Hari ini, terik matahari membakar bumi tiba-tiba berubah menjadi mendung dan turun hujan. Aku berdiri di pos Satpam sekolah menunggu hujan reda. | Cerpen Sedih Sebuah Kejutan Yang Indah Dari Hujan
"Ah sialan! Ujan lagi, ujan lagi." Gumamku dalam hati.
"Woy!" kata seseorang dari arah belakang yang membuatku terkejut. Spontan aku langsung menengok kearah sumber suara.
"Kamu ini Adi, kebiasaan bener ya ngagetin orang. Kalo aku jantungan mau apa coba?" Jawabku kesal.
"Hehehe, sorry Vik. Oh ya, kalo gitu kamu bareng aku aja yuk? Ya sebagai ucapan maaf aku." Tawarnya.
"Wih, makasih loh. Baik amat sih, yuklah capcus." Jawabku tanpa pikir panjang dan dengan senang hati.
Aku Vika, sekolah di SMA 2 Kotabumi. Adi adalah sahabatku. Sejak kecil kami selalu bersama, orangtua kamipun berteman dekat. Ya walaupun umur kami sama, tetapi dia menganggapku seperti adiknya sendiri. Setiap aku membutuhkannya dia selalu ada bersamaku. Rasanya aku selalu bergantung padanya. Tapi bagiku itu biasa, karena memang dari kecil terkadang aku bersikap manja padanya hingga kami beranggapan seperti kakak dan adik
Kemana-mana aku selalu diajaknya jika dia ingin pergi. Baik itu ke toko buku, pangkas rambut, kepasar, ke caffe, dan masih banyak lagi. Biasanya aku malu kalau dia mengajakku kepasar dan kepangkas ranbut. Karena tiap pedagang yang memandang kami, pasti rata-rata mereka tertawa dan kami dibilang pacaran, ada juga yang bilang pacar setia yang kepasar aja mau ikut. Tapi, kami tidak menggubris mereka. Kami tetap saja jalan santai mencari sesuatu yang kami tuju. Kalau aku diajaknya untuk menemaninya kepangkas rambut. Si tukang cukur pasti meledek Adi. "Eh, itu pacarmu ga ikut cukur juga?" dan banyak pertanyaan konyol yang mereka ucapkan. Kami hanya bisa tertawa kecil setelah itu.
Banyak orang berkata bahwa kami seperti sepasang kekasih. Namun kami tak pernah menghiraukannya.Adi itu adalah seseorang yang sangat menyukai hujan. Berbeda denganku, setiap turun hujan pasti aku kesal. Bisa dibilang aku tidak suka hujan. Jika ada hujan, Adi pasti keluar rumah untuk bermanja-manja dengan air hujan seperti anak kecil. Terkadang dia mengajakku untuk bermain hujan bersamanya. Namun aku selalu menolak. Aku kadang risih melihat tingkahnya seperti anak kecil jika bertemu hujan. Aku sering melarangnya dan memarahinya jika ia bermain-main dengan hujan.
"Vik, ujan-ujanan yok?" Tawarnya.
"Ih enggak ah." jawabku menolak.
"Udah ayok." Katanya sambil menarik tanganku.
"Nggak! Kamu tu kaya anak kecil tau ga Di. Ga pantes kamu maen ujan-ujanan kaya gini. Liat badanmu udah gede gitu. Emang ga malu kamu diliatin orang?"
"Nggaklah, ngapain aku malu? Kan aku pake baju." Selalu itu saja yang dia jawab jika aku memarahinya.
"Kalo kamu ga mau ujan-ujanan sama aku. Aku bakal marah, aku ga akan ngajak kamu kemana-mana lagi, ga akan nebengin gratis kamu lagi. Pokoknya aku ga akan negor kamu. Aku akan marah." ujarnya. Melihat wajahnya yang serius seperti itu membuatku takut, dan aku langsung mengiyakannya. Aku bermain hujan bersamanya. Itulah pertama kalinya aku merasakan tetesan hujan.
"Bagaimana? Menyenangkan bukan?"
"Ga juga."
"Nih, rasain ya!" dia mengambil air segayung dari kamar mandi dan menyiramkannya ke badanku.
"Adi! Awas kamu ya." aku pun membalas kelakuannya. Dan kembali lagi bermain hujan.
Sejak saat itu aku mulai menyukai hujan. Adi juga sering mengajakku dan akhir-akhir ini aku mengiyakan ajakannya untuk bermain hujan. Masa bodo deh, kalau orang melihat kami seperti anak kecil. Benar kata Adi, tidak mesti anak kecil saja yang suka hujan. Tetapi remaja pun masih meyukainya.
Satu tahun telah berlalu setelah itu, Adi mengajakku ke taman. Aku pun mengiyakan. Sesampainya ditaman, kami bersenda gurau, melihat bunga-bunga bermekaran, pancuran air yang indah dan lainnya yang ada disitu. Setelah kami merasa sedikit lelah karena mengelilingi taman. Kami pun duduk, lalu Adi berbicara sesuatu padaku.
"Vik, maafin aku ya?" ucapnya lirih.
"Lah, emang kamu salah apa Di?" tanyaku heran.
"Aku udah ga bisa jagain kamu lagi." jawabnya.
"Maksud kamu apa?"
"Kan bentar lagi kita lulus, aku mau ngelanjut kuliah di Jerman sebagai permintaan ayahku. Aku minta maaf ya Vik, aku ga bisa jagain kamu." ujarnya dengan raut wajah sedih.
"Tapi kamu janji kan, akan kesini lagi untuk aku?" Tanyaku menahan air mata.
"Janji Vik, beneran. Aku akan jagain kamu lagi. Tapi kamu jangan kemana-mana ya. Tetap di kota ini."
"Iya Di, aku akan tetap disini nunggu kamu."
"Jangan pindah rumah ya?" kembali lagi dia bertanya konyol untuk menepis kesedihan. Aku tertawa kecil.
"Hahahaha, kamu kalo nanya konyol terus sih Di? Ya ga mungkin lah aku mau pindah rumah. Orang rumahku kan disini. Udah kaya kucing beranak aja pindah-pindah."
"Aku serius loh Vik, bukan becanda."
"Iya aku ga akan kemana-mana aku juga janji."
Setelah itu kami mengacungkan jari kelingking sebagai janji.
4 bulan kemudian setelah kelulusan, dia pergi meninggalkan kota ini. Sehari sebelum dia pergi, dia datang kerumah untuk berjanji lagi akan kembali dan pamit padaku serta kedua orangtuaku. Ia hanya berkata "tetaplah menyukai hujan walaupun kamu bermain tidak bersamaku. Karena disana pun, aku juga akan bermain hujan walau tidak bersamamu." aku hanya mengangguk. Kemudian dia pergi lagi. Keesokan harinya saat dia sudah berangkat, aku tak sempat bertemu dengannya karena dia berangkat sangat pagi sekali. Tapi dia membuat status lewat facebooknya dan menandaiku. | Cerpen Sedih Sebuah Kejutan Yang Indah Dari Hujan
"Aku akan kembali Vika, jangan bosen sama hujan ya. Jaga dirimu, maaf aku ga bisa jagain kamu saat ini. Tapi aku akan menjaga kamu dari jauh lewat doaku pada Allah. "
Air mataku jatuh, tapi aku mencoba tuk menghapusnya. Aku akan menunggunya. Walau itu berangsur sangat lama. Pelindungku, penjagaku tak ada lagi disini. Ia sudah pergi jauh. Tapi aku akan tetap menunggunya.
3 tahun berlalu, aku telah lama menunggunya tapi ia tak kunjung datang. Aku ingin menelfonnya, tapi aku takut jika aku akan mengganggu konsentrasinya belajar. Digardu sore hari, aku seorang diri tengah memandang hujan. Rindu terhadap dirinya yang memperkenalkan aku dengan hujan ini. Hanya terdengar rintikan hujan yang bernyanyi dengan khasnya sendiri. "Adi, aku ingin kamu ada disini. Pulanglah Di, aku rindu." gumamku dalam hati.
"Aku ada disini Vika, aku kembali." ucap dari sumber suara mengejutkanku. Aku pun mencari sumber suara itu. Yang aku lihat adalah orang yang sangat aku rindukan. Adi berada disini, bersamaku. Aku tak percaya dia ada disini. Apakah aku mimpi, ataukah itu hanya halusinasiku saja?
"Hey... Kenapa kamu bengong? Ini aku Adi. Orang yang kamu tunggu ada disini." ujarnya.
"Benarkan kamu Adi?" tanyaku tak percaya.
"Iyalah, emang kamu pikir aku siapa? Makhluk halus?"
"Adi, aku rindu kamu Di. Makasih ya udah mau pulang demi aku." kataku sambil memeluk Adi.
"Iya sayang, aku ada disini. Aku juga rindu kamu" jawabnya membalas pelukanku. Tapi tak lama aku melepas pelukan itu.
"Kamu panggil aku apa? Sayang?" tanyaku kaget.
"Iya, ga boleh ya?"
Aku hanya terdiam, aku masih tak percaya saja dengan ucapannya. Tak biasanya dia memanggilku dengan kata sayang.
"Kenapa diem? Bulan depan kita kan menikah." ujarnya yang semakin membuatku kaget.
"Apa?"
"Iya, aku akan melamar kamu. Hujan ini akan menjadi saksi ucapanku. Orangtua kita juga udah sepakat, malahan mereka juga yang ingin menyatukan kita. Aku mencintaimu. Kamu mau kan Vik jadi istri aku?" ujarnya serius.
"Iya Di, aku mau. Aku juga sayang dan cinta sama kamu. Makasih Di, udah mau jagain aku lagi"
"Aku akan menjaga kamu selamanya sampai maut memisahkan kita Vik. Percayalah."
Ternyata hujan menyimpan banyak kenangan dan kejutan. Mungkin dulu aku tak menyukainya, namun sekarang berbeda. Hujan adalah temanku. Hujan jugalah yang dapat menghapus kesedihan dan merubahnya menjadi sebuah kejutan yang indah. | Cerpen Sedih Sebuah Kejutan Yang Indah Dari Hujan
Begitu juga bagaimana cara Tuhan berkarya untuk menurunkan hujan.