Seraut wajah menawan terlihat sumringah. | Cerpen Sedih Bunda Tolong Jangan Renggut Nyawaku
Saat pantulan wajah cantiknya terlihat di cermin berbentuk oval. yang melekat pada meja rias yang dipenuhi alat make up berbagai merek mewah.
Dengan gerakan luwes, tangannya bergerak menyentuh lipstik berwarna rose pink lalu memoles bibir berbentuk aduhai itu.
Setelah merasa penampilannya sempurna dia bergegas menyambar tas berwarna coklat mengkilat.
Ingin rasanya aku melarangnya saat melihat wanita muda jelita itu mengenakan pakaian ketat setengah terbuka itu.
"Yang, kita ketemu di Villa aja ya, kalo di hotel lagi banyak razia nih, bentar lagi kan ramadhan."
Suara berat seorang pria masih kudengar mengiyakan lalu diahiri dengan tawa renyah.
Tak berapa lama wanita cantik itu turun di sebuah Villa kecil nan asri dengan tumbuhan dan pepohonan hijau yang mengelilinginya.
Lalu disusul dengan sebuah sedan hitam memasuki pelataran villa, mereka berpelukan erat, bahkan tanpa malu-malu adegan ciuman erotis diperlihatkan di hadapanku.
Tak membutuhkan waktu lama, keduanya sudah menikmati pertemuan rahasia itu, dari raut wajahnya aku tau jika Mereka diliputi kepuasan batin, hingga berkali-kali wanita cantik itu mendaratkan kecupan mesranya sambil mengucapkan terima kasih.
Apakah pria itu sangat berjasa untuknya? Aku tak bisa berpikir jauh.
***
Entah apa sebabnya wanita cantik itu terlihat pucat, bibirnya kering, tak sedikitpun make up menempel di wajahnya.
Dengan tergesa dia masuk ke kamar mandi, ditangannya tergenggam sebuah benda kecil berwana biru.
Entah apa yang terjadi wanita cantik itu menangis sesegukan sendiri, lalu tangannya tak berhenti memukul-mukul perutnya sendiri.
"Aku enggak mau hamil." Desisnya dengan berurai air mata.
Lalu tubuhnya terkulai di lantai kamar mandi.
***
"Apa, kamu hamil?"
Suara pria yang masih kukenali itu terdengar kaget.
"Iya, Vin gue hamil. Dan ini anak kamu, anak kita." Wanita cantik berkata pelan
"Kok bisa, katanya kamu minum pil KB."
"Aku nggak tau Vin, kata dokter kandunganku sudah 16 minggu, kamu mau tanggung jawab kan, sayang?"
"Jangan gila kamu Ta, aku sudah punya istri, mana bisa aku tanggung Jawab." Kini pria itu mulai gusar.
"Lalu aku harus bagaimana? Bisa dibunuh aku kalau Papa tau aku hamil, Vin." Wanita cantik itu mulai menangis.
"Diam, Ta, kalau kamu nangis aku enggak bisa brrpikir." Pria berwajah tampan itu membentaknya. Hingga wanita cantik itu mundur ketakutan. | Cerpen Sedih Bunda Tolong Jangan Renggut Nyawaku
"Sekarang ikut aku." Dengan kasar Levine menarik tangan wanita bernama Meyta itu.
"Tapi kita mau kemana, Vin?"
"Sudah jangan banyak bicara."
Dengan kasar dia menarik tangan wanita itu lalu mereka masuk kedalam mobil.
***
"Maafkan bunda, sayang. Bunda bukan tak menyayangimu, tapi Papa tak menginginkan kehadiranmu." Dengan mata basah wanita itu mengusap perutnya.
Tubuhku merasa nyaman dengan sentuhan lembutnya hari ini, ternyata wanita ini Bundaku, Bunda yang sekarang sedang mengandung janinku.
Tapi kenapa bunda bersedih, rasanya hatiku juga sakit melihat wanita cantik itu berurai air mata.
Lalu siapa Papaku? Apakah pria kasar itu? Bunda kenapa harus dia yang papaku? Apa bunda tidak bisa lagi melihat laki-laki baik disekitar Bunda? Cecarku.
"Sayang, sekali lagi maafkan bunda, jika suatu saat kita bertemu, sebutlah nama Bunda untuk sekali saja." Suara Bundaku terdengar berbisik, tak henti tangannya mengusap perut yang memang mulai terlihat membuncit.
Teruslah usap aku bunda, rasanya luar biasa. Aku juga ingin bunda menyanyikan lagu agar aku bisa segera terlelap.
"Ta, minumlah ini." Pria kasar yang kata Bunda Papaku itu menyodorkan segelas ramuan berwarna hitam pekat.
"Vin, apa nggak kamu pikir dulu, dia anak kita, bukti dari kata cinta yang selama ini kau ucapkan padaku. Tapi kenapa kau malah mau menghilangkannya?" Dengan bibir bergetar bunda berkata
"Ta, hubungan kita ini sulit, katamu sendiri papa bisa membunuhmu kalau tau Kamu hamil."
"Tapi kalau kamu mau tanggung jawab, aku siap bicara sama Papa.. kasian dia Vin, dia nggak berdosa." Tangan Bunda pas Menyentuh kepalaku.
Dasar lelaki buaya, tak bertanggung jawab, aku benci pada pria bernama Levine itu.
"Ta, aku mohon, aku juga sayang, tapi mau gimana lagi, waktu tidak pas saat ini untuk mengungkapkan hubungan kita."
"Vin, aku mohon, pikirkanlah dulu." Bunda menangis kembali. Ah rasanya ingin aku mengusap tetesan air matanya, isak tangis bunda membuat tubuhku sakit.
"Tidak Ta, hari ini juga proses aborsi ini harus selesai, besok aku ada janji ketemu klien di Bandung. Minumlah!"
Lalu pria itu memaksa bunda untuk meneguk ramuan di gelas yang digenggamnya.
Beberapa menit kemudian, mataku terasa perih, tubuhku panas, kulitku seakan mengelupas.
Kugerakan badanku tak tentu arah, berputar-putar saking tak kuatnya menahan rasa nyeri di setiap sendiku.
Tiba-tiba bunda meringis.
"Vin perutku mules banget."
"Bagus itu sayang, tandanya kamu udah siap masuk ruangan."
Lalu pria itu membawa Bunda ke sebuah ruangan khusus.
"Bu, istri saya sudah mules." Ujarnya
Tak berapa lama, mereka menyuruh Bunda berbaring, lalu mereka menepuk perut bunda dengan kasar, selain bunda yang kesakitan tentu aku juga. Belum lagi hilang rasa sakit akibat ramuan tadi.
"Beri suntikan dulu, setelah itu baru kita mulai prosesnya."
Suara asing terdengar samar di telingaku.
Bundaku sudah tak bereaksi setelah sebuah jarum disuntikan di lengannya.
Lalu sebuah Suara mulai terdengar sayup, benda berbentuk corong kecil masuk ke tempat dimana aku tinggal, merontokan apa saja yang ada disana
Aku berputar menghindar sekuat tenaga yang kupunya. Namun benda itu terus mengejar.
Bunda tolong aku, aku anakmu bukan? anak yang ada karena rasa cinta antara kau dan Papa.
Bunda, benda itu mulai menyedot tubuhku, menghancurkan tulang-tulang lemah ini.
Jangan diam saja Bunda, rasanya sakit sekali. Berjuanglah untuk hidupku, aku janji jika aku lahir nanti aku akan jadi anak sholeh untukmu, akan kuberikan surga indah tuhan di kakimu.
Bunda, apa salahku hingga aku tak berhak untuk melihat dunia itu.
Bunda, aku belum sempat mendengar nyanyian indah pengantar tidur itu dari mulutmu.
Papa, jika memang kau belum siap akan kedatanganku mengapa kau berkali mengundang dan mengirimku masuk ke rahim Bunda.
Papa, apa kau tak tau jika saat aku besar nanti aku akan jadi manusia, yang namanya bisa kau sebut dengan sejuta rasa bangga.
Betapa banyak kata yang masih ingin kuungkapkan pada kalian, tapi sayang mesin itu telah berhasil menghancurkan kepalaku, hingga kini semuanya menjadi gelap. | Cerpen Sedih Bunda Tolong Jangan Renggut Nyawaku