Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 2

"Aku nggak menyangka gaji bulanan di koperasi simpan pinjam sebesar ini, " kulirik slip gaji yang baru saja dibuka Yusa. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 2

"Tidak juga. Tergantung karyawannya. Kalau ganteng macam aku yang bisa menarik banyak kreditur ya banyak gajinya."

"Pasti kebanyakan emak-emak dan wanita single ya?"

"Kok tahu?"

"Bisa ditebak. Mengingat kamu adalah lelaki yang pandai menggombal dan suka tebar pesona."

"Membicarakan diri sendiri? Nggak ingat waktu pacaran siapa yang sering kirim puisi?"

Sontak aku merasa malu.

"Uang untuk Fian sudah kamu transfer kan?" kualihkan pembicaraan secepat mungkin. Bukannya menjawab, dia malah tersenyum nakal.

Setiap gajian, Yusa selalu mengajak Fian makan di restoran cepat saji tempat dulu dia bekerja. Kebetulan Fian menyukai ayam goreng. Aku yang sensitif masalah berat badan seringkali menolak ikut dengan mereka. Lagipula kupikir lebih baik membiarkan mereka berdua saja.

"Lho, kok langsung naik motor ayah? Pamit sama ibu dulu dong dek Fian," aku mengingatkan.

"Wah... Saking antusiasnya sampai lupa pamit ibu ya. Lagian kamu juga sih. Ajak dong Fian ke sana sesekali. Masa nunggu pas aku gajian dulu. Dasar emak-emak pelit."

"Bukan masalah harga, nggak bagus kan sering-sering makan di sana. Nanti jadi tuman. Selain itu makanan cepat saji nggak baik kalau sering dikonsumsi."

"Iya sih. Tapi Fian lahap banget makannya."

"Namanya juga anak kecil. Lagian suasana di sana menyenangkan, banyak anak kecil seusianya pula. Pasti itu yang bikin dia semangat makan."

"Fian bosan masakan ibuk." Yusa tertawa mendengarnya, sementara aku merengut pura-pura marah.

"Oke sayang, kita makan enak hari ini. Daaah ibuk..." Mereka pun pergi dengan ceria.

Pulangnya, aku senewen mendapati Fian membawa mainan baru.

"Tuh kan bener kalian nggak cuma makan. Lain kali jangan dituruti kalau minta mainan. Sudah banyak mainannya."

"Mana? Kebanyakan buku bacaan dan mainan edukasi gitu. Robot-robotan kan belum punya," Yusa menjawab enteng.

"Bagus kan mainan seperti itu? Daripada robot nggak jelas kayak gitu."

"Nggak jelas gimana, jelas-jelas gagah gini. Ini ultraman ibu Hilda, punya kekuatan super buat melawan monster yang gede banget. Lihat matanya bisa menyala. Iya kan Fian?"

"Pantes Fian suka menghayal. Segala aku disuruh jadi monster dan dia pahlawannya."

"Secara body dan wajah memang cocok sih," kata Yusa yang kemudian tertawa puas.

Setiap hari sabtu dan minggu Fian tidur di rumah orang tua Yusa. Selebihnya dia tinggal bersamaku dan ibuku. Hubunganku dan keluarga Yusa belum sepenuhnya membaik. Namun kami sepakat untuk tidak menunjukkannya di hadapan Fian. Aku yakin seiring berjalannya waktu hubungan kami serta kedua keluarga akan kembali seperti saat sebelum kami bercerai.

"Hilda, senin pagi biar aku yang antar Fian sekolah. Tolong seragam dan perlengkapan lainnya bawa ke sini," Yusa menelepon. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 2

"Yakin bisa tepat waktu antar Fian ke sekolah?"

"Yakin lah. Lagian telat juga nggak apa-apa kan. Masih TK ini."

"Justru karena masih TK makanya diajari disiplin. Memangnya kamu telat mulu."

"Aku jamin nggak akan telat deh."

"Pokoknya jangan lupa jam 6 Fian harus sudah mandi. Sebisa mungkin sarapan biar di sekolah dia nggak jajan macam-macam. Terus bawain susu dari rumah. Bekal makanan ringan juga. Alat tulis dan crayon jangan sampai ketinggalan. Lalu..."

"Stop. Aku juga pernah sekolah kali. Tahu kok apa saja yang mesti dibawa."

"Sorry, aku cuma mau mengingatkan."

Beberapa urusan memang belum bisa kupercayakan kepada Yusa. Sebenarnya bukan karena dia tidak mampu. Ini hanya karena aku terbiasa mengurus semuanya sendiri.

"Belum juga kerja, aku sudah lelah duluan menyiapkan segala keperluan untuk sekolah Fian. Belum lagi Fian susah diajak mandi dan dipakaikan seragam," keluhnya saat mengantar Fian ke rumahku.

"Dan crayon-nya ketinggalan. Bekal roti yang kuberikan juga nggak dimakan. Kata bu guru Fian minta es krim sama susu strawberry di sekolah."

"Jadi gimana, pak? Minggu depan mau mengantar anak ke sekolah lagi?" godaku.

"Nggak deh, lain kali kalau pas aku cuti saja."

Moment seperti ini yang akhirnya membuat Yusa sadar betapa berartinya diriku. Setelah bercerai dan melakukan sendiri apa yang dahulu kulakukan untuknya, sikapnya berubah menjadi lebih baik terhadapku. Dia juga tidak pelit. Meskipun kini aku bekerja, tetap saja dia memberikan sebagian pendapatannya padaku di luar uang bulanan Fian.

"Berapapun uang yang aku beri nggak akan sebanding dengan apa yang sudah kamu korbankan untuk Fian, Hil."

Aku hanya bisa diam mendengar ucapannya. Ini yang seharusnya kamu ucapkan saat kita masih menikah dulu, Yus, batinku.

Tahun pertama perceraian, kami jarang bertemu. Yusa hanya sesekali datang menengok Fian. Kami semacam ingin hidup sendiri-sendiri. Bebas melakukan apapun bersama teman-teman. Usia 22 tahun bagiku masih terlalu muda. Aku bahkan masih menyelesaikan skripsi saat itu. Belum sempat menikmati hasil kerjaku. Belum mengerti bagaimana menyenangkannya membeli kosmetik dan tas branded dari jerih payahku.

Saat itu aku hanya ingin selalu bersama Yusa. Tiga tahun saling mengenal membuatku tidak ingin kehilangannya. Aku tidak berpikir bahwa pernikahan bukan hanya soal saling cinta. Pernikahan adalah jenjang kehidupan baru dimana berbagai permasalahan akan muncul.

Kalian bisa lebih bahagia setelah menikah, namun bisa juga semakin menderita. Ini hanya soal apakah kalian benar-benar siap berkomitmen. Membagi pundak dengan ikhlas untuk ikut menanggung beban pasangan. Mendengarkan tanpa berharap suaramu akan didengar. Berkorban tanpa mengeluh. Serta berusaha terus sabar meski kenyataan tidak seindah bayangan. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 2

Aku belajar menerima bahwa kegagalan dalam pernikahanku bukan karena salah memilih pasangan. Jika kita sibuk menyalahkan orang lain, bagaimana kita bisa maju ke depan? Bagaimana bisa kita memulai awal baru yang mungkin menjadi langkah awal menuju kebahagiaan?

- Bersambung -