Tuhan Kenapa Qila Tidak Punya Mama Part 2

Rasanya baru saja Rifki terlelap, saat bahunya diguncang tanpa henti. Bersamaan dengan teriakan, "Abi! Abi!"


Lelaki keturunan Arab itu menggeliat pelan, sambil bergumam tak jelas, lalu kembali tak bergerak.


"Abi ... bangun. Nanti Qila telat." Qila masih terus berusaha, lalu menempatkan mulutnya tepat di telinga Rifki. "Abi!" | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Qila Tidak Punya Mama Part 2


Rifki berjingkat. Kali ini teriakan Aqilah berhasil membangunkannya.


"Ya Allah, Qila. Kok gitu cara bangunin orangtua?" ujar Rifki bersungut-sungut, masih merasakan jantungnya berdetak cepat karena kaget.


Aqilah sama sekali tak peduli dengan teguran sang ayah. Dia malah berdiri di tengah tempat tidur sambil berkacak pinggang. "Ngga usah mandi, ya, Bi. Ayo cepat!" suruhnya, lalu dia melompat turun dari tempat tidur, berlari keluar kamar.


Rifki cuma bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah putri kecilnya. Tak habis pikir sifat siapa yang diwarisi. Dalam hati dia berdoa semoga Aqilah tak menuruni sifat otoriter dari sang kakek—mantan mertuanya. Laki-laki yang dulu sangat dia hormati, tetapi sekarang masuk dalam daftar orang yang dibenci.


Sebelum mendengar teriakan lagi karena masih bergeming di atas tempat tidur, Rifki segera beranjak menuju kamar mandi. Benar-benar hanya mencuci muka dan menggosok gigi, lalu bersiap untuk mengantar Aqilah. Kegiatan yang tak pernah dia lewatkan sejak gadis berambut keriting itu masuk PAUD.


Saat keluar kamar, laki-laki berkulit coklat itu melihat sang putri berdiri di samping meja makan. Gadis yang telah menggunakan seragam lengkap beserta jilbabnya itu sedang memperhatikan Zahra—adik bungsu Rifki—menyiapkan bekal makan.


Rifki mendengus, lalu meledek, "Kirain sudah siap, ternyata bekalnya baru selesai."


Aqilah melirik Rifki sekilas. "Soalnya Abi susah dibangunin."


Mendengar jawaban Aqilah, Zahra mendengus geli, tak berani tertawa. Sementara Rifki menggerutu sambil mencubit pipi tembam Aqilah yang langsung cemberut. Merasa gemas, karena anaknya selalu punya jawaban yang pas untuk berkilah.


"Nah, sudah siap." Zahra memakaikan tas ransel ke punggung keponakannya setelah selesai mengisi semua kebutuhan gadis kecil itu. "Nanti Abang atau Ira yang jemput Qila?"


Rifki tak langsung menjawab, mengingat sejenak agenda kerjanya hari ini.


"Ira aja, ya? Abang mau ke kantor notaris, takut lama nanti."


Zahra mengacungkan jempol sembari menjawab, "Siap." Lalu mengulurkan tangan pada Aqilah. "Salaman dulu."


Aqilah menurut, mencium punggung tangan Zahra, yang dibalas kecupan singkat di pipi oleh sang Bibi.


Melihat kedekatan sang putri dengan Zahra, sebuah senyuman tersungging di bibir Rifki. Seharusnya kasih sayang dari Saidah, dua adik perempuan dan dirinya sudah cukup bagi Aqilah. Rasanya tak perlu ada orang lain lagi. Itu yang Rifki pikirkan selama ini, sebelum mendengar pertanyaan Aqilah semalam.


••


Berulang kali Rifki melirik arloji yang melilit di pergelangan tangan kirinya. Sudah setengah jam dia menunggu, tetapi Nadia belum juga datang ke kantor. Notaris rekanannya itu memang sering berangkat siang semenjak memiliki momongan.


Hampir menuju angka empatpuluh lima menit, ketika sebuah sedan hitam berhenti di depan bangunan ber-plank 'Kantor Notaris/PPAT Nadia Hasan'. Napas lega dihembuskan, saat Rifki mengenali mobil itu milik Ayash—suami Nadia. Namun, pengendaranya tak kunjung turun, membuat Rifki penasaran dan beranjak keluar kantor. Seketika itu juga, dia merasa menyesal. Seharusnya tetap menunggu di dalam saja.


Pemandangan yang berhasil membuat iri setengah mati, saat Rifki melihat Nadia mencium kedua pipi bayi dalam gendongan sang suami. Kemudian perempuan keturunan Arab-Jawa itu bersalaman dengan suaminya, yang dibalas ciuman di kening. | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Qila Tidak Punya Mama Part 2


Bukan hanya keharmonisan mereka yang membuat iri, tetapi juga kesetiaan Nadia. Entah bagaimana persisnya kisah mereka, tak begitu jelas Rifki ketahui. Dia hanya tahu, bayi berusia delapan bulan itu bukan anak mereka, tetapi anak Ayash dari perempuan lain. Namun, Nadia menerima seperti anak kandung sendiri.


Bagaimana bisa apa yang telah Ayash lakukan begitu mudah Nadia maafkan? Sementara kesalahan kecil yang dulu Rifki lakukan malah berujung perceraian. Mengingat hal itu, kembali membuat Rifki merasa kesal dan marah akan dirinya sendiri juga pada sang mantan istri.


Tak menunggu Nadia keluar mobil, Rifki kembali masuk ke kantor. Tepat sesaat dia duduk di kursi tunggu, ponselnya bergetar. Satu pesan singkat masuk.


"Assalamualaikum. Ini Rifki?" Dari nomor tak dikenal.


Rifki segera membalas, "Wa'alaikum salaam. Iya, ini siapa?"


Tak lama, benda pipih ber-chasing merah itu kembali bergetar. Rifki mengira balasan dari nomor tak dikenal tadi, ternyata bukan.


"Bang, Qila ngambek, ngga mau pulang dari sekolah. Gara-gara Bu Guru bilang besok ada pertemuan orangtua, dan semua siswa disuruh ajak ibu masing-masing. Qila langsung nangis dan bilang ngga punya ibu. Gimana nih?" Pesan dari Zahra yang disertai emoticon menangis sebagai penutup.


Rifki menghela napas panjang. 'Masalah ibu lagi' gerutunya dalam hati.


"Biar Abang ke sana," balas Rifki untuk Zahra, bertepatan dengan pesan lain yang masuk.


Dari nomor tak dikenal tadi.


"Ini Yasmin."


Rifki tertegun membaca isi balasan itu.


Suasana hatinya yang sudah tak baik sejak semalam, semakin kacau. Ada perasaan aneh yang menyusup dalam dadanya. Antara marah, kaget, juga ... entah. | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Qila Tidak Punya Mama Part 2


- Bersambung -