Bapak mengepulkan asap rokok ke udara.
"Jadi berapa anak Bapak?"
"Tiga."
"Istri bapak?"
"Sudah pergi bersama laki-laki lain sejak lama."
"Tega sekali perempuan itu. Apa ia bahagia sekarang?"
"Semua orang kebagian bahagia dengan porsi yang sama. Meski ia tidak bahagia dengan laki-laki pilihannya, pasti Tuhan punya cara memberi kebahagiaan yang lain." | Cerpen Kehidupan Sebuah Catatan Seorang Bapak
"Bagaimana kalau ia ia terus membandingkan suaminya yang sekarang dengan Bapak?"
"Itu haknya. Dan dosanya karena memikirkan laki-laki lain ketika punya suami yang sah."
"Itu pula yang ia lakukan pada Bapak dulu."
Si Bapak mengangguk.
"Lalu di mana anak-anak Bapak sekarang?"
"Yang pertama sudah menikah. Merantau bersama istri dan anak-anaknya."
"Lalu?"
"Yang kedua juga sudah menikah, tinggal bersama mertuanya. Tinggal yang nomor tiga belum menemukan jodoh."
"Dia satu-satunya yang bersama Bapak?"
"Tidak. Ia bekerja di suatu tempat yang mengharuskan ia tinggal di situ."
"Bapak tidak sedih hidup sendiri?"
"Tentu sedih. Tapi kesedihan saya tidak lebih penting dari kebahagiaan anak-anak saya. Biarkan mereka menemukan jalan hidup masing-masing."
"Walau dengan cara melupakan hidup, Bapak?"
"Sebagian besar orangtua harus berbesar hati untuk dilupakan di hari tua. Tugas saya dulu membuat mereka ada. Mencarikan mereka makan. Menyekolahkan. Lalu melepaskan."
"Sedih ya pak jadi orangtua."
"Itu kodrat kita."
"Apa bapak tidak marah saat anak-anak Bapak seolah melupakan Bapak. Hanya menelepon kalau sempat. Dan bahkan sekali setahun pun mereka beralasan tidak punya uang untuk mengunjungi."
"Biar saja. Tugas saya hanya berdoa yang terbaik untuk mereka. Besok kalau saya mati pasti mereka sedih. Mungkin akan sedikit menyesali kenapa selama ini terkesan mengabaikan saya."
"Apalagi arti kesedihan buat mereka, kalau toh pada akhirnya Bapak sudah mati."
"Tidak ada, kecuali mereka mau meluangkan waktu beberapa detik untuk mendoakanku kelak di alam kubur. Maka artinya mereka menolongku."
"Jika anak-anak bapak sholat pun tidak, bagaimana?"
Si Bapak merenung sedih.
"Maka saat itu mereka terus-terusan telah menyiksaku dengan mengabaikan sholat-sholat yang kuajarkan selama ini. Kau tahu tidak ada penyiksaan yang lebih kejam selain anak yang tidak mau menolong orangtuanya dengan doa, saat orangtua itu sudah tiada." |
"Mudah-mudahan Bapak di beri umur panjang. Dan semoga anak-anaknya segera datang mengunjungi. Iya kan Pak."
Tidak ada jawaban.
"Pak..?"
Hening.
"Ya Allah, Pak, Bapak kenapa? Pak Bangun Pak...Pak!"
Panik.
"Innalillahwainailaihiroji'un"
(Sesungguhnya usia tidak ada yang bisa membilang kapan usainya. Mungkin kita yang pergi dulu dan besar kemungkinan pula orangtua yang pergi mendahului. | Cerpen Kehidupan Sebuah Catatan Seorang Bapak
Maka lihatlah. Jenguklah. Berbaktilah. Peluklah. Dan Doakanlah ayah ibu kita. Sebab semakin tua semakin sadarlah orangtua harta mereka sebenarnya adalah kita. Sayangnya mereka terkadang sadar justru ketika kita tidak bersama lagi.)
- Home
- CERPEN KEHIDUPAN
- CERPEN MOTIVASI
- Sebuah Catatan Seorang Bapak