Jam setengah lima sore, Papa duduk santai dengan kopiah miringnya di depan tv, ditemani secangkir kopi dan setoples krupuk lumping sapi. | Cerpen Lucu Kisah Petualangan The Power Of Emak
"Dad," panggilku.
Papa yang sedang sibuk mengunyah menoleh, "hmm?" Sahutnya sambil mengangkat alis.
Aku mengendikkan bahu, "test pendengaran doang." Aku langsung ngacir dari hadapan Papa. Aku yakin sembilan puluh delapan persen Papa berteriak tidak terima.
Aku sampai dapur, menatap Mama yang lagi-lagi sibuk di depan kompor, "Mak, lagi ngapain?"
Mama menoleh, "kamu lihatnya Mama lagi ngapain, Fani?" Mama berdecak dan menatapku jengkel. Aku hanya nyengir lebar, "kamu jangan keseringen nanya yang nggak guna gitu sama Mama, dong!"
Aku haha hehe sambil menggaruk belakang kepala, "Mak, kalau boleh ja-,"
"Ape?"
Sekarang giliran aku yang berdecak, "Mak ku cuma mau ngomong, sekali-kali buatnya jangan gorengan tempe kek, Fani pengen punya bibir yang seksian dikit," Mama menoleh bingung, "yaa ... maksud Fani, ganti kek jangan gorengan mulu. Kalo bibir Fani ketemunya sama yang berminyak mulu ... Fani nggak pede, berasa punya pinggiran asbak yang menempel bukan pada tempatnya."
"Bibir kamu memang kayak pinggiran asbak, Fan."
"Mak!" aku berucap tak terima, "ya sebenernya nggak apa sih, dari pada bibir Mama, kayak pinggiran koreng, hii."
Pletak!!
"Aduh," aku meringis lalu mengusap-usap kepala, "Mak, aku pengen cerita,"
"Nanti dulu," Mama meletakkan satu sorok gorengan di piring.
"Tentang Ustadz Kahfi ini mah."
Mama yang hendak menggoreng, langsung mematikan kompornya, aura semangat membara dapat aku rasakan melalui pancaran wajahnya, haha.
"Jadi gimana?"
"Aku nggak jadi ambil rambut sama kaos dalamnya," bahuku merosot, kecewa. "Nggak tau caranya, lagian gimana mau ngambil, Mak? Fani mah ditatap sama Ustadz Kahfi aja udah berasa nggak punya tulang sama pijakan"
Mama yang tadinya menampilkan raut jengkel berubah seolah mual mendengar perkataanku, "heleh lebay."
"Beneran, Mak..." aku mencoba meyakinkan, "terus-terus, pas pelajaran kan Fani ngomong pengen dinikahin sama Ustadz Ka-,"
"Serius?? Kamu ngomong gitu?" Mama memotong ceritaku, dia mengguncang bahuku berlebihan, "ayo lanjut! lanjutkan ceritamu! Mama yakin kamu mewarisi darah muda Mama dulu."
"Darah muda Mama yang mana?"
"Yaa ... yang nyulik Papamu itu."
"Nyulik?" keningku mengkerut bingung. Otakku berpikir keras, apa jangan ja-
"Kan Mama pernah cerita, buat nikahin Papamu Mama perlu nyulik Papamu dulu."
Heh?? "Memang Papa nggak berontak ta, Mak?"
Mama tertawa merdu, kuah dari mulutnya menciprat sedikit hampir mengenai wajahku, "Ya enggak dong! Yakali Papamu berontak, orang Papamu cinta sama Mama," Mama menepuk dada bangga, sementara aku hanya menatapnya heran, "sebenernya Papamu yang mau nyulik Mama, tapi berhubung Papamu anak keagamaan yang katanya takut dosa, Mama sama Papa buat kesepakatan, biar Mama aja yang nyulik Papa."
Sungguh luar biasa. Tidak pernah berhenti terkagum-kagum aku kalau mendengar cerita hebat Mama bersama Papa dulu, "Mak, Kau begitu luar biasa."
Mama terbahak sombong, "Mama gituloh!" serunya bangga, "udah lupain soal tadi, jadi ... gimana soal Nak Kahfi?"
"Ehm ... anu," aku kali ini menggaruk pelipis, "Fani pas siang bilang minta dinikahi sama Ustadz Kahfi, tapi Ustdaznya malah bilang, Fani kamu sekolah yang bener! Jangan kebanyakan nonton si boy anak jalanan."
Mama terbahak, dia menepuk-nepuk pundakku, "sabaar, sabaar!"
"Jadi Mama punya rencana apa lagi nih?"
Mama menatapku serius,"nanti ... Mama pikirin dulu."
Leh ... Palingan tanya ke si mbah google lagi, "kenapa nanti sih, Mak?"
"Mama ... googling dulu."
Naah! Tepatkan? Tidak meleset sedikitpun, "sudah ku dagu." Aku manggut-manggut.
"Duga Fani!"
"Duga mah ini Mama."
"Justru itu yang DAGU!!" Mama berteriak. Aku ngakak.
Hari ini, tepatnya rabu. Tidak ada pelajaran Ustadz Kahfi. Ah ya Allah, hari-hariku terasa mati, tanpa kehadirannya di sisi. | Cerpen Lucu Kisah Petualangan The Power Of Emak
Detik demi detik terasa sepi ... yaah, sesepi hatiku ini. Kiw kiw, jadi inget pacar orang euy. Haha.
"Ge, kok makin lama makin sepi aja ya ni hari?".
Gea menatapku yang sedang mengetuk-ngetuk pensil tumpul ke meja, "sepi nenek lo sniper!" Gea nyolot, "lo gak liat? Si Akmal sama si Danny yang lagi mainin perahu kertas tapi bunyinya bunyi motor?"
Aku menatap Gea sekilas, "gak."
"Waah! Sarap nih bocah. Lo juga gak liat, eh? Si Vita, Vida, sama Vila yang lagi mesem-mesem kayak orang stres di depan kamera sambil halo-halo gelo?"
Aku menatap Gea lagi, kali ini dengan berkedip dua kali dan menghela napas, "sumpah, Ge! Tanpa Ustadz Kahfi itu berasa sepi hidup gue."
"Si sinting mulai ngebait." Gea menempiling kepalaku pelan.
"Lo tau gak Ge? Ba-,"
"Enggak lah, orang lo aja belum cerita."
Pletak!
Aku menjitak kening mulus Gea dan berkata ganas, "jangan potong-potong cerita gue makanya. Gue belum rampung ngomong."
"Motong cerita lo, bagi gue gak masalah. Yang masalah itu kalo gue motong hati Ayang Akmal yang isinya rasa cinta, terus potongan hatinya gue bagi-bagiin ke manusia fakir asmara kayak lo."
"Sinting!" Aku terbahak, "jadi Ge, gue mau ngomong kalo hidup gue sepi tanpa Ustadz Kahfi."
"Udah dua kali lo ngomong gitu, Fani." Gea menatapku malas. Aku cengengesan.
"Terus Fani sih tadi mau cerita apa ya?" Aku bermonolog, sementara Gea mengendikkan bahu acuh, "oh iya Ge! Hidup gue terasa sepi tanpa Ustadz Kahfi."
"Sumpah gue pengen kepret bibir lo." Gea mendengus.
Aku ngakak tak perduli, "tau gak, Ge? Kenapa sepi tanpa Ustadz Kahfi?"
"Rak urus ya, Fan!"
"Karena bagi gue, yang tinggal di bumi selain gue itu cuma Ustadz Kahfi. Orang lain mah ngontrak, yang nggak bayar tagihan lagi."
"Bodo amat, Fan!! Bodo amat." Gea keluar kelas.
Aku melongo menatap ke pergian Gea yang terkesan drama itu. Ah jam kosong tanpa teman ngobrol itu ... neraka.
"Fan!"
Aku menoleh, Vita menyapaku sambil tersenyum, di tangnnya ada ponsel canggih yang tak lupa dia bawa setiap hari.
"Apa?"
"Sini! mau ikut selfie nggak?"
Selfie? Setahuku selfie itu sendirian, tapi mereka bertiga dan berempat jika aku bergabung. Ah masa bodoh.
"Iya deh!" Aku bangkit.
"Say Guciii..."
CKLIK
"Eh liat hasilnya dong," aku rusuh sendiri. Maklum aku manusia-manusia berkelas yang jarang selfie. Yang sering selfie, percayalah ... kalian lebih berkelas, hehe. Ngibul.
"Wow keren!! kok bisa nggak keliatan ya jerawatnya," aku berseru heboh, mengabaikan triple vi yang menatapku seolah jijik.
"GE!! SINI!" Aku berteriak.
Gea yang menyender di kusen pintu menoleh sungkan, "apaan?"
"Foto bareng Vita sini! kameranya keren. Jerawatnya ilang."
"Emang gue punya jerawat?" Gea mendekat.
"Itu sih di atas alis," tunjukku.
"ITU TAHI LALAT FANI!"
"E-EHH?"
Gea yang semula mendekat kini menuju ke pintu lagi. Dia menyender sambil menelengkan kepalanya ke samping. Keningnya berkerut-kerut dengan mata menatap fokus ke depan.
"FANI SINI!! ADA USTADZ KAHFI ITU DI DEPAN KELAS SEBELAH!"
Aku yang sedang haha hihi dengan kamera Vita menoleh cepat, "serius?"
"Aquarius."
Aku berlari.
Da ... BOOM!!
Ternyata benar. Ustadz Kahfi sedang berjalan, beberapa meter lagi hampir melewati kelasku.
Da ... BOOM!!
Ternyata benar. Ustadz Kahfi sedang berjalan, beberapa meter lagi hampir melewati kelasku.
"Ustadz..!" Aku menyapa sambil tersenyum manis.
Ustadz Kahfi menatapku dan balas tersenyum tipis, "ada apa, Fani?"
Oh gusti. Aku segera meraba perutku. Takut pusarku berpindah ke sebelah hidung. Oh yes! Ternyata masih ditempat.
Aku menatap ke depan, melihat Ustadz Kahfi yang sepertinya kebingungan menungguku bersuara. Gombalin ah.
"Ustadz, bapak Ustadz jualan sate ya?"
Ustadz Kahfi mengernyit bingung, "bukan, Bapak saya tentara angkatan darat."
"Ish Ustadz, mah!" Aku berkacak pinggang,"nyenengin murid sekali mah, Tadz. Bilang kok tahu, kek!"
Ustadz Kahfi tergelak merdu, dia manggut-manggut, "iya Fani. Kok tahu, sih?"
Aku tersenyum lebar, "soalnya Ustadz sudah menusuk-nusuk relung hatiku."
Ustadz Kahfi tergelak lagi, dia memalingkan wajah. Aku melirik Gea yang sedang menghadapkan wajahnya ke kresek hitam besar sambil terus menirukan orang mual.
"Fani ... Ayah kamu penjual mie ayam, ya?"
Demi apa Ustadz Kahfi mau merayu?!! Demi celana joger markurius, aku bahagia, serius! Aku mau digombali Ustadz kesayangan, terbang euy.
"Kok tahu, Ustadz?" Aku menjawab semangat. "Kan kemarin, beli." Glek! Aku kejang-kejang. Mengabaikan Gea yang menjerit panik. | Cerpen Lucu Kisah Petualangan The Power Of Emak
- Bersambung -