Dan Irene, benar-benar Macan Betina, tak memberinya kesempatan sama sekali! Dengan cepat, Irene melayangkan sebuah tendangan ke rahang Yohan, yang masih terbungkuk menahan sakit.

Buuaaak ...! "Aaaaarrggh ...!"

Jeritan keras terdengar dari mulut Johan! Tubuhnya terlempar, berguling-gulingan di tanah. Sesaat tergeletak tak berdaya. Rintihan terdengar lirih keluar dari mulutnya.

Dan Irene, yang masih dipenuhi kemarahan, kembali datang menyerang ...!

Aku yang baru sampai di tempat itu, bergerak cepat, berdiri menghalangi Irene.

"Udah, Irene! Udah cukup. Dia udah gak berdaya gitu," kataku lembut mencoba meredam kemarahan Irene.

Sesaat Irene menatapku dengan pandangan terkejut.

"Lanna?" gumamnya heran.

Lalu matanya kembali menyorot tajam, penuh amarah, menatap Johan.

"Jangan ikut campur, Lann!" katanya tanpa menatap ke wajahku.

Aku tersenyum. Terus berusaha meredam kemarahan Irene.

"Aku gak ikut campur, Ir. Tapi rasanya udah cukup dia menerima balasan dari kamu. Dia udah gak berdaya gitu. Kalau diterusin, bisa semakin parah dan runyam urusannya nanti," kataku hati-hati.

Irene melotot menatapku.

"Kamu tahu apa yang udah ia lakukan? Kamu tahu rasa sakit yang aku derita? Yang dia rasakan dan terima sekarang, belum apa-apa dibanding sakitku ini, Lann!" serunya keras.

Aku mengela napas panjang.

"Iya ... aku tahu, Ir. Aku juga pernah merasakannya. Tapi apa akan terobati, dengan memukuli dia sampai puas? Sampai dia terkapar? Atau sampai dia mati?" kataku tetap perlahan, "udah cukup apa yang kamu lakukan tadi sebagai balasan. Jangan biarkan emosi menguasai hati dan pikiran kamu. Menjadikan kamu gak ada bedanya dengan dia, sama-sama membuat sakit orang lain."

Irene menatap aku, masih dengan emosi meraja.

"Ingat Irene. Salah satu sumpah karate adalah, sanggup menguasai diri! Kuasai amarahmu ... kendalikan emosimu ...."

Mata Irene masih menyiratkan amarah. Ia menatap aku dengan tajam. Lalu berdesis, "Aku masih belum puas!"

Aku kembali mengela napas panjang.

"Kemarahan, emosi ... kalau dituruti gak akan ada puasnya. Akan selalu meminta terus dan terus," kataku perlahan, "jangan kau turuti, Ir." | Cerpen Cinta Kisahku Dan Irene Si Gadis Macan Betina Bagian 3

"Gak, Lann! Aku akan terus menghajar dia lagi! Sekarang atau besok atau lusa, setiap ada kesempatan!" suaranya terdengar penuh dendam. Lalu, masih tetap tajam menatapku, ia berkata, "kecuali ... kamu mau melakukan satu hal, yang bisa membuat aku puas!"

Dengan sedikit bingung, aku bertanya, "apa itu?"

Macan betina itu menjawab perlahan dengan suara tajam, "gantikan dia! Kamu, bertarung melawan aku!"

Aku tersentak kaget ...

- Bersambung -