Kisah Cintaku Dengan Irene Si Gadis Macan Betina Bagian 2

Kisah Cintaku Dengan Irene Si Gadis Macan Betina Bagian 2


Suasana di Mall malam hari itu, ramai terasa. Biasa, tanggal muda. Aku sempat berkutat lama di antrian kasir bagian supermarket. Setelah hampir setengah jam berdiri, akhirnya selesai juga membayar barang-barang yang ku cari, Huh ...! Lumayan lelah, membuat tenggorokan terasa kering. Sesaat tatapanku terpaku pada kafe resto yang ada di area Mall itu. Hhmm ... cari yang seger-seger dulu, aah! pikirku. Kuayunkan langkah memasuki cafe resto itu. Tiba di sana, suasana nampak ramai oleh pengunjung. Sesaat aku edarkan pandangan ... mencari-cari tempat yang kosong. Tiba-tiba pandanganku terpaku, saat melihat seseorang yang tengah duduk berdua di cafe itu, Johan ...? batinku mencoba memastikan. Kutatap sesaat untuk meyakinkan hati. Setelah merasa pasti, memang itu Johan, aku lalu melangkah menghampirinya. | Cerpen Cinta Romantis

"Johan ..., hai!" sapaku hangat.

Johan tersentak kaget saat menatap aku. Wajahnya nampak senang, namun entah kenapa, bercampur dengan kecemasan.

"Eh, Lanna! Eh ... oh ... hai ...," balasnya dengan terbata-bata.

Agak heran aku melihat tingkahnya itu. Sesaat kutatap gadis yang duduk di sebelahnya. Gadis itu tersenyum manis. Lalu bangkit dan mengulurkan tangannya ke arahku.

"Hai ...! Saya Maya," katanya ramah, "saya dari Yogyakarta, sengaja datang ke sini menemui Johan."

Johan nampak semakin gugup.

"Eh ... oh ... iya, Lann. Eh, kenalin ... mm ... ini Maya. Temanku waktu kursus di Yogya kemarin," katanya semakin terlihat gugup.

Aku tersenyum sambil menyambut uluran tangan gadis itu.

"Ooh .... Selamat menikmati kota ini, Maya," kataku membalas ramah, "aku Lanna, sahabat lama Johan. Mmm ... kalian ini, udah lama berteman?"

Johan nampak semakin cemas dan gugup. Sedang Maya, sambil tersenyum lebar, langsung menjawab, "kami pacaran, sewaktu Johan kursus di Yogya. Beberapa hari ini, Johan gak ada kabar. Kebetulan aku ada waktu luang. Jadi, aku main aja ke sini, menemui dia," katanya sambil memeluk lengan Johan, "kangen ... ya gak, Jo?"

Johan semakin terlihat cemas. Ia mengangguk dan tersenyum lebar, menutupi salah tingkahnya. Aku tersenyum mengerti.

"Ya udah, Jo. Aku mau pesan minuman dulu ya. Sori nih udah ngeganggu," kataku seraya melambaikan tangan, "yuk, Maya ... duluan ya."

Maya balas melambai sambil tersenyum manis. Sementara Johan hanya mengangguk dengan senyum salah tingkah.

Belum lama aku menikmati minuman segar di depanku, Johan datang menghampiri. Langsung menduduki kursi di hadapanku.

"Lann! Maaf sebelumnya, ya. Maaf banget nih!" katanya gugup.

Aku mengerenyitkan dahi. "Maaf? Maaf kenapa, Jo?"

Wajah Johan tampak merah padam. Semakin terlihat gugup dan salah tingkah. Sesaat ia mengatur napas, menenangkan diri.

"Maafin aku. Itu, Maya, memang pacar aku sewaktu di Yogya. Dan, Irene ...," Ia nampak bingung hendak melanjutkan kata-katanya.

Aku tersenyum mengerti. "Kok pakai minta maaf ke aku? Aku gak ada sangkut pautnya dengan urusan hubungan kamu. Terserah aja, Jo. Aku gak akan ikut campur kok."

Johan mengela napas. "Aku tahu, kamu gak akan ikut campur, atau menceritakan hal ini pada Irene. Tapi aku justru mau minta bantuan kamu, Lann," katanya berharap.

"Bantuan apa? Aku gak mau ikut campur, kalau masalah hubungan asmara seperti ini. Itu urusan dalam negeri kalian sendiri," sahutku.

"Iya, Lann. Tapi aku butuh bantuan kamu! Aku tahu, aku salah. Tapi apa kamu mau membiarkan saja sahabat kamu ini dalam masalah berat?"

Aku tersenyum. "Masalahnya apa, Jo?"

"Soal Irene ...."

"Kenapa dengan Irene?"

Johan mengempaskan napas berat.

"Kamu tahu sendiri, dia Macan Betina, jago karate! Kalau dia tahu tentang ini semua, bakal perang besar! Dia bisa duel beneran sama aku, karena emosi!"

Aku tertawa lirih.

"Terus, kamu takut? Kamu sendiri kan jago pencak silat, masa gak bisa menghadapi Irene?" kataku.

Johan kembali mengela napas.

"Kamu belum kenal Irene, Lann. Dia itu benar-benar Macan Betina! Gak cuma di pertandingan aja, tapi juga di luar, dalam kesehariannya! Jujur aja, aku belum mampu untuk menandingi kemampuan bela dirinya. Aku bakal habis olehnya, Lann!"

Aku masih tersenyum.

"Ya ... jangan sampai dia tahu aja, Jo."

"Kayaknya, sebentar lagi, dia bakal tahu, Lann. Tadi sebelum ketemu kamu, aku juga sempat berpapasan dengan Vina, sahabat Irene, yang lagi jalan sama temen-temennya."

"Ooh, gitu ...," aku menanggapinya dengan santai.

Johan menatap aku.

"Tolong aku, Lann! Bantuin aku, ya ...."

Aku balas menatap tajam ke mata Johan.

"Johan yang aku kenal, bukan lelaki pengecut yang bersembunyi dari tanggung jawab atas kesalahannya. Kamu udah lama kenal aku. Kamu pasti tahu, aku gak bakal membantu apalagi membela orang yang udah jelas salahnya," kataku tajam.

Johan mengela napas berat.

"Iya, Lann .... Aku tahu itu. Karena itu, sebelumnya aku minta maaf sama kamu," katanya dengan nada memelas, "aku gak minta kamu belain kok! Aku cuma minta kamu, untuk membantu menenangkan Irene. Sehingga masalah bisa selesai tanpa harus ada kekerasan. Aku akan terima, memang itu salahku. Tapi semuanya kan bisa dibicarakan dengan baik-baik. Kalau cuma aku yang menghadapai Irene, gak akan ada pembicaraan! Yang ada adalah langsung emosi dan pertarungan! Aku akan terima, kalau karena kesalahanku, Irene akan memukuli aku sampai mati sekalipun! Tapi paling enggak, beri aku kesempatan membicarakannya dulu baik-baik, kan?!"

Aku meneguk minuman di depanku.

"Seharusnya, itu sudah kamu pikirkan, sebelum kamu pacari Maya!" kataku tajam, "maaf, Jo ... untuk yang satu ini, aku gak bisa bantuin."

Lalu aku bangkit berdiri.

"Yuk, aku duluan ya! Sori, Jo," kataku sambil melangkah meninggalkannya.

"Lann ...! Aah ...," Johan hanya mampu mendesah putus asa.

Langkah kuayunkan ke tempat parkir motor. Sesaat pikiranku berkecamuk bimbang. Namun, kucoba membuangnya jauh-jauh. Aah ...! Sebodo amatlah. Itu urusan asmara orang lain. Ngapain juga aku ikut campur? Lagi pula, kalau aku ikut bantuin, apa aku mesti bertarung lawan Irene, Si Macan Betina itu? pikiranku berkata, Lalu ku mantapkan hati untuk melupakan semuanya. Motor kunaiki. Sesaat sebelum melaju, mataku menatap beberapa orang gadis tampak berkumpul dengan riuhnya, menarik perhatian. Aku menajamkan pandangan mataku. Itu kan ... Irene! batinku terkejut, Kulihat, Irene dan teman-temannya dengan wajah diliputi emosi, bergegas memasuki gedung Mall. Wah ... bakal perang besar di dalam Mall nih! pikirku bingung. | Baca Cerrpen Cinta Romantis

-Bersambung-