Ingin rasanya aku pulang ke rumah bapak. Ingin mengadu padanya bahwa ibu telah banyak berubah. Atau jangan-jangan bapak juga sama saja. Sebenarnya bapak adalah orang yang sangat baik menurutku. Bapak sering membantu ibu menyapu dan menjemur pakaian. | Cerpen Ibu Ibu Atau Aku Yang Jadi Pembohong
Katanya sambil menunggu sarapan siap, begitu jawabnya setiap kutanya kenapa masih mau membantu ibu. Bapak bukanlah orang yang malas, malah terbilang pekerja keras. Bangun selalu sebelum subuh dan membantu pekerjaan ibu. Terkadang masih menyuapiku makan dan memandikanku dulu ketika aku masih kecil. Ya, aku masih mengingatnya dengan jelas.
Tetapi berbeda dengan anggapan ibu. Kebaikan-kebaikan bapak seperti menguap tak berbekas. Ibu selalu melarang bapak mengerjakan pekerjaan rumah, bapak disuruh berangkat kerja lebih awal agar mendapat lebih banyak uang untuk dibawa pulang. Maklum bapak cuma penjual jasa, sebagai tukang ojek pengkolan. Penghasilannya tidak seberapa, cuma cukup untuk makan bahkan terkadang masih kurang. Mungkin itu yang memicu pertengkaran bapak dan ibu, dan harus berakhir dengan perceraian. Dan aku, anak satu-satunya jatuh ketangan ibu hak asuhnya. Andai boleh memilih aku ingin tinggal sama bapak saja, tetapi aku juga kasihan sama ibu. Entahlah aku bingung, andai mereka tidak bercerai.
Beduk ashar terdengar disusul dengan suara muadzin mengumandangkan azan. Aku membuka tirai jendela, menatap keluar kamar. Terlihat ibu sedang mengobrol dengan tetangga sebelah sambil menggendong Queena. Tak lama, terlihat ibu memasuki rumah dan memanggilku.
"Mal..... jagain adek dulu nak. Ibu mau sholat sebentar," panggilnya seraya meletakkan Queena di atas kasur lantai di depan tv. Aku yang mendengar langsung tersenyum, ibu gak marah lagi berarti.
"Bu, pipi adek kenapa? kok merah merah....." tanyaku ketika melihat pipi tembem adikku kemerahan.
"Oo itu tadi digigit nyamuk mungkin, ibu lupa menutup kelampu pas adik tidur siang, " Jawabnya sambil berlalu pergi ke kamar mandi.
Aku terdiam, kasian melihat Queena. Pipinya yang putih mulus harus bentol-bentol. Baru kali ini ibu teledor akan Queena. Aku khawatir, bagaimana nanti kalau mbah Uti melihat. Atau bapak Muhdin marah, ah masa gini aja marah. Bapak Muhdin orang yang sangat baik, tapi beliau sayang banget sama Queena.
Kuusap lembut pipi Queena, manik matanya menatap kearah ku. Matanya yang hitam bening bulat menambah kadar keimutannya. Hihihi aku tersenyum memandangu adikku satu-satunya ini.
Kuusap lembut pipi Queena, manik matanya menatap kearah ku. Matanya yang hitam bening bulat menambah kadar keimutannya. Hihihi aku tersenyum memandangu adikku satu-satunya ini.
Diluar terdengar suara mobil berhenti. Tadinya aku mau mengambil wudhu karena ibu sudah selesai sholat. Tapi kuurungkan, aku keluar melihat siapa yang datang. Ternyata mbah uti dan mbah Kung, diantar oleh kerabat yang kupanggil uwa. Mereka turun dari mobil di selingi suara gelak tawa yang terdengar sangat bahagia. Berbeda dengan keadaan di rumah ini.
"Nisa..... Kok jam segini baju belum diangkatin? Gak baik baju bayi sore-sore masih di luar," ocehnya sambil menghampiri jemuran baju dan mulai mengangkatinya.
Sore? Baru juga jam empat, pikirku dalam hati. Aku heran, apa mbah Uti gak capek abis dari perjalanan jauh langsung ngangkatin baju? Apa beliau gak ingin buru-buru masuk ke toilet, seperti yang biasa kulakukan kalau abis dari perjalanan jauh? Atau gak berniat untuk asharan dulu? Malahan sibuk mengurusi baju-baju, pikirku.
"Annisa........ ini baju Ibu kamu apain?" Pekik mbah Uti.
Ibu yang masih di dapur segera berlari keluar menghampiri mbah Uti. Kopi yang ibu buat untuk Uwa belum sempet di aduk apalagi di hidangkan.
"Yang mana Bu?" Jawab ibu sambil tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Ini.... Kamu nyucinya disikat ya? Kamu kan tau baju ini bahan brukat halus, gak bisa disikat. Liat pada keluar semua nih benang-benangnya. Ini baju terbaru Ibu tau...." Mbah Uti terlihat sedih dan kesal.
"Oo maaf Bu, tadi Nisa nyucinya buru-buru mau ke posyandu Queena. Jadi gak seberapa merhatiin satu-satu," jawab ibu penuh penyesalan.
Sesal? Jelas-jelas aku yang mencuci, tapi kenapa ibu bilang dia yang nyuci. Aku yakin ibu cuma mau melindungiku dari omelan pedas mbah Uti. Dan aku, hanya mampu menahan kesal dalam diam. Harusnya aku yang minta maaf ke mbah Uti, bukan ibu.
Sesal? Jelas-jelas aku yang mencuci, tapi kenapa ibu bilang dia yang nyuci. Aku yakin ibu cuma mau melindungiku dari omelan pedas mbah Uti. Dan aku, hanya mampu menahan kesal dalam diam. Harusnya aku yang minta maaf ke mbah Uti, bukan ibu.
Mbah Uti menaruh baju di keranjang dengan kasar. Aku tau mbah Uti marah sama ibu dan itu karena salahku. Kulihat ibu masuk kerumah, aku menatapnya iba. | Cerpen Ibu Ibu Atau Aku Yang Jadi Pembohong
Ibu membuang pandangannya, seperti enggan melihatku. Kudengar mbah Uti masih melanjutkan ngomelnya, diselingi dengan sahutan mbah Kung yang menyuruhnya untuk berhenti. Tapi tak dihiraukannya.
Kubasuh mukaku dengan air wudhu. Terasa segar sekali, seperti baru ini aku menemukan air setelah kemarau panjang. Kuadukan semua keluh kesahku hari ini kepada Sang pengatur kehidupan. Aku menangis, berharap lebih dari sekedar perubahan . Aku ingin menghilang dari kehidupan mereka. Dan dilahirkan kembali ditengah-tengah keluarga yang akan selalu utuh sepanjang usia pemiliknya.
"Mal, bapakmu menanyakanmu. Kenapa kau tak keluar untuk makan malam bersama tadi?"
Masih ada nada marah disetiap kata yang ibu keluarkan. Aku maklum, udah sering ibu melindungiku. Menutupi kesalahanku dari mbah Uti dan bapak.
Masih ada nada marah disetiap kata yang ibu keluarkan. Aku maklum, udah sering ibu melindungiku. Menutupi kesalahanku dari mbah Uti dan bapak.
"Aku gak lapar Bu.... " Aku menelungkupkan wajahku keatas bantal. Menyembunyikan sisa-sisa air mata dan luka disana.
"Kamu kenapa Mal? Harusnya Ibu yang marah, tolong jangan memperkeruh suasana Nak. Ibu gak enak sama bapakmu, kamu jangan seperti itu."
"Mal lelah Bu, Mal pengen kerumah bapak...."
"Jamal! Jangan buat Ibu marah, kamu bukannya minta maaf sama Ibu malah ngomong macam-macam. Mana anak Ibu yang pinter dan manis dulu........"
"Mana Ibu Mal yang baik dan penyabar dulu...... yang gak gampang marah-marah, yang sayang sama Mal, mana?" Aku memotong pembicaraan ibu dan memberondongnya dengan protes panjangku. Ibu menatap tajam padaku, seolah tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. | Cerpen Ibu Ibu Atau Aku Yang Jadi Pembohong
- Bersambung -