Apakah mencintai dalam diam itu indah? Kurasa iya, sampai sebelum aku ingat rasa sakit saat perasaan kita tak terbalaskan. | Cerpen Sekolah Kak Malik Kakak Kelas Yang Amat Kukagumi Part 2
Langit. Ya. Dialah lelaki yang kusukai itu. Meskipun kak Malik yang notabene lebih alim dan baik, aku lebih menyukai Langit. Bahkan Tata sempat mengatakan, "Seleramu horor, Ra."
Iya. Tata sudah tahu bahwa aku menyukai langit.
Semua ini bukan masalah 'horor'nya Langit. Terlepas dari sikap dan perilakunya yang buruk, aku percaya padanya. Entah kenapa, aku juga tidak tahu.
Fakta yang membuatku sadar bahwa tidak mungkin dengan mudah melupakan Langit.
"Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah ...."
Seperti tadi contohnya. Saat Bu Wati menjelaskan tentang bab kelarutan aku malah mencuri pandang ke Langit. Dan langsung sadar ketika aku tidak boleh berzina mata lagi.
Karena itulah, melupakan Langit adalah suatu hil yang mustahal.
Eh? Nah. Sampai kebalik, kan.
Ternyata, pertemuan rohis hari ini membicarakan tentang tahun baru Islam. Akan ada acara besar yang akan diadakan kurang lebih dua bulan lagi.
"Ada yang mau usul? Apa saja kegiatan yang akan diadakan?" Seperti biasa, Kak Malik yang memimpin rapat.
Langsung saja banyak yang menyampaikan pendapat. Ruangan riuh seketika. Kak Malik mendengar sambil manggut-manggut. Sedangkan aku anteng saja, memikirkan sesuatu.
"Bagaimana kalau kita adakan bazar dan baksos?"
Semua mata langsung terarah padaku. Aku menelan ludah dengan berat, lalu melanjutkan, "Kita adakan bazar dan akan ada stan-stan kecil. Dari hasil itu, kita bisa memakainya untuk membantu orang yang membutuhkannya seperti di panti asuhan."
Jika ditatap terus begini, ingin rasanya aku minggat ke Paris.
***
Selesai rapat, aku menunggu jemputan ayah di trotoar.
Selesai rapat, aku menunggu jemputan ayah di trotoar.
Rapat rohis hari ini berjalan lancar. Dan, senang rasanya pendapatku disetujui anggota lain. Itu berarti, kemungkinan besar aku akan menjadi penanggung jawab acara bazar dan bakti sosial.
Aku celingukan. Biasanya ayah datang tak lebih dari 10 menit setelah aku mengirim pesan. Sekarang, sudah hampir setengah jam terhitung sejak aku mengirim pesan. Biasanya ayah tak selama ini. Membuatku sedikit khawatir. Lagipula, tidak ada balasan apa pun dari ayah meskipun hanya satu huruf, yaitu 'Y'. Kebiasaan ayah yang tidak mau terlalu repot mengetik.
Samar, telingaku mendengar deru motor mendekat dari arah gerbang. Seperti suara motor Langit?
"Zahra?"
Deg! Bukan hanya motornya, bahkan suara orangnya juga terdengar di telingaku. Menyebut namaku, pula. Apa aku bermimpi?
Perlahan, kutolehkan kepala. Dan, jantungku langsung berdetak sedikit lebih kencang. Tubuhku membeku. Langit sedang nangkring di atas motor merahnya yang berhenti di tepi jalan, tak jauh dariku.
"Kamu belum pulang? Mau kuantar?"
Aku semakin membeku. Sesaat, aku merasa seperti orang bisu dan gagap.
Kenapa tiba-tiba Langit bisa selembut ini? Bahkan, aku merasa setiap kata yang terlontar dari mulutnya berasal dari hati. Padahal biasanya Langit adalah tipe lelaki yang suka ceplas-ceplos, kasar, dan suka mengumpat.
Tuhan? Cobaan apa lagi ini?
Perlahan, aku melirik jok belakang. Entah sudah berapa banyak pantat gadis yang mendudukinya secara bergantian.
Perlahan, aku menggeleng. "Maaf, Langit. Aku menunggu ayah saja. Terima kasih tawarannya."
Lagipula, jok yang terlalu kecil itu tak mungkin muat untukku. Ditambah lagi, itu adalah motornya lelaki. Yang jok belakangnya sedikit naik. Aku tidak mungkin bisa menaikinya. Aku melihat wajah itu. Langit pergi dengan wajah kecewa. | Cerpen Sekolah Kak Malik Kakak Kelas Yang Amat Kukagumi Part 2
Maafkan aku, Langit.
Tapi, kenapa dia kecewa?
- Bersambung -