Ketika Mata Hati Yang Berbicara

"Neng, aku berangkat, ya?"

Aku berucap sembari mengambil tas, bersiap berangkat kerja.

"Sebentar, Bang. Ndak makan dulu, tah?" jawab istri di dapur.

Aku melihat jam tangan. Sudah jam 7 pas. Bisa telat kalau sarapan dulu.

"Langsung saja, deh, Neng."

"Tunggu, Bang." Dia lalu mengambil kotak nasi, "Sayang, kemarin ada sisa nasi. Jadi aku goreng nasinya. Nih bawa, Bang."

Aku sempat membuka tutup kotak nasi itu sejenak. Nasi goreng, yang lauknya telur. Dikit banget. Mungkin inilah nasi goreng hidup segan mati tak mau.

Buru-buru aku tutup lagi kotak makan tersebut, lalu kumasukkan tas.

"Aku berangkat ya, Neng."

"Hati-hati di jalan, Sayang." Dia dadah-dadah.

"Assalamualaikum," aku cum jauh.

Dia balas cum jauh juga, "Waalaikumsalam."

Padahal aku belum keluar rumah juga itu.

Setelah mengajar jam pertama, aku ke kantin sekolah, niat beli minum sambil santai-santai sejenak. Mumpung jam mengajar baru ada lagi setelah istirahat. Kemudian di sana aku melihat ibu kantin menyiapkan dagangan baksonya, sambil menata gorengan, bakso, siomay dan tahu di etalase. | Cerpen Motivasi

Melihat itu, aku jadi pengen sarapan bakso. Aku melangkah maju.

Nah, saat akan beli bakso itu, tiba-tiba saja aku teringat bekal nasi goreng yang dibawakan oleh istri tadi. Lalu terjadilah perdebatan dalam batin ini,

[Mau apa kamu?]

[Beli bakso. Sarapan.]

[Bukannya istrimu sudah buatin nasi goreng?]

[Tapi aku pingin bakso.]

[Terus mau diapakan itu nasi goreng?]

[Ya gak dimaem.]

[Astagfirullah. Apa kamu tahu, Fitrah. Istrimu itu tadi bangun jam tiga pagi. Nyuci piring, nyuci baju, nyikat kamar mandi. Belum selesai capeknya, si sulung nangis, minta dibuatin nenen. Abis subuh, gantian si adik yang minta dikelonin. Sampai dia ikut ketiduran. Lalu jam 6 dia terbangun, kaget. Dia lupa belum buatin kamu sarapan. Ke pasar takut telat, akhirnya dia lihat nasi dan telur setengah sisa kemarin, kemudian dimasaklah buat kamu. Buat suami tercintanya biar gak kelaparan. Lalu dengan enteng kamu gak mau makan nasi goreng tersebut? Oh, itu... Apa yang kamu lakukan itu JAHAT!]

[Tapi...]

[Tak perlu tapi-tapian. Ketika kau tak memakan nasi itu, artinya kau sudah melukai kepercayaannya padamu. Pertama, selama ini dia percaya kalau kamu adalah pemakan segala. Kedua, dia percaya kamu orang yang menghargai jerih payah istri. Kalau istrimu tahu kerja kerasnya tadi pagi ternyata disia-siakan, apa dia tidak kecewa? Sekarang makan.]

Aku mengurungkan pesan bakso. Beralih membuka tas, lalu mengambil kotak nasi dari istri. Bismillah. Aku mengambil suapan pertama. Dan saat itu kembali terjadi percakapan dalam batin,

[Enak?]

[Kayaknya dia lupa ngasih garem, deh.]

[Emang! Kan dia masaknya juga buru-buru. Sudah jangan protes. Lagi pula, apa yang dia rasakan selama hidup denganmu jauh lebih tak enak dari apa yang kamu makan.]

Aku mengambil suapan kedua.

[Kamu pikir, hidup prihatin di awal nikah, pindah-pindah kontrakan, dari yang bocor, ke kontrakan yang suka banjir kalau hujan, itu enak? Kamu pikir, hidup denganmu yang penuh ketidakpastian itu enak? Kamu pikir, mengandung anakmu itu enak? Dibedah perutnya saat lahiran itu enak? Menahan sakit tak terkira setelah operasi sesar itu enak? Tak bisa tidur nyenyak tiap malam gara-gara anakmu rewel itu enak?] | Cerpen Motivasi Kehidupan

Aku menghentikan suapan. Aih, kenapa jadi melow gini perasaanku.

[Tapi apa pernah dia protes? Gak pernah. Apa dia pernah minta yang kamu tak mampu menurutinya? Gak pernah juga kan? Paling mentok dia cuma minta dibelikan daster baru, pulangnya beli kebab. Itu saja. Karena emang istrimu butuh itu. Daster baru, karena daster dia sudah terlalu banyak ventilasinya. Kebab, dia makan supaya jadi kuat menghadapi kenyataan hidup bersama denganmu. Lah, kamu baru makan nasi goreng kurang bumbu saja protes. Makan!]

Aku mengambil suapan ketiga.

[Habiskan. Terus bilang ke istrimu waktu pulang nanti, 'Terimakasih, nasi gorengnya enak, Neng.' Biar dia bahagia. Setiap istri itu sangat bahagia bila dipuji masakannya. Kau tahu, Fit? Ternyata kebahagiaannya cuma sesederhana itu. Oh, iya. Tupperware-nya jangan lupa dibawa pulang, bisa kelar hidup Lo, ntar.]