Kisah Cinta Maya Chat yang Singkat

Kadang kita suka salah mengartikan. | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat yang Singkat

Apa yang menjadi takdir Tuhan, kita anggap hanya kebetulan.

Angin meliukkan tirai tipis penutup jendela kamar. Langit cerah hari ini. Tapi tidak dengan hati di sini. Pada meja menghadap bias cahaya, asap mengepul dari secangkir kopi hitam bersanding beberapa potong donat bertopping green tea.

Dari atas kursi yang sengaja kutarik ke sudut kamar, memeluk lutut. Telepon genggam menempel di telinga kiri. Dada sesak ketika dari seberang sana tawa nyaring menggema.

"Widy, Widy. Nasib kamu sial banget. Ahahahaha!"

Aku diam. Menatap kotak di atas ranjang, berisi barang-barang yang selama ini menghias meja kerja.

Hiks.

"Makanya hilangin narsis kamu! Upload foto gak pakai pertimbangan, malah di akun yang berteman sama orang-orang asing! Emang enak jadi santapan om ganjen."

"Ratna!" teriakku. Ini memalukan!

"Aku kira grup itu berisi orang-orang cerdas yang bisa dipercaya, gak mungkin menyalahkangunakan sosial media."

Ratna menghela napas, perihal si Penyu Darat dan istrinya sudah kuceritakan semua pada Ratna.

"Aku juga gak nyangka pedahal dia orang yang disegani, bisa terobsesi banget sama kamu. Jadiin foto kamu wallpaper WhatsApp dia? Stalking tempat kerja? Gila! Waspada. Ternyata kalian tinggal di kota yang sama, mungkin dia masih mengamati kamu sampai sekarang."

Merinding bulu roma. Mengerikan! Sepertinya aku harus pindah dari rumah kontrakan ini. Kenapa jadi merepotkan begini? Argh!

"Kak Wahyu sudah tahu?"

"Belum. Dia lagi di luar kota. Malam ini balik. Kalau tahu, dia pasti yang merasa lebih malu. Tunangannya hampir remuk dikira perusak rumah tangga. Banyak barang kantor hancur dibuat wanita itu. Nasib banget, setelah dapat malu ... dapat surat pemecatan."

Aku meringis. Perih.

Ratna berdecak. Ibu satu anak itu bergumam lama seperti berpikir sesuatu. "Kamu mau jadi penulis? Benar-benar penulis?"

Jantung bergetar. Seperti ada kupu-kupu menggelitik perut.

"Jadi penulis skenario, kamu mau?" tanya Ratna lagi.

"Kamu bisa bimbing?"

"Enggak," jawab Ratna sekenanya. Hm! Pendengar kecewa.

"Tapi aku tahu seseorang yang bisa bantu kamu."

"Siapa?" tanyaku langsung antusias.

"Abirama Ekata,"

"A-Abirama? Emang dia bisa?"

Ratna berdehem. "Kamu gak tahu siapa sosok dibalik nama itu, kan? Banyak yang gak tahu sih. Keluarga, pacar sama beberapa kerabat yang dia percaya doang, tahu kalau sebenarnya dia penulis hebat."

"Dia punya beberapa nama samaran, juga beberapa nama pena. Waktu nulis dia bisa pakai nama apa aja. Orang-orang yang kenal dia murni lewat tulisan, pasti sadar," lanjut sahabatku itu.

"Aku gak ngerti."

"Hm! Yasudahlah! Kalau kamu mau, nanti aku kontak dia. Selanjutnya ... kamu memperkenalkan diri sendiri. Kebetulan dia butuh asisten penulis. Gak perlu berpengalaman. Yang penting manut, gak ribet dan mau belajar. Kamu banget, kan?"

"Na, perasaan aku kok gak enak?"

"Kamu grogi? Hahaha! Awas! Satu hal lain yang jadi syarat, jangan jatuh cinta."

"Enggalah! Aku punya kak Wahyu."

"Oke deh, Sayang. Nanti aku kabarin lagi ya."

Tak berapa lama. Telepon kami berakhir. Ratna pernah bilang dia berkerabat dekat dengan banyak penulis kenamaan. Dan aku baru tahu, di balik akun penulis Facebook itu ... ternyata seorang penulis profesional? Ah masa?! | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat yang Singkat

Penasaran, aku mengetikkan nama Abirama Ekata di pencarian google. Hasilnya? Hanya muncul satu akun Facebook. Tidak ada informasi apapun tentang dia. Misterius.

Atau maksudnya ... Abirama adalah penulis bayangan?

22.03 WIB

Mungkinkah jam mungil yang melingkari pergelangan tangan ini salah? Rasanya baru sepuluh menit lalu di tempat ini aku menunggu. Tapi ternyata lebih dari sejam telah berlalu.

Menekan layar ponsel. Nada panggilan menunggu, tapi tidak ada jawaban. Mata terasa perih seperti segumpal daging teriris di balik dada. Dengan langkah lunglai, aku bangkit dari kursi warung mie ayam favoritku dan kak Wahyu. Malam ini dua mangkuk kuhabiskan sendiri. Haha.

Tring!

Pesan messenger, bukan pemberitahuan SMS atau chat WhatsApp dari kak Wahyu. Kecewa aku.

Abirama Ekata :

Malam, Cinta Maya.

Deg! Tunggu. Kenapa jantungku berdegup tidak normal? Apa segitu gugup aku? Di teras warung, langkah kaki kuhentikan sejenak. Tiba-tiba bingung harus berbuat apa. Mengetikkan pesan seadanya. Kirim.

Tak berapa lama balasan darinya muncul.

Abirama Ekata :

Coba kirim CV kamu. Sedikit informasi awal, saya menggunakan sistem kontrak. Kalau kinerja bagus, kontrak bisa diperpanjang.

Dua bulan pertama kita melakukan kerja jarak jauh. Lewat email dan messenger. Kalau kamu tidak keberatan dengan sistem kerja ini, nanti saya kirim surat kontrak kerja, silakan pahami. Jika setuju, silakan tanda tangan, dan fax ke saya.

Oh ya, saya sudah baca tulisan-tulisan kamu di grup, bagus. Beruntung jika kita bisa bekerja sama.

Tanganku berkeringat mengetikkan pesan balasan. Penulis yang satu ini sepertinya sosok idealis. Perkara pemecatan dari kantor, tidak membuatku terpuruk. Tertutupnya pintu dari sana justru membuka jalan baru yang selama ini kesempatannya kunantikan. Kebetulan?

Aku :

Baik, beri saya waktu sampai besok pagi. Akan saya kirimkan CV dan semua berkas yang dibutuhkan.

Terkirim.

Langsung terbaca. Dia membalas dengan icon jempol. Selesai. Percakapan singkat itu selesai. Mendadak aku lupa pada kak Wahyu yang tidak menepati janji.

Sumringah kubuka aplikasi ojek online. Harus segera mempersiapkan semua yang dia pinta. Entah kenapa malam ini tetap indah meski tanpa bintang, tanpa kak Wahyu.

Baru saja sedikit gembira. Seketika kembali merasakan firasat buruk. Bulu kuduk meremang. Tak jauh dari tempatku berdiri, sesosok tubuh tinggi berpakaian serba hitam mengenakan topi menutup separuh muka. Tertangkap mata baru saja mengamatiku.

Dia berbalik badan, membuka pintu mobil SUV silver. Diam di sana beberapa saat. Aku ... takut.

Driver ojek online masih lama. Dahi seketika berkeringat dingin.

Sebelah tangan menyentuh bahuku dari belakang. Panik. Menjerit. Aku memutar badan.

Plak!

Plak!

"Dek!"

"K-kak Wahyu!" Histerisku.

Kami sama-sama terkejut. Memegangi tanganku sendiri, masih tak menyangka baru saja menciptakan cap merah lebar di kedua pipinya.

Oh Tuhan! Aku menampar pipi si calon suami. | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat yang Singkat

- Bersambung -