Kisah Seorang Nenek Yang Tersesat

Jam 9 malam kurang sedikit aku keluar dari lift di lantai dasar rumah sakit yang lengang.
Ayahku stroke dan setelah aku menjaga dari pagi maka adikku datang menggantikan.
Lantai dasar gedung lama ini tadinya adalah tempat pendaftaran dan tempat pengambilan obat jadi agak serem juga lihat kursi berjejar-jejer dalam keadaan kosong. | Cerpen Lucu Kisah Seorang Nenek Yang Tersesat


Bagaimana kalau sesuatu duduk di antara salah satu kursi itu?
Hiiih, aku bergidik sendiri dan cepat-cepat belok kiri untuk keluar melewati sebuah lorong pendek.
Di lorong itu ada seorang nenek berdiri kebingungan, antara mundur ke luar atau maju ke dalam.
Melihat aku muncul nenek itu mendekat. Langkahnya agak terseok dan suaranya pelan serta tertahan karena sesak napas.


"Neng, maaf...nenek lagi mencari bu Ningrum tapi nenek lupa kamarnya yang mana. Bisa minta tolong carikan, Neng?"
"Oh ya gak apa-apa," sahutku dan mengajak nenek itu kembali ke dalam rumah sakit dan naik lift ke lantai 2.
Tapi ternyata tidak ada nama bu Ningrum di lantai 2.
"Mungkin di lantai 3 , bu," kata mereka.


Akupun ke lantai 3 tapi lagi-lagi tidak ada pasien dengan nama bu Ningrum.
Kasihan si nenek, nafasnya sudah kepayahan. Dalam hati aku membatin, kenapa juga si nenek ini malam-malam keluyuran di rumah sakit bukan malah diam saja di ruang rawat.


Si nenek menyandarkan kepalanya ke dinding lift. Nafasnya turun naik dengan berat. Pasti karena kecapekan turun naik tangga, nenek setua itu tidak mungkin paham cara menggunakan lift.
Di gedung lama ternyata tidak ada pasien dengan nama bu Ningrum jadi kami menyeberang lewat lorong yang panjang menuju ke gedung baru.


Si nenek melingkarkan tangannya ke lenganku dan kami berjalan selangkah selangkah dengan perlahan.
Kenapa sih nenek setua ini dan punya penyakit sesak nafas malah disuruh menjaga pasien? Tega sekali keluarganya, omelku geram.
Kami sampai di gedung baru yang lebih luas tapi sangat sepi karena belum terlalu banyak pasien yang dirawat di sini.
Kami bertanya dulu di ruang Anggrek, tapi nama bu Ningrum tidak ada, lalu ke ruang Flamboyan tetap nama bu Ningrum tidak ada.


"Namanya salah kali, nek," kataku waktu kami ada dalam lift menuju IGD karena kami diarahkan ke sana.
"Bu Ningrum," sahut si nenek tersengal-sengal. Aku sampai ikut-ikutan sesak mendengar nafasnya yang pendek dan cepat.
Dan sampailah kami di IGD. Tidak banyak orang di sana hanya dua orang pemuda yang duduk menunduk memegang hape.
Aku langsung menuju ke resepsionis dan menanyakan apakah ada pasien bernama bu Ningrum di rawat di IGD.
Aku berdoa, mudah-mudahan kali ada sebab hari semakin malam mana rumahku jauh dan aku harus bawa motor.
Kalau bu Ningrum bukan dirawat di sini maka bagaimana dengan nenek ini? Belum apa-apa kepalaku langsung mumet memikirkan nasib si nenek.
Tapi alhamdulillah, si Aa yang jaga langsung menjawab,"Ada bu, di kamar ke dua sebelah kiri."
Pegangan si nenek di lenganku semakin kuat. Aku membuka pintu IGD dan mendekat ke petugas yang berjaga di dalam.


"Kamar bu Ningrum sebelah mana ya?"
"Itu bu," mereka menunjuk kamar yang ada di seberang meja petugas.
Pelan-pelan aku menggeser pintu ruang rawat bu Ningrum.
"Assalamaualaikun," sapaku pada seorang perempuan berusia 50an yang sedang duduk di kursi plastik.
Tiba-tiba, perempuan itu meloncat dari duduknya dan berlari ke luar tidak menghiraukan aku dan nenek yang baru saja masuk.


"Dokter, ibu saya siuman!" perempuan itu berteriak sementara aku terpaku dengan mata terbelalak. Sekujur tubuhku terasa panas seperti tertimpa bara menyala.
Di ranjang itu, di ranjang pasien tertidur seorang nenek tua yang badannya dipenuhi selang-selang. Nenek itu dalam keadaan koma.
Tapi dia mengeluarkan erangan dan jarinya bergerak-gerak.
Dokter dan beberapa perawat masuk dan segera mengambil tindakan.
"Maaf teteh tunggu di luar," kata seorang perawat padaku. Badanku membeku dan pelan-pelan ke luar dengan perasaan melayang.


Bu Ningrum adalah nenek yang barusan menggayut di lenganku. Nenek yang sedang koma. Mungkin ruhnya keluar jalan-jalan dan tersesat tidak tahu dimana raganya dirawat.
Aku berdiri di tempat parkir. Pulang jangan...pulang jangan? Akhirnya aku telepon adikku di ruang rawat minta dijemput ke tempat parkir, aku memutuskan untuk menginap saja.
Adikku menjawab,"Naek aja atuh sampe harus dijemput segala."
"Jemput aja dulu, nanti aku cerita!" jeritku panik. | Cerpen Lucu Kisah Seorang Nenek Yang Tersesat
Bayangkan aku harus ke gedung lama lagi dan naik lift yang barusan aku naiki dengan ruhnya bu Ningrum. Oh tidak!