“Pokoknya Umi ndak setuju”, Umi dengan tegas berbicara di depan Ilham yang masih melongo melihat respon Uminya. | Cerpen Sedih Hanya Restu Umi Yang Aku Pinta
“Memang kenapa Ummi, dia perempuan baik – baik. Berjilbab juga kok”,
“Darimana kamu tahu dia baik – baik, coba Ummi tanya. Mondok aja ndak pernah. Lihat jilbabnya, asal mathuk. Asal terpasang gitu”,
“Ummi, Riana itu memang sedang dalam proses. Dia kan baru belajar mendalami agama sejak ngaji sama Ilham”,
“Nah kan, jelas dia belum terjamin. Kamu itu dipanggil ustadz lho Ham sama murid - muridmu. Abahmu itu pengasuh pondok. Jadi jangan ngawur kamu kalo mau milih jodoh. Makanya sejak awal Ummi ndak setuju kamu ngajar ngaji di luar pondok. Ujung-ujungnya ajang cari jodoh, iya kalo jelas jodohnya lha ini... Sudah, Ummi mau masak dulu.” Ummi berlalu meninggalkan Ilham.
Ilham masih merenung di ruang tengah rumahnya. Pikirannya berputar – putar tidak jelas. Dia bingung dengan sikap Umminya. Di satu sisi Ummi ingin Ilham cepat menikah. Tapi disisi lain Ummi juga belum memberikan restu kepada setiap wanita yang akan dijadikan calon istrinya.
Pemuda lulusan Mesir itu sebenarnya tak susah jika mau mencari jodoh. Banyak murid – muridnya yang kesemsem dengannya. Tak heran memang, dengan didukung postur tinggi dan atletis serta wajah putih bersih dengan dihiasi jenggot tipis, dan pastinya cerdas untuk urusan agama. Namun Ilham bukanlah tipe orang yang mudah jatuh cinta apalagi jatuh cinta pada muridnya. Dan dia juga hanya ingin menikah dengan gadis yang dia cintai.
Namun hingga sekarang dia belum menikah. Bukan karena tidak laku, tapi sikap Ummi yang begitu keras dan perfectionist untuk urusan jodoh. Terhitung sudah 5 gadis yang dia taksir dan dikenalkan pada Ummi dalam kurun waktu 6 tahun ini. Mia, Fatma, Lalila, Salwa, dan terakhir Riana, semua ditolak oleh Ummi. Mulai dari Mia yang katanya terlalu muda karena belum lulus kuliah, hingga Fatma dan Riana yang dianggap kurang relijius dan masih banyak lagi alasan Ummi.
Ditengah kegalauannya itu, Ilham beranjak pergi berjalan mengelilingi pondok yang sudah makin sepi karena sudah makin malam, santri – santri juga sudah menuju kamar masing – masing. Ilham terus berjalan melewati gedung – gedung asrama putra hingga ke gedung madrasah. Sambil memegang senter, Ilham terus berjalan sambil memastikan lingkungan pondok aman.
“Kang Ilham”, ada suara yng memanggilnya dari arah belakang madrasah. Tapi Ilham tidak melihat ada siapa – siapa yang ada hanya suara kresek – kresek. Diperhatikannya arah yang gelap itu, hinga lama kelamaan seorang pemuda bersarung dan memakai baju hitam tanpa peci mendekatinya.
“Owalah kamu to Yusron. Saya kira jin penunggu gedung ini. Hahaha “, sahut Ilham sambil merangkul Yusron yang juga ustadz muda di pondok ini. Dia adalah adik kelasnya waktu kuliah di Kairo dulu. Yusron juga baru pulang dari Kairo, fresh graduate, dan langsung diminta ngajar oleh Abahnya Ilham.
“Hehe iya Kang. Tadi saya patroli tapi lupa bawa senter. Kok sendiri saja Kang, santri – santri yang bertugas jaga malam dimana ?”,
“Belum tahu, aku sedari tadi belum bertemu mereka”
“Oh, ayo Kang duduk dulu saya capek”, katanya sambilmenarik tangan Ilham untuk duduk di teras madrasah.
Keduanya masih diam tanpa ada yang bersuara. Biasanya Ilham adalah pembicara yang baik, mudah mencairkan suasana dengan obrolannya. Tapi kali ini dia diam saja matanya menrawang seperti orang melamun. Yusron tahu ini bukan kebiasaan Ilham. Dia bisa menebak bahwa Ilham sedang ada masalah.
“Kang, kok ngelamun ? Biasanya sampean gak suka nglamun kaya gini. Ada masalah apa to Kang ?”,
“Aku bingung Yus. Ummi pengen cepet aku nikah. Tapi tiap kali akui kenalkan wanita untuk aku nikahi ke beliau, beliau selalu bilang ndak cocok. Aku bingung harus bagaimana ,Yus. Aku juga nggak mau terus menerus menyakiti hati wanita yang tidak jadi aku nikahi”,
“Memang sampean sudah punya calonnya”,
“Sudah. Total aku sudah memperkenalkan 5 gadis sama Ummi dan tidak ada yang cocok”,
“Hah, sampean pacaran sama 5 gadis, Kang ? Astaghfirullah,Kang. Insyaf, Kang”,
“Hush, ngawur kamu. Mana mungkin aku pacaran. Aku langsung lamar mereka aku datangi orang tuanya”,
“Lima sekaligus langsung dilamar sama sampean ?”,
“Kamu lama – lama bikin aku gemes juga ya,Sron”, jawabnya gemas.Sementara Yusron hanya nyengir saja.Kemudian Ilham melanjutkan,”Awalnya aku melamar Mia, putri Ustadz Jazuli, kemudian Ummi ndak setuju, aku suka lagi sama si Salwa, aku lamar. Gagal lagi. Dan terakhir aku lamar si Riana. Gagal lagi juga di tahap selanjutnya”,
Yusron tidak berkomentar tapi hanya memandangi senior itu sambil menggelengkan kepala. Kasihan juga dia mendengar kisah cinta Ilham yang tak semulus kisah cintanya. Yusron memang telah melamar seorang gadis dan sebentar lagi akan menikah. Awalnya dia akan menceritakan pada Ilham kalau dia akan segera menikah. Tapi mendengar penuturan Ilham, Yusron mengurungkan niatnya sebagai wujud empati.
***
Santri – santri berhamburan berebut masuk kelas saat bel dibunyikan. Dengan seragam putih hitam yang serasi mereka buru – buru menuju kelas takut terlambat. Begitu juga dengan Ilham yang dengan setengah berlari menuju kelas.Ustadz muda yang enerjik, selalu tampak semangat dan disiplin. Namun langkahnya terhenti setelah mendengar panggilan Ustadz Jalal yang juga buru – buru menghampiri.
“Ustadz Ilham. Begini saya tadi dapat pesan dari petugas piket. Bahwa nanti jam kedua antum diminta untuk menggantikan Ustadz Yusron di kelas 3-A”,
“Lho, Ustaz Yusron kemana ?,”
“Dia izin. Katanya akan mengurus pernikahannya di rumah calon mertuanya. Dengar – dengar dia akan menikah minggu depan”, kata Ustadz Jalal sambil tersenyum. Mungkin dia juga turut bahagia.
Sementara Ilham tercengang mendengar penuturan Ustadz Jalal. Yusron mau nikah ? Ada rasa senang tapi dalam hati ada rasa iri. Ilham juga bukan manusia yang bebas dan suci dari perasaan iri. Tapi bagaimanapun juga dia harus bisa mengontrol perasaan itu. Teringat segala kegagalannya untuk segera menikah karena faktor restu Umminya, tapi Yusron dengan mudah dia akan mendapat restu dari orang tuanya dan segera menikah.
“Ustadz ? Ustadz Ilham ?”, panggil Ustadz Jalal melihat Ilham termenung.
“Oh ya ,Ustadz. Insya Allah saya bisa. Nanti saya gatntikan Ustadz Yusron”,
***
Dengan sangat terpaksa akhrinya Ilham mengatakan pada Riana dan orang tuanya bahwa dia tidak jadi menikahi Riana. Tentu ini sangat berat. Ilham tidak mau melawan orang tuanya, terutama Ummi. Walaupun kini sudah 5 wanita terpakasa harus dia sakiti hatinya karena tidak jadi dinikahi. Tidak bisa tidak Ilham harus menurutinya.
Abah mengerti apa yang dialami anaknya. Abah tidak seperti Ummi yang begitu protective, beliau lebih cenderung menyerahkan segala keputusan kepada Ilham karena beliau menganggap Ilham sudah dewasa. Namun melihat kondisi Ilham yang makin lama makin berumur tapi belum menemukan jodoh yang tepat di hatinya dan di hati Umminya, Abah juga turut merasa sedih.
Sejak sepulang dari rumah Riana, Ilham hanya duduk di teras smentara matanya sayu memandang ke arah yang tidak jelas. Sesekali Ilham berdiri melihat ke arah pondok dan melihat para santri dengan segala aktifitasnya lalu duduk lagi.
Abah yang sedari tadi memperhatikan semua tingkah laku Ilham dari dalam rumah, berjalan ke teras dan duduk di kursi di depan Ilham.”Bagaimana Riana ?”, pertanyaan Abah yang membuat Ilham bingung. Semacam pertanyaan basa – basi yang tidak perlu dijawab.
Melihat Ilham hanya diam saja sambil semakkin menundukkan kepala, Abah kembali mengutarakan pertanyaannya.”Lho kok diam saja ?”,
Ilham menghela nafas sebentar,”Ilham sudah membatalkan maksud Ilham untuk menikahi Riana ,Bah. Tadi Ilham sudah mendatangi rumahnya dan bicara baik – baik kepada orang tuanya”,
Tiba – tiba Ummi langsung menyergah sambil berjalan keluar dan ikut duduk bergabung.”Ya bagus kalau begitu. Ummi jadi ndak punya mantu sembarangan. Tapi ingat jangan lama – lama. Kamu juga harus segera mendapat jodoh. Kamu itu sudah berumur lho”, | Cerpen Sedih Hanya Restu Umi Yang Aku Pinta
Sekilas ditatap mata Ummi dengan tatapan yang kurang sedap. Kesal. Ya, itu yang dirasakan Ilham mendengar perkataan Ummin barusan yang hampir sama persis seperti yang diucapkan dulu –dulu. Mendadak hatinya menjadi dongkol dan emosi. Ingin rasanya dia berteriak dan melampiaskan kemarahannya.
Tanpa melihat mata Ummi, Ilham mencoba berbicara dengan Ummi dengan nada selembut-lembutnya ditengah emosi yang sedang memuncak. Hal yang sangat sulit baginya.”Ummi meminta Ilham cepat menikah. Tapi setiap Ilham akan menikah, Ummi tidak cocok dengan calon istri Ilham. Sebenarnya mau Ummi seperti apa ? Ummi, Ilham tidak bisa menikah dengan gadis yang Ilham tidak cintai”,
“Ya, Ummi mau yang terbaik buat kamu. Sebenarnya Ummi tidak mau mengekang kamu dan membebaskan kamu mencari sendiri jodohmu. Tapi ya bagaimana lagi, setiap jodoh yang kamu bawa tidak ada yang cocok buat Ummi, ya mau baga....”,
Ilham yang sudah menipis kesabarannya langsung menyergah dengan nada agak ditinggikan,”Sebenarnya yang mau menikah itu Ilham atau Ummi ?”,
Ummi langsung mendelik melihat Ilham. Wajahnya mendadak pucat dan matanya mulai basah. Nafas Ummi terdengar cepat tak beraturan. Baru kali ini Ilham mengatakan kata – kata dengan volume seperti itu pada Ummi. Ummi beranjak dari tempat duduknya dan pergi setengah berlari ke dalam rumah sambil menahan tangis.
Abah pun tak kalah kaget dengan perkataaan Ilham tadi. Wajah Abah bersemu merah. Tapi Abah tetap tenang dan halus sepertti biasanya. Hanya kata – kata singkat yang keluar dari bibinya
“Kamu ndak pantas bilang seperti itu pada Ummi”,
Deg. Jantung Ilham rasanya berhenti berdetak. Tanpa sadar kata – katanya telah melukai perasaan Ummi. Astaghfirullah. Berkali – kali istighfar dia ucapkan dengan lemah. Hanya karena masalah jodoh dia melukai perasaan Ummi. Buru – buru Ilham menyusul Ummi ke dalam.
Ummi masih sesenggukan duduk di tepi ranjang membelakangi Ilham yang baru masuk. Ilham segera jatuh berlutut memeluk kaki Ummi sambil terus bercucuran air mata. Sedangkan Ummi masih menerawang seoalh tidak mempedulikan Ilham
“Ummi.. Ummi. Maafin Ilham Ummi. Maafin Ilham. Bukan maksud Ilham seperti ini ,Ummi. Ilham tidak mau melukai hati Ummi”, terus menerus dia peluk kaki Ummi hingga kain rok Ummi basah dengan air matanya.
“Ummi yang salah,Ham. Ummi yang egois. Maafkan Ummi ya. Ummi cuma ingin yang terbaik buat kamu. Sudah sudah, sini bangun duduk sini”, seraya mengangkat bahu Ilham.
“Ummi, sekarang Ilham terserah Ummi. Ilham tidak mau membuat Ummi kecewa lagi. Sekarang jika Ummi menginginkan Ilham menikah, Ilham meminta Ummi mencarikan jodoh untuk Ilham. Siapa pun orangnya akan Ilham nikahi asalkan Ummi dan Abah ridho”,
“Tidak nak. Ummi sekarang sadar. Ini rumah tanggamu. Kamu juga sudah dewasa. Maka sekarang terserah padamu. Jika memang kamu serius dengan Riana dan kamu berjanji akan membimbing dia menjadi istri yang sholihah, Ummi ridhoi. Ayo, ajak Abah dan Ummi ke rumah Riana. Kami ingin melamarkannya untukmu”,
“Ummi...?”, Ilham menatap wajah Ummi tidak percaya
“Ummi serius nak. Ummi merestuimu”,
“Alhamdulillah, syukron Ummi”, Ilham mencium tangan Ummi dan memeluknya. Air mata kesedihan telah menjadi air mata haru.
Hari itu juga Ilham membawa orang tuanya ke rumah Riana untuk melamarnya. Riana dan orng tuanya tentu kaget karena sebelumnya Ilham telah mengatakan tidak akan menikahi Riana. Tapi setelah mendengar penjelasan dari Abah dan Ummi, akhirnya mereka mau mengerti dan hari itu juga sekaligus merencanakan hari pernikahan untuk Ilham dan Riana. | Cerpen Sedih Hanya Restu Umi Yang Aku Pinta