Untuk yang pertama kalinya, Karan mengalami hal aneh seperti itu. Didatangi suara almarhumah istrinya. Seakan-akan nyata. | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 12
Padahal hanya halusinasi belaka. Tidak ada siapapun di kamarnya. Entahlah, mengapa hal itu bisa terjadi. Vaela seperti mendatanginya. Bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali.
Setelah keadaannya tenang dan diberikan air putih oleh Ibu Garnetta, Karan disarankan untuk istirahat malam ini. Tadinya ingin diinterogasi ada apa dan kenapa, namun hal itu diurungkan oleh Pak Graha dan Ibu Garneta. Mereka cukup memahami apa yang sedang terjadi. Terlebih keadaannya yang belum stabil saat ini. Mereka pun meninggalkan putranya sendirian di kamar.
"Kira-kira ada apa ya Bu, tidak biasanya Karan teriak-teriak seperti itu." Keluh Pak Graha setelah keluar dari kamar.
"Ibu juga kaget, suaranya kencang sekali. Mungkin dia cuma mimpi, Yah. Ah sudahlah. Sebaiknya kita tidur saja."
"Iya Bu."
●●●
Berusaha untuk melupakan kejadian semalam, Karan tidak mau terlalu memikirkannya. Anggap saja itu cuma mimpi. Vaela sudah menjadi bagian dari masa lalu. Dia sudah meninggal. Tidak mungkin datang menjelma walaupun hanya suaranya saja. Yang penting seperti rencana semula, dia harus bisa mendekati Khalwa. Untuk apa harus takut dengan kedatangan suara almarhumah istrinya, tidak ada manfaat atau sangkut pautnya sama sekali. Tidak sepantasnya terlalu dipikirkan.
Di ruang kerjanya, Karan mencoba untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang ada di meja kerjanya. Berkas-berkas yang harus dipelajari dan dibaca. Namun entahlah, sosok almarhumah istrinya, kerapkali datang mengganggunya. Wajah Vaela tak bisa hilang dari hati dan pikirannya. Hahhh. Dia merasa bingung dan aneh. Orangnya sudah meninggal, namun bayangannya tiba-tiba saja menghantui dan mengikuti. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati, cinta sampai mati.
"Vaela... kenapa harus datang. Kamu sudah mati. Untuk apa kembali dan hadir lagi. Dunia kita sudah lain." Karan berbicara sendiri di dalam kamarnya. Ketika sedang bergelut dengan bayangan masa lalu, dia dikejutkan oleh ketukan pintu ruang kerjanya.
Tok... tok... tok...
"Masuk." Jawab Karan setelah berhasil mengendalikan dirinya. Tak lama dari itu, datang Khalwa dengan beberapa berkas yang dibawanya.
"Maaf Pak. Ada beberapa dokumen yang harus Bapak tanda tangani." Khalwa menyerahkan berkas-berkas itu di meja Karan.
Mendengar Khalwa berbicara, Karan teringat lagi kejadian semalam. Suara itu seperti datang lagi. Suara yang sama. Tidak ada bedanya. Semalam tanpa ada wujudnya, kini ada. Ya Tuhan, kenapa juga suara perempuan berhijab itu harus sama dengan Vaela. Membuat Karan gelisah sendiri. Saat berkas itu di atas mejanya, dia tidak terlalu mempedulikannya.
"Pak... sedang kurang sehat atau apa? Sepertinya gelisah sekali." Gelagat Karan akhirnya tertangkap mata oleh Khalwa.
"Khalwa... aku harus bilang sesuatu sama kamu."
"Iya Pak, ada apa?"
"Mungkin kamu menganggap ini aneh atau gila. Tapi aku harus jujur mengatakan ini."
"Iya Pak, mau bicara apa? Saya siap mendengarkan."
"Suara kamu sangat mirip dengan almarhumah istri saya. Tidak ada bedanya. Bahkan saya pikir, dia hidup lagi dengan wujud dan penampilan yang berbeda."
"Apa Pak? Bagaimana mungkin?"
"Istri saya meninggal setahun yang lalu karena sakit lupus. Enam tahun kami menikah. Dan saya sangat sayang padanya. Saya sudah mengikhlaskan kepergiannya, mencoba untuk menerima takdir. Tapi... ketika saya kenal kamu pertama kali, aku merasa dia hidup lagi. Suara kamu benar-benar mirip. Jujur, aku terus memikirkannya. Sampai-sampai semalam... aku berhalusinasi."
"Halusinasi? Maksudnya?"
"Saya seperti mendengar dia bicara sama saya, tapi tidak ada wujudnya. Saya bingung, mengapa saya mengalami hal itu setelah setahun kepergiannya. Dan mengapa juga saya harus dipertemukan dan diperdengarkan dengan suara yang sama. Yaitu kamu."
"Dalam halusinasi tersebut, apa yang dikatakan almarhumah istri Bapak? Mungkin masih ada yang diingat?"
"Dia mengatakan, kalau memang sudah tak kuat hidup menduda, menikah lagilah. Aku ikhlas melihatmu menikah lagi. Begitu katanya." Ada permainan dusta dalam mulut Karan. Tentu saja tujuannya untuk menarik perhatian Khalwa. Karena sebenarnya, ucapan Vaela semalam tidak demikian.
"Oh ya sudah. Mungkin memang seharusnya seperti itu. Saya perhatikan, Bapak masih muda. Masih membutuhkan pendamping hidup."
"Tadinya, saya ingin setia dengan satu wanita. Satu cinta. Tidak ingin mengkhianati almarhumah istri saya. Karena perasaan sayang dan cinta ini sudah terlanjur diberikan untuknya. Tapi setelah dia mengatakan itu lewat halusinasi, saya jadi berpikir lagi. Apa mungkin saya harus menikah lagi. Sedangkan saat ini, saya tidak punya calon sama sekali. Terpikirkan saja tidak pernah." | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 12
"Pak... seperti yang saya katakan tadi. Pak Fatir ini masih muda. Masa depannya insya allah masih panjang. Laki-laki seperti Bapak memang sangat membutuhkan sosok istri yang bisa sayang dan menerima Bapak apa adanya. Kalau soal belum mendapatkan calon, mulailah untuk membuka hati Bapak kepada perempuan lain. Itu sih saran saja. Karena hidup ini berjalan terus. Tidak bisa kita hentikan walaupun hanya sedetik."
Sepertinya Khalwa mulai terpancing dengan arah pembicaraan Karan. Sampai sejauh ini perempuan itu tidak curiga sama sekali. Semoga saja seperti ini terus, memang itu yang diharapkan.
"Kamu sendiri kenapa belum menikah, apakah punya cerita tidak enak di masa lalu. Padahal kamu cantik, berhijab. Orangtua kamu juga kaya raya. Pasti banyak laki-laki yang mau sama kamu."
"Laki-laki sih banyak yang mau. Tapi kebanyakan, mereka hanya mau harta orangtua saya. Mendekati saya bukan karena cinta atau tertarik dari hati. Tapi karena cuma numpang hidup. Saya tidak mau laki-laki seperti itu."
Pernyataan Khalwa membuat Karan cukup terhenyak. Huhhh... Tak menyangka. Namun tentu saja ia jangan sampai memperlihatkan keterkejutannya. Apalagi sampai Khalwa tahu bahwa niat dia ingin menikah lagi, semata-mata hanya karena numpang hidup. Persis seperti yang dikatakannya tadi.
"Kalau di mata kamu, saya terlihat seperti laki-laki yang kamu maksud tidak?" Karan semakin mempertajam arah pembicaraan.
"Kita baru saja kenal Pak. Saya belum bisa menilai secepat itu. Tapi insya allah, sepertinya Pak Fatir orang baik. Bagaimana mungkin cuma numpang hidup, sekarang saja Bapak bekerja di kantor ini sebagai manager. Pak Graha orangtua Bapak juga salah satu pemilik perusahaan ini. Jadi bagaimana mungkin ada indikasi ke sana?"
Hmmm... gayung sepertinya bersambut. Ternyata Khalwa tidak bisa menebak dengan benar apa yang sedang bercokol dalam otak Karan. Baiklah. Tidak boleh disia-siakan. Ini kesempatan yang bagus bagi Karan untuk melakukan langkah selanjutnya. Jangan sampai dilewatkan.
"Kalau begitu, apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidup saya Khalwa?"
Dan akhrinya pertanyaan itu meluncur keluar. Tidak mau membuang waktu lebih lama lagi. Mungkin inilah saat yang tepat. Karan tidak mau menyia-nyiakannya. Namun, mendapat pernyataan itu, Khalwa terdiam. Kaget terlihat. Mungkin tidak menyangka Karan akan berkata seperti itu. Untuk beberapa saat lamanya Khalwa tidak menjawab. Entahlah, apakah dia kaget atau bahagia. Dia hanya menundukkan wajahnya sambil memainkan ujung hijabnya.
"Koq diam? Saya serius lho."
"Kenapa Pak Fatir bicara seperti itu. Kita kan belum lama kenal. Bagaimana bisa seyakin itu. Menjatuhkan pilihan begitu cepatnya."
"Mungkin Allah yang telah membimbing saya. Hati pun langsung terpaut. Karena saya tidak ingin terjebak dalam cinta masa lalu. Masa depan saya tidak boleh dibiarkan kelam."
"Saya tidak mau pacaran Pak. Karena saya mencari calon suami yang sungguh-sungguh mau menerima saya apa adanya."
"Saya juga demikian, kita ta'aruf. Bagaimana?"
"Apa? Ta'aruf?"
"Kalau Khalwa mau, secepatnya saya akan melamar kamu. Saya akan datangi orangtua kamu. Untuk membuktikan bahwa saya serius untuk mempersunting kamu."
"Subhanallah. Serius Pak Fatir? Bapak tidak bercanda kan. Sedang tidak mempermainkan saya kan?" Sesaat setelah itu Karan berdiri.
"Coba kamu lihat. Apakah saya seperti terlihat main-main. Kamu perhatikan baik-baik mata dan wajah saya. Tentu saja saya serius. Karena tujuan saya baik."
"Iya Pak, saya percaya sama Bapak."
"Panggil Fatir, jangan Bapak. Terlalu resmi kedengarannya."
"Oke, baiklah. Kalau memang Pak Fatir... Mmm maksud saya, kalau memang Kang Fatir serius, saya tunggu kedatangannya di rumah untuk membicarakan hal ini lebih lanjut lagi."
"Berarti? Kamu mau jadi istri saya Khalwa Ainiyya Fathiyyaturrahma?"
"Insya allah, saya bersedia Kang Karan Syah Alfatiry. Karena dari pertama bertemu, saya sudah suka sama Akang."
"Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Terima kasih."
Di luar, Karan nampak bahagia.
Namun tentu saja tidak dengan hatinya. Akhirnya Khalwa masuk dalam perangkap. Senyum penuh kemenangan tergambar jelas di hatinya. | Cerpen Kehidupan Karan Yang Ganteng Namun Sekarang Jahat Part 12
Seraya berujar.
"Khalwa, Khalwa... akhirnya kamu masuk permainanku. Siap-siap kamu, sayang. Hahahaha."
- Bersambung -