Sore ini berhujan, Ernie menyiapkan secangkir teh hangat untuk suaminya yang baru saja pulang. Senyum pria jangkung itu menyejukkan hati Ernie. Dikecupnya dahi sang isteri lalu turun menciumi perut yang membesar dengan penuh kerinduan.
"Halo, sayang ... Papa kangen nih," bisiknya sambil mengusap lembut kandungan Ernie yang memasuki bulan ke sembilan. | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Kau Ambil Anak Ku
"Iih, Papa! Aku juga kangen." Perempuan cantik berdarah Ambon itu menjawab manja. Sudah seminggu ditinggal suaminya bertugas ke Bali, kecemasan hati Ernie hilang saat Jacob, suaminya telah pulang.
"Val mana sayang?" Pandangan lelaki itu menyapu seluruh ruangan. Tapi tidak tampak Val, putri kecilnya yang berusia tiga tahun.
"Sedang mandi sama tantenya," jawab Ernie seraya masuk kedalam kamar menggandeng tangan kekar suaminya. Tante yang dimaksud adalah Ariani, adik sepupunya, yang diminta membantu menjaga dan merawat putri sulung mereka menjelang proses persalinan Ernie yang kedua.
Tak lama kemudian terdengar tawa bahagia Valentine, melihat kedatangan ayah tercinta.
"Papa kenapa lama pulang? Val mau ulang tahun di Kebun Raya Bogor sama temen temen." Gadis kecil berambut coklat itu berceloteh dalam pelukan sang ayah. Valentine lahir tanggal 14 Februari, ulang tahunnya masih tiga hari lagi.
"Iya, sayang ... kita ke Kebun Raya nanti." Jacob menggelitik perut Val sampai gadis kecil itu tertawa kegelian.
"Tapi tunggu adik lahir ya, kakak cantik," sela Ernie sambil menghampiri sofa tempat ayah dan anaknya melepas rindu.
Pasangan suami isteri itu punya tanggal favorit, 14 Februari mereka menikah, 14 Februari pula putri pertama lahir, dan kini rencana persalinan pun 14 Februari yang akan dilakukan secara operasi caesar.
"Yaah, nggak seru dong, Mah." bibir mungil itu mengerucut karena kesal.
"Tetap seru kok, sayang. Cuma nunggu adik lahir lalu esok harinya kita tamasya. Papa janji akan ajak semua teman teman Val di Playgroup ya." Jacob berusaha membujuk buah hatinya.
"Bener ya, Pa." Senyum Valentine kembali merekah.
Tetiba Ernie meringis, sambil memegangi bagian bawah perutnya.
"Pa, perut ku sakit nih, antarkan ke bidan ya," pinta Ernie. Ada rasa waswas karena kandungan baru genap sembilan bulan.
"Mungkin sudah waktunya dia lahir, sayang." Jacob dengan sigap mengambil tas perlengkapan persalinan yang sudah disiapkan beberapa waktu sebelumnya. Lalu menuntun isterinya menaiki mobil. Valentine, gadis kecil itu tak mau jauh dari mereka. Ia ingin ikut ke rumah bidan langganan ibunya.
Ariani, sepupu Ernie turut serta.
"Jangan ngebut ya, sayang," ucap Ernie sambil mengernyit menahan kontraksi. Dia tak menyangka bayinya akan lahir lebih cepat. Tanggal operasi caesar masih tiga hari lagi, tapi rasanya sekarang sudah waktunya persalinan. Ditatapnya wajah Jacob yang serius mengemudi. Lelaki yang mencintai Ernie dengan sepenuh hati. Anak tunggal yang ingin punya banyak anak. Dan Ernie berniat melahirkan sebanyak yang ia mampu, anak anak untuk belahan jiwanya. Tanpa kontrasepsi, tanpa menunda kehamilan.
Sampai di klinik persalinan, bidan sudah siap dengan perlengkapan periksa. Setelah Ernie menelpon dari mobil.
"Kita langsung ke rumah sakit ya, Ernie." Bidan Siska, yang juga sahabatnya berkata serius.
"Tak bisa kah kau tangani sendiri, Sis?" Ernie bertanya lirih.
"Aku kuatir dengan kondisi mu, Er. Lebih baik jika ada peralatan lengkap. Jangan membantah lagi ya, aku tak ingin terjadi sesuatu padamu."
Ernie menurut, tak lagi berkata banyak. Dia sadar sahabatnya berkata benar. Tak mungkin memaksakan bersalin di klinik sementara penyakitnya semakin parah.
"Sayang, kamu harus kuat ya ... demi anak kita," Jacob berbisik seolah memberi kekuatan pada isterinya. Tanpa dapat menahan air matanya sendiri. Ia merasa sangat bersalah karena kehamilan Ernie membuat kondisinya melemah.
"Iya, Pa. Aku akan kuat demi cintaku padamu. Janjiku akan kupenuhi, melahirkan anak-anak untuk menemani kita sampai tua nanti."
Ambulans membawa mereka memasuki sebuah rumah sakit daerah yang cukup besar. Segera setelah masuk ruang UGD Bersalin, tenaga medis dan beberapa perawat menangani Ernie.
"Apakah aku bisa melahirkan normal, Sis?" Ernie menggengam tangan Siska meminta dukungan.
"Kondisi mu tidak memungkinkan untuk normal, Er. Bisa berbahaya bagi nyawamu sendiri."
"Tapi aku ingin merasakan perjuangan melahirkan normal, Sis."
"Aku akan minta pendapat suamimu ya, Er." Siska akhirnya mengalah dan keluar ruangan menemui Jacob.
Jacob tak kuasa menolak keinginan isterinya. Dia tahu Ernie keras kepala, sekaligus ingin membuktikan cintanya. Selama mendampinginya kemoterapi, setelah setahun lalu Ernie divonis kanker otak, Jacob paham keinginan Ernie untuk hidup sangat kuat. Cita citanya melahirkan banyak anak membuat Ernie rela menjalani kemoterapi yang menyakitkan.
Jacob tak putus berdoa selama proses persalinan berlangsung. Dalam dekapannya, Valentine seolah ikut merasakan kecemasan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, bidan Siska keluar ruang bersalin sambil tersenyum.
"Selamat ya, Jacob. Anakmu laki laki."
"Puji Tuhan, doa kami terkabul," dengan haru Jacob memeluk bidan Siska. Mereka memang akrab karena berteman lama. Siska dan Ernie kuliah di satu fakultas dan Jacob di fakultas lain dalam kampus yang sama.
Jacob menemui isterinya setelah dipindahkan ke ruang perawatan. Rasa bahagia bercampur sedih melihat kondisi Ernie yang melemah tapi tersenyum penuh cinta.
"Terimakasih ya, sayang," ucap Jacob seraya mengecup kepala Ernie.
"Iya, Pa. Aku senang bisa melahirkan normal. Valentine punya adik laki laki sekarang."
"Mama jangan nangis dong," suara Valentine terdengar sedih melihat ibunya menitikkan air mata.
"Nggak, Val sayang. Mama sangat bahagia jadi menangis." Ernie mencoba memeluk buah hatinya, seolah tak ingin melepas lagi.
Ketiganya berpelukan, bertangisan, mencoba menumpahkan rasa yang bercampur aduk di dada mereka.
Sementara Ariani dan Siska berdiri sambil menangis di balik pintu ruang perawatan.
Setelah dua hari masa pemulihan pasca persalinan, Ernie diperbolehkan pulang. Keluarga kecil itu sangat bahagia. Bayi lelaki mereka tetap diberi nama Valentino, sesuai rencana sebelumnya. Bahkan mama Ros, ibu dari Ernie segera berangkat ke Jakarta setelah mendapat kabar persalinan Ernie. Berjam-jam dalam pesawat dari Ambon tak membuat mama Ros lelah. Wajahnya berseri-seri menyambut cucu keduanya.
"Ariani, segera buka semua jendela di kamar anak-anak ya," mama Ros membuka pintu rumah mungil, yang menjadi kado pernikahan Ernie dari sang kakek, yang sudah wafat dua tahun lalu.
"Iya, Tante." Ariani segera menyiapkan kamar untuk penghuni baru, Valentino.
Sementara Jacob menuntun isterinya turun dari mobil, melangkah perlahan menuju kamar mereka.
"Kenapa, sayang?" Jacob bertanya saat langkah Ernie mendadak berhenti di depan pintu.
"Pa, kenapa tiba tiba gelap?" Ernie menggerakkan tangannya ke udara, seolah menggapai sesuatu.
"Kugendong ya, sayang ... mungkin kamu lelah," ujar Jacob sambil mengangkat dan menggendong Ernie ke kamar.
Siska yang berjalan di belakang mereka sambil menggendong bayi kecil berbobot kurang dari tiga kilogram itu tertegun, sesaat kemudian bergegas menyusul mereka sembari terisak. Dia tahu penglihatan Ernie akan menghilang karena kankernya. Tapi ia tak menyangka secepat ini. Kesedihan yang dalam membuatnya menangis sambil menciumi bayi lelaki Ernie dan Jacob. | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Kau Ambil Anak Ku
Setelah Jacob meletakkan Ernie di atas pembaringan, digenggamnya tangan yang terkulai sambil berlutut di sisi isterinya.
"Kamu akan baik baik saja, sayang. Istirahatlah, besok hari bahagia Val. Aku akan ajak dia dan teman-temannya ke Kebun Raya. Ariani dan Siska serta mama Ros masih menemani kamu ya, sayang."
"Aku takut, Pa...mungkin waktuku sudah dekat, seperti kata dokter dulu. Paling lama satu tahun aku bisa bertahan hidup." Ernie berkata sambil menangis tertahan. Penglihatannya benar benar menghilang sekarang.
"Sssh, jangan berkata begitu, sayang. Tuhan sayang sama kamu, bahkan anak lelaki kita sehat. Kamu juga akan sehat lagi, sayang." Jacob membelai wajah pucat isterinya, lalu menarik selimut menutupi kaki Ernie.
"Aku sayang Papa ..." Ernie berbisik sambil merebahkan badan yang sudah sangat kurus, lalu meringkuk sambil mencium jemari suaminya.
"Tidurlah, Sayang. Aku akan menjagamu dan anak-anak kita."
Malam seolah berlalu amat lambat. Jacob gelisah, berulang kali menghampiri dan memastikan keadaan isterinya. Dan hatinya sedikit tenang setiap kali dengkuran halus terdengar. Ia sadar kanker di kepala Ernie sudah menyebar. Karena tanda-tandanya sudah terlihat sejak sebulan lalu. Ernie mulai pelupa, padahal ia sangat cerdas dan pengingat yang sangat bagus. Beberapa kali mimisan, lalu batuk yang mengeluarkan darah. Itu semua tak dirasakan Ernie. Jacob mengerti kalau isterinya tak ingin dikasihani karena penyakitnya.
Jacob tersentak bangun saat Val menarik tangannya. Ternyata ia tertidur di sisi pembaringan Ernie.
"Papa ayuk bangun, aku sudah mandi mau jalan-jalan." Rengek Valentine pada ayahnya. Ernie pun terbangun, meraba tepian tempat tidurnya.
"Val, sini sayang sama mama," ujar Ernie lalu memeluk putrinya dengan erat.
"Mama kenapa nangis?" Valentine bingung merasakan dekapan yang sangat erat dari ibunya yang menangis lirih.
"Selamat ulang tahun, sayang. Valentine putri kesayangan mama, harus sayang juga sama adik Valentino ya...."
"Iya, Ma," jawab Val membalas pelukan ibunya.
Jacob berdiri lalu mengambilkan segelas air hangat untuk isterinya. Dibantunya tangan Ernie memegang gelas lalu minum perlahan. Valentine sedikit menjauh, menunggu ibunya selesai minum.
"Uhuk ... uhuk." batuk terdengar ketika Ernie meneguk air minum nya. Ternyata tersedak. Lalu muntah dengan hebat. Jacob panik, sesaat ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Valentine menjerit melihat keadaan ibunya. Mama Ros, tergopoh-gopoh masuk kamar begitu mendengar lengkingan suara cucu nya.
"Val, Jacob, Ernie, kenapa ini?" pertanyaan mama Ros mengembalikan kesadaran Jacob yang sempat hilang sesaat.
"Ernie! Sadar, sayang! Bangunlah demi anak kita!" Jacob menangkap tubuh Ernie yang terkulai setelah memuntahkan banyak darah.
Mama Ros menangis meraung melihat kondisi putrinya.
"Tuhan, kenapa kau ambil anakku!" Jeritan mama Ros diikuti ratapan menyayat hati, saat menyaksikan buah hatinya meninggal dalam pelukan suaminya. Jacob memeluk erat jasad isteri tercinta, belahan hatinya. Pagi yang kelabu, menyisakan pilu. | Cerpen Sedih Tuhan Kenapa Kau Ambil Anak Ku
Jacob meratapi takdir nya, tepat di tahun kelima pernikahannya, ia menyambut jiwa baru sekaligus kehilangan belahan jiwanya.