Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 4

Hari senin pagi. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 4

Dari saat upacara di lapangan sampe masuk kelas, Sarah sama sekali nggak noleh. Mukanya jutek. Termasuk ke temen-temennya.

"Nick, lo ada masalah ya sama Sarah?" Bobby mencoba menebak. Pak Iman belum masuk, jadi suasana kelas masih seramai pasar.

"Hmm ..." Aku mengetuk-ngetuk pena di atas meja. Sambil berkali ngelirik ke arah Sarah yang sama sekali nggak peduli.

"Kenapa? Emang kemaren kalian ketemu?" Dahi Bobby mengernyit, nggak paham.

"Gara-gara anak kecil yang lo liat di rumah kemaren," dengusku.

"Kenapa dia? Keliatannya anak itu polos dan nggak banyak tingkah?"

"Ah, jangan percaya ama muka. Sekarang muka sering menipu. Keliatannya aja anak polos, padahal ..." Aku menarik napas, nggak sanggup melanjutkan kata-kata sendiri karena jengkel setengah mati.

Gara-gara dia kepercayaan Sarah hancur sudah. Bingung gimana cara ngeyakinin biar dia percaya lagi. Lagian dari tadi jangankan mau diajak ngomong, ngeliat aja kayaknya males banget.

Ah, tapi aku tetap harus ngajak ngobrol Sarah. Biar kesalahpahaman ini nggak semakin berlarut-larut.

Tapi ... kapan?

Sekarang? Mumpung Pak Iman belum dateng, nanti di kantin pas istirahat atau ... pulangnya aja? Argh!

Aku menggaruk kepala yang nggak gatal.

"Yah, malah bengong!" Bobby mengibaskan tangan di depan mataku. "Menurut gua, apapun masalah kalian kemaren, ada bagusnya lo cepet-cepet minta maaf sama Sarah."

Aku mengetuk-ngetuk pena lagi.

Lama.

Lalu, "Okelah liat aja nanti."

Liat nanti. Dan akhirnya aku sama sekali nggak punya kesempatan untuk ngasih penjelasan ke Sarah. Pertama, pas mau deketin, eh Pak Iman dateng. Ganggu aja dia.

Setelah itu pas bel istirahat bunyi dan aku siap-siap ngajak Sarah ke kantin, eh dia malah pergi ke perpustakaan. Sengaja mau menghindar kayaknya!

Harapan terakhir, setelah jam terakhir.

"Selamat siang anak-anak!" Bu Warbyasah mengucap salam perpisahan. Lalu detak heels-nya keluar dari kelas.

Baru saja suasana kelas menjadi ramai saat tiba-tiba si alay masuk.

"Ehm! Permisi semuanya! Di sini gua cuma mau minta perhatian sebentar!" Dehem si alay dengan totalitas tingkat kepedeannya.

Kelas seketika hening. Selain karena dia seorang senior, juga karena pada penasaran dia mau ngomongin masalah apa.

"Oke, tanpa perlu banyak basa-basi. Gua cuma mau kalian semua jadi saksi!"

"Saksi apaan, Kak?"

"Wah, apaan nih?"

"Jadi penasaran!"

Terdengar dengung suara anak-anak lagi. Dia segera mengangkat satu tangan agar semua kembali tenang. Lalu ... dengan langkah ditegap-tegapkan dia berjalan ke arah ... Sarah!

Mengeluarkan sekuntum bunga mawar merah dari balik punggungnya, dan mengulurkannya pada gadis yang wajahnya kini semerah tomat itu.

"Sarah ... aku udah lama banget suka sama kamu. Sekarang aku yakin bener-bener sayang sama kamu. Aku harap ... kamu mau nerima cinta aku ..." Pandangan matanya menyorot minta dikasihani.

Sementara aku merasa dada hampir meledak karena emosi. Apalagi saat terdengar sorak sorai anak-anak lainnya.

"Terima!"

"Terima!"

"Terima!!"

Sekilas, Sarah menoleh ke arahku. Aku terdiam. Dengan wajah memerah. Melihat tampangku, dia segera mengalihkan pandangan dengan kesal. Mungkin masih mengingat kejadian kemaren. Lalu,

"Iya ..." Dia mengambil kuntum mawar itu dari si alay.

Mereka jadian. Di depanku!

Krakk! | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 4

Ada yang terbelah di dada. Akhirnya hanya mampu membuang muka menutupi mata yang berkaca-kaca.

***

Gontai, aku melangkah menaiki tangga demi tangga menuju kamar. Membuka pintu, lalu menghempaskan diri di atas ranjang.

Memejamkan mata yang terasa panas dan basah. Apa yang lebih menyakitkan daripada patah hati karena kesalahpahaman?

Benar dugaanku. Selama ini iblis kecil itu cuma menunggu saat yang tepat untuk menghancurkanku. Salut! Ternyata sekarang dia jauh lebih licik daripada empat tahun yang lalu. Karena kali ini bukan barang-barang rumah yang dibikin berantakan. Tapi hatiku!

Tok tok tok!

Aku membuka mata. "Siapa?" Seruku dengan nada masih kesal.

"Ini Mami!"

Aku bangun, lalu melangkah malas membuka pintu kamar.

"Kenapa belum ganti baju? Besok kan masih pake seragam yang ini?" Mami langsung ngomel.

"Apa Mami ke sini cuma mau nyuruh ganti?" Aku menghela napas.

"Enggak. Mami cuma mau bilang cepetan ganti bajunya."

Dahiku berkerut, "Kenapa memang?"

"Kamu nggak mau ikut nganterin Tante Diandra ke Bandara?"

"Kan udah ada Sean dan Mami yang anter. Aku capek banget nih, Mi."

"Ya udah. Tapi seenggaknya kamu turun dulu. Nggak enak sama Tante Diandra."

Sedikit kesal, aku melangkah mengikuti mami turun ke bawah. Terlihat Tante Diandra dan Hiena dengan koper di tangan masing-masing. Sekilas, aku dan Hiena bertemu pandang. Huaah ...! Pengen banget gantung kebalik tuh anak di tiang listrik!

Tante Diandra tersenyum dan merentangkan tangan ke arahku. Terpaksa, aku datang ke pelukannya. Langsung di dekap, erat. Sampe susah napas!

"Tante pamit dulu ya Sayang. Oh ya, makasih karena kemaren udah jaga Hiena buat Tante!" ucapnya tulus.

"Ya, Tante!" Aku mengangguk sambil menggaruk kepala. Dalam hati bilang, lain kali kalo dateng lagi jangan bawa itu iblis kecil!

Setelah melepaskan pelukan yang menyiksa, akhirnya mereka keluar. Sementara aku menaiki tangga kembali masuk ke kamar.

Baru saja akan menghempaskan tubuh di atas ranjang, saat kudengar ketukan pintu lagi.

Tok tok!

"Siapa?" Aku bertanya.

Nggak ada jawaban, tapi pintunya diketuk lagi.

Dahiku berkerut. Siapa sih? Apa Mami? Tapi mereka kan baru aja pergi ke Bandara? Kak Xander? Nggak mungkin. Dia lebih milih nyelonong masuk atau gedor-gedor kalo pintu dikunci dari dalam. Lalu?

Tok tok tok!

Ketukan di pintu semakin keras. Kayaknya karena buru-buru. Cepat, aku bangkit dan membuka pintu.

Jreng!

Ternyata ... iblis kecil itu. Mau apa dia? Bukannya mereka udah jalan ke Bandara? Atau dia mau ngambil buku diary pink yang isinya cuma kata 'I Love You, Stupid' yang ketinggalan di kamarku?

Hiena memberi isyarat agar aku membungkukkan badan. Kayaknya mau membisikkan sesuatu. Mungkin mau bilang maaf karena kemaren dia ...

Cup!

Aku terdiam. Kaget. Iblis kecil itu ... mengecup pipiku! Kulihat rona merah di kedua pipinya. Lalu sebelum aku sempat bicara sesuatu dia sudah berlari pergi.

Ini ... gila! | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 4

- Bersambung -