Kau hanya perlu membayangkan dan sedikit berimajinasi dalam situasi ini. Jangan terlalu serius, pun jangan gegabah. | Cerpen Kehidupan Hidupku Tamat Sebelum Sempat Berlari
Juga, jangan mengabaikan perintah siapapun di dalam cerita yang akan dituturkan di sini.
Suatu hari, kau disekap oleh seseorang yang tak dikenal. Dia merantai tangan serta kakimu, dan membungkam mulutmu menggunakan lakban. Setiap datang menemuimu, dia membawa pisau daging berukuran besar dan juga gergaji besi. Kau tidak tahu bagaimana rupa sang penculik, sebab dia selalu mengenakan topeng hitam dari kain yang menutupi seluruh wajah. Namun ada satu hal yang dapat kau lihat darinya, yaitu senyuman lebar yang menampakkan gigi bertaringnya. Mendatangkan perasaan was-was, ketakutan, hingga membuatmu buang air kecil di celana.
Saat bersamamu, penculik itu hanya akan berdiri di depanmu, memperhatikan, memainkan pisau serta gergaji yang dipeganginya sambil terus menunjukkan senyuman yang tak sedap dipandang.
Namun, hari ini berbeda. Tiba-tiba dia berjongkok. Matanya yang seolah tak pernah berkedip itu meneliti tubuhmu dari atas kepala hingga ke bawah kaki. Pisaunya terangkat untuk diposisikan di atas kakimu, lalu tanganmu, beralih ke sisi lehermu. Seakan-akan dia hendak memutilasimu saat itu juga. Memunculkan sensasi ngeri yang membuat jantungmu berdebar kencang karena ketakutan. Ingin berteriak memohon ampun, meminta kesempatan. Tetapi kau tidak sanggup memperdengarkan suaramu, hanya mampu mengerang dan terisak-isak. Bahkan kau sama sekali tidak tahu menahu alasan apa yang menjadikanmu korban di sini. Andaikan kau masih bisa bertanya. Pikirmu.
Kemudian pisau itu di arahkan ke wajahmu, membuatmu melotot ngeri. Semakin mendekat, mata pisaunya berada tepat di depan belahan bibirmu yang terbungkam. Kau gemetaran, terisak dengan jeritan tertahan ketika akhirnya pisau itu merobek lakban yang menutupi mulutmu di bagian belahan bibir, akibatnya sedikit melukai. Darah dari bibirmu mengalir sedikit demi sedikit. Anyir aroma darah tercium olehmu, juga oleh penculik yang masih ada di hadapanmu.
"Oh, darah yang malang. Kau menetes sia-sia," ujar si penculik dengan suara serak. Darahmu itu lalu dicolek, untuk kemudian dijilatinya.
Kedua matamu melotot. Berpikir bahwa mungkin saja sosok penculikmu adalah kanibal. Lantas tubuhmu tak lama lagi akan dipotong-potong, dicerai-berai, saling dipisahkan untuk kemudian dijadikan santapan olehnya.
"Apa kau ingin hidup?"
Kau terkesiap mendengar pertanyaan itu. Segala bayangan mengerikan itu sedikit tersingkirkan karenanya.
"Jika kau ingin hidup, mana bagian tubuhmu yang akan kau pilih untuk tetap berada di posisinya? Kakimu, tanganmu, atau lehermu?"
Kau kesulitan menjawab. Bibirmu terasa semakin sakit. Lagi pula jenis pertanyaan gila macam apa itu? Apa sungguh kau harus menjawabnya?
"Bagaimana kalau begini. Kau akan aku bebaskan, tetapi, dengan syarat kau harus menemukan jalan keluar sebelum aku berhasil menangkapmu."
Kau terdiam. Tubuhmu melemas. Memangnya jalan keluar itu ada di mana? Kau bahkan tidak tahu apa-apa mengenai setiap sudut tempat yang dijadikan ruang tinggal saat ini.
"Jika kau berhasil keluar, tubuhmu tidak akan lagi aku incar. Tapi, kalau nanti kau justru lebih dulu aku tangkap sebelum berhasil lolos, kau bisa menebak bagaimana akhirnya, kan? Artinya, kau akan mati."
Kau mulai menimbang-nimbang. Sekarang, apa kau berniat mencoba tawaran dibebaskan itu? Atau kau hanya akan terus terduduk diam di sini menunggu ajalmu datang? Karena mengharapkan sebuah bantuan kauyakini mustahil untuk didapat.
"Apa pilihanmu?"
Kau meneguk ludah. Berpikir keras tentang hal ini.
"Kau tahu, kau nanti akan aku biarkan berlari. Sebagai jaminannya, aku hanya akan menggunakan langkah lambanku selama mengejarmu. Apa lagi yang kau khawatirkan? Ini kesempatan bagus, kau tahu."
Apa mungkin dia hanya berniat mempermainkanmu? Tetapi jika tidak dicoba, semuanya akan terlihat sia-sia.
"Jadi, bagaimana?"
Kau memejamkan mata kuat-kuat. Menjilat bibirmu sendiri, membiarkan rasa anyir dan asin dari darah terkecap olehmu. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan diri. Kau tidak layak mati begitu saja di tangan sosok berbau napas busuk ini.
"B-ba-baiklah. A-aku setuju." kau malah gagap dan gemetaran.
Sosok di hadapanmu itu menyeringai, seolah puas mendengar jawaban darimu. Dia lalu mengayunkan pisau dan gergajinya dengan penuh semangat. "Pertanyaan terakhir," ujarnya sambil mengangkat pisau di tangan tinggi-tinggi. "Jadi, bagian tubuh mana yang akan kau gunakan untuk berlari? Tanganmu ataukah kakimu?"
Kau tercekat. | Cerpen Kehidupan Hidupku Tamat Sebelum Sempat Berlari
Menyadari bahwa hidupmu akan tamat tak lama lagi, bahkan sebelum kau sempat berlari.