"Mau apa lo orang, ke sini?" seru seorang preman rumah bordil.
"Tenang, kami hanya mau bantu kalian. Kami hanya ingin melihat anak-anak kalian. Itu saja titik," jawab ketua kami tak kalah bersuara lantang. Preman garang itu, melunak walau emosinya masih nampak di wajahnya.
Kondisi ini, yang membuat ketakutan kami pada awalnya. Bentrokan fisik, dan mulut, pasti terjadi. Biarpun kami disertai pamong dan aparat setempat. Mau gimana lagi? Kami harus menghadapi.
Dengan berdialog panjang dan alot, akhirnya kami menemukan titik temu. Mereka memperbolehkan masuk ke sarang inti. Mereka merasa lega, bahwa mata pencaharian tak terganggu, alias digusur area usahanya.
Memasuki pintu gerbang sebuah tempat prostitusi terbesar di daerah ibukota. terlihat para hidung belang, dan wanita pesanan. Pesonanya tersebar di seantero taman dan teras. Entahlah apa yang mereka lakukan, atau mungkin ada beberapa sudah berada di kamar, dan kami tak ingin memeriksanya lebih lanjut. Suara tawa manja dari kemesraan 'maksiat' pun sudah biasa, diantara kelap kelip Lampu temaram kota.
Selain itu, terlihat pula beberapa ibu tua masih bertengger dan bertahan dengan bayaran murah. Para 'centeng' berwajah seram terlihat mondar-mandir memandang penuh curiga, atas kedatangan kami.
Kami ditugaskan dari LSM. Organisasi kami, yaitu komunitas pemerhati anak, bekerjasama dengan kementerian sosial, yang dilindungi dari wadah dunia yang bernama save for the children internasional. Dan fokus memperhatikan anak under 18. Dan tak terkecuali semua penghuni panti.
Anak-anak itu hidup diantara gemilang dunia semu. Pemandangan yang tidak senonoh, pasti mereka lihat. Ini akan menjadi persepsi yang salah bagi mereka. Profesi itu lambat laun akan mereka anggap halal. Sungguh kami tak ingin semuanya terjadi. Tugas kami merubah mindset mereka untuk lebih terbuka pada dunia. Memandang lebih luas di luar sana. Masih ada sesuatu yang halal yang bisa mereka kerjakan.
Ini suatu perjalanan hidup, tak bisa diprediksi. Aku Alin Puspanegara, berumur tiga puluh tahun. Karirku sehari-hari, mengharuskan bergumul di dunia prostitusi. Mulai bergabung pada tahun 2010. Dunia itu memang gelap gulita, tapi tangan organisasi kami, semua bisa diubah biarpun secara perlahan.
Berdasarkan data ada sekitar 150-an anak yang stay di kompleks itu. Sebagian masih bersekolah, sebagian yang lain berjualan di sekitar kompleks tapi ada juga yang sering mengaji di musala musala penduduk, walaupun dalam jumlah kecil. | Cerpen Kehidupan Dilema Dan Pralaya Rumah Bordir
Aku mengenal Dila. Seorang anak yang berumur 15 tahun. Dia anak dari seorang PSK yang meninggal karena HIV AIDS. Tragis. Saat kutanya bercita-cita menjadi apa kelak, dia menjawab dengan lugas, "ingin menjadi Guru SD, dan ingin berbakti di lingkungannya menjadi pengajar cuma-cuma." Suatu cita-cita yang mulia. Inilah tugas kami. Ini adalah perjuangan kemanusiaan khusus yang anak-anak yang 'teraniaya' batinnya. Memberinya jalan yang terang untuk masa depan yang cerah.
Setelah data kami simpan, dan kami kumpulkan, kami pun beranjak pergi dari tempat itu, untuk kembali lagi memulai pekerjaan pada esok harinya.
Dana telah cair proposal yang kami ajukan ke perusahaan-perusahaan, diterima dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menunjang kegiatan dan pelatihan. Respon awal pasti lah tidak menyenangkan. Mereka berkomentar, "ini adalah ulah pencitraan seseorang yang hendak menjabat atau LSM yang hendak menjadikan alat pada suatu kaum."
Sebulan belum ada perubahan yang signifikan. Baru ada segelintir ibu-ibu paruh baya, yang bertanya-tanya. Mereka masih enggan. Ada ketakutan tersirat dimatanya,atau takut untuk dijadikan alat dari organisasi kami. Kami pun mengerti atas pemikiran itu.
Lambat laun mereka paham. Setelah memasuki tahun kedua, baru mulai terlihat hasilnya. Mereka sebagai nya mulai sadar, pekerjaan seperti ini, harus ditinggalkan dan anak-anak harus diselamatkan. Mereka tidak mau nasibnya sama, seperti orang tuanya kini. Putus sekolah. Menjadi pengangguran. Akhirnya putus asa dan menerima pekerjaan yang ada, yang didepan mata, dari kecil.
Kursus-kursus pun digelar dari menjahit, memasak, membuat hasta karya. Ternyata banyak yang berbakat. Semua itu kami lakukan untuk bekal kelak saat mereka kelak. Untuk anak-anak, digelar sekolah paket A dan paket C. Alhamdulillah mereka mereka yang cerdas, dapat menerima pelajaran yang baik.
Dari sekolah yang kami dirikan, banyak anak-anak yang bekerja di luar tempat prostitusi. Menjadi PNS, dan bahkan banyak PSK yang beralih profesi membuat usaha sendiri.
Perjuangan kami belum selesai semua yang kamu lakukan untuk bangsa Indonesia yang maju berada dan beriman semoga kami tidak lagi melihat komplek prostitusi konstitusi lagi di Indonesia Aamin.