Aku, Liza dan Ruly, kami bersahabat sejak SMP. Awal persahabatan kami karena seringnya kami belajar bersama dalam satu kelompok. | Cerpen Motivasi Tidak Disangka Ternyata Sahabatku Adalah
Teman-teman sering menertawakan persahabatan kami, karena menurut mereka aneh dua cewe tomboi dan satu cowo gemulai. Kami tak pernah ambil pusing dengan hal tersebut. Kami nyaman dengan persahabatan ini, bisa saling mengkritik, saling berbagi dalam suka dan duka.
Kami juga masuk di SMU yang sama, meskipun beda kelas tapi tiap hari selalu bertemu. Intensitas pertemuan kami berkurang sejak kami jadi mahasiswa karena kami belajar di perguruan tinggi yang berbeda. Yang tadinya bertemu setiap hari jadi seminggu sekali karena kegiatan kampus yang berbeda, tapi kami tetap berkomunikasi via telepon maupun medsos.
Memasuki dunia kerja, kami semakin jarang bertemu bertiga, kadang aku hanya jalan dengan Liza atau Ruly, lebih sering dengan Liza. Ruly yang super sibuk, karena dia sering tugas ke luar kota.
Hari itu ditempat yang berbeda aku dan Liza membaca status di wall FB Ruly yang isinya membuat kami kuatir.
[Ingin berlari sejauh mungkin hingga tak seorangpun menemukanku].
Tidak hanya hari itu, tapi Ruly posting status yang berbeda tiap harinya, berikut beberapa status yg dia posting tiap hari satu status yang membuat kami kuatir.
[Masih adakah ampun buatku???]
[Ingin mati rasanya]
[Mereka marah besar dan mengusirku dari rumah]
[Bukan mauku jadi begini]
[Ya...bunuh diri lebih baik]
Aku dan Liza sangat kuatir membaca status-status tersebut. Kami yakin Ruly punya masalah yang serius. Kami coba telpon, kirim pesan di WA maupun di inbox tapi tak ada balasan.
"Vina, kamu sudah baca status-status FB Ruly beberapa hari terakhir ini?" tanya Liza di telpon.
"Baca, sebenarnya Ruly kenapa ya?" tanyaku penasaran.
"Entahlah. Dia tak balas pesanku atau angkat telponku." Jawab Liza.
"Kalau begitu pulang kerja nanti aku ke rumahnya saja semoga tante tahu apa yang sedang dihadapi Ruly." Putusku.
"Kasih kabar aku, biar kita bisa bantu dia." Kata Liza.
Di rumah Ruly aku disambut baik oleh mamanya tapi papanya hanya diam. Mama Ruly langsung mengajakku ke ruang makan dan mengambilkanku minuman. Selesai minum...
"Vina tolong Ruly, dia sudah tersesat terlalu jauh sejak kalian sudah tidak satu sekolah lagi." kata si tante sambil menangis dan memelukku.
"Ruly kenapa tante? Apa om marah pada Ruly?" tanyaku.
"Ya, om marah besar. Ruly sudah buat malu kami." jawab si tante.
Tidak banyak info yang aku dapat dari mamanya Ruly. Apa yang aku dapat dari orangtua Ruly langsung kuceritakan pada Liza.
Sebelum kami tidur, tiba-tiba Ruly kirim pesan di WA tuk kami.
"Maaf ya belakangan ini aku tak pernah balas pesan maupun telpon kalian. Terima kasih ya Vin sudah datang ke rumahku." tulisnya.
"Kamu ada masalah apa?" tulisku.
"Ceritakan pada kami!" tulis Liza.
Ruly hanya membalas pesan kami dengan emotion menangis. Beberapa menit kemudiaan balasnya, "Susah diceritakan di WA Liza Vina."
"Ya sudah kita ketemuan saja, atur waktunya." tulisku lagi.
"Nanti kalau aku sudah siap cerita ya. Aku janji akan kabari kalian." balasnya mengakhiri chat tersebut.
Akhirnya aku dan Liza hanya bisa mendoakan dan berharap yang terbaik buat Ruly, sekaligus menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
Suatu hari saat masih SMP kami janjian di rumah Ruly.
"Pagi tante, Liza sudah datang?" tanyaku pada tante.
"Belum, janjian jam berapa? Ruly juga masih tidur." jawab si tante.
"Jam 8 tante. Biar saja nanti juga bangun kalau dengar suara Liza." kataku.
Lumayan lama juga tunggu si Liza datang, Ruly juga belum bangun.
"Tante permisi ke belakang." pamitku.
"Pakai kamar mandi yang di kamar Ruly saja sekalian bangunkan dia. Kamar mandi di belakang krannya mati." kata si tante.
Karena sudah tak tahan aku langsung ke kamar Ruly. Keluar dari kamar mandi aku kaget lihat kamar cowo banyak boneka dan kamarnya didominasi warna pink. Aku tak dapat bicara apapun.
Ruly menggeliat bangun dan kaget lihat aku di kamarnya. Dia langsung tarik aku supaya duduk disampingnya dan berkata, "Tolong jangan kasih tau siapapun apa yang kamu lihat di kamarku Vin." Aku hanya menganggukkan kepala, lalu keluar kamarnya. Kusimpan sendiri rahasia itu dan tak pernah kuceritakan pada Liza.
Kelas 3 SMU Liza dan Ruly sekelas. Suatu hari Liza belajar ke rumah Ruly dan....
"Ruly ini kamar kamu kan?" tanya Liza histeris karena melihat koleksi make up lengkap di kamar Ruly.
"Husst jangan ribut, mau apa ke kamarku?" tanya Ruly balik.
"Mau ke kamar mandi, disuruh tante pakai yang di kamarmu saja karena di belakang ada kakakmu." jawab Liza.
"Lain kali ketuk pintu dulu neng." kata Ruly dengan muka marah.
"Maaf, kalau boleh tahu itu make up siapa lengkap benar?" tanya Liza
"Make up aku, kenapa?" kata Ruly lagi.
"Yakin Rul? Parah. Sejak kapan koleksi make up? Kalau Vina tahu pasti dia ketawa." celoteh Liza sambil nahan tawa.
"Makanya jangan kasih tahu Vina. Kalian ketawa karena cewe tomboi mana suka pakai make up...awas ya kalau Vina sampai tahu. | Cerpen Motivasi Tidak Disangka Ternyata Sahabatku Adalah
Aku pakai ini kalau lagi jadi MC atau nyanyi aja di panggung." kata Ruly sekaligus menjelaskan.
Seminggu kemudiaan setelah chat yang lalu, akhirnya Ruly kirim pesan lagi di WA.
"Hai cewe-cewe tomboi." sapanya.
"Yang dinanti...akhirnya chat juga." tulisku.
"Jadi kapan siap cerita pada kami?" tanya Liza.
Bukan dijawab dengan kata, malah dikirim emotion tertawa. Dan kami hanya diam menunggu pesan berikutnya. Beberapa menit kemudian.
"Oke, hari minggu ditempat biasa kita ketemu. Bye bye." tulisnya.
Hari minggu kami bertemu. Pesan makanan dan minuman, lalu tanpa basa basi lagi...
"Oke, masalahmu apa sebenarnya?" tanya Liza.
"Sabar. Tunggu selesai makan minum." jawab Ruly santai.
"Ruly...kami kuatir dengan keadaanmu karena status-status kamu di FB dan kata-kata tante padaku." lanjutku kesal.
Dengan santainya dia lanjutkan makan hingga habis tanpa rasa bersalah sedikitpun sudah buat kami kesal. Dan selesai makan dia mulai bicara.
"Ya, aku punya masalah. Orangtuaku juga baru tahu beberapa hari lalu dan mereka marah besar tepatnya kecewa." katanya sambil tarik nafas, "sekarang aku mau cerita pada kalian tapi janji hanya sampai pada kalian." lanjutnya.
"Tunggu, sepertinya aku tahu masalahmu!" potong Liza.
Ruly hanya senyum dan berkata, "Mau dilanjutkan tidak?"
"Biar kami tebak dan maaf kalau tebakan kami menyinggung perasaanmu." kataku.
Ruly hanya senyum dan dari kode tangannya dia mempersilahkan kami menebak masalahnya. Sebelum kami buka mulut, aku dan Liza saling berpandangan dan serempak kami berbisik, "Kamu gay?"
Ruly tidak menjawab, hanya tersenyum dan memberi dua jempolnya sambil memandangi kami satu per satu. Lalu...
"Sejak kapan kalian tahu?" tanyanya.
"Maaf, jadi benar?" Liza balik tanya.
"Ya Liza, ya Vina...tapi tolong cukup kalian yang tahu, biarlah orang lain tahu dengan sendirinya asalkan bukan dari kalian." jawabnya.
"Aku sudah curiga sejak SMP, saat masuk kamarmu dan lihat boneka serta dominasi pink." jawabku.
"Aku sebenarnya dah lama curiga secara kita berteman sejak TK Ruly, tapi semakin jelas waktu SMU saat kulihat make up di kamarmu." jawab Liza.
"Lalu, kenapa kalian tetap mau bersahabat denganku?" tanya Ruly.
"Kami yakin ini bukan kemauanmu, tapi pengaruh lingkungan dan kami yakin bisa sembuh kalau kamu niat." jawab Liza.
"Sudah ke psikiater?"tanyaku.
"Sudah dan psikiaternya yg membuka aib ini ke orangtuaku. Ini semua juga terjadi karena papa yang seorang pelaut jarang di rumah, mama ingin punya anak cewe, kakak cowoku yang kuliah di luar kota, sepupu-sepupu yang menemaniku di rumah selalu cewe. Itu yang mempengaruhi psikologisku...lalu sejak kuliah, ternyata di kampusku banyak yang juga gay dan mereka buat komunitas sendiri, makin terjerumuslah aku." jelasnya.
"Oke, kami hanya bisa mendoakan yang terbaik buatmu. Niat berubah harus tetap dari dirimu sendiri." kataku.
"Ya, semoga kalian tetap jadi sahabatku...bagaimana cewe-cewe tomboi?" tanyanya.
"Siap...lalu kamu sebagai cewe atau cowo di antara teman gay kamu?" tanya Liza lagi.
"Cewe lah....hahahaha, jadi kalau ketemu cowo di mall saat kita bertiga, siap-siap kalian kalah." jawabnya dengan tawa lepas.
"Hahaha...kami tidak takut cowo cantik. Yang melirikmu juga pasti sesama gay." canda kami.
Akhirnya malam itu aku lihat Ruly tertawa lepas tanpa beban yang selama ini dia simpan. Akupun tak penasaran lagi dengan kamar dan bonekanya. Liza juga tak perlu menyimpan kecurigaannya dari kecil. Dan kami pun akan tetap bersahabat sampai kapanpun.
---------------------------------------------------
LGBT tidak harus dimusuhi justru kita harus bantu mereka tuk kembali ke kodrat sebenarnya tentunya dengan niat berubah dari diri seorang LGBT. | Cerpen Motivasi Tidak Disangka Ternyata Sahabatku Adalah