Rokok Pembohong!
Siapa sih yang tidak kenal benda keramat yang selalu menggantung di bibir-bibir hitam. Atau terjepit di sela-sela jemari. Bayi baru lahir cepret sampai orang yang sedang sakarotul maut sudah tahu apa itu namanya.
Rokok! Rokok! | Cerpen Motivasi Rokok Itu Pembohong
Terlihat aktifitas di sebuah warkop. Beberapa laki-laki asik bercerita ketika aku mendekat mencari seseorang.
"Sedaap," ujar Tetangga sebelah rumah sambil sedal-sedul mengepulkan asap dari hidungnya yang berlubang besar.
"Mending nggak makan daripada nggak merokok. Orang nggak merokok bisa mati, yang merokok juga mati. Huff, aaah ...," kata Kakek tua berusia hampir 70 tahun berbadan kurus kering.
Jarinya menjepit rokok kretek paling mahal hasil menjarah dompet istrinya. Baru saja istri si kakek cerita sambil melotot-melotot padaku.
"Merokok bisa menghilangkan stress," sahut pria berkumis lebat nan hitam gilang gemilang. Itu Mas Doni, suamiku. Orang yang kucari.
Enak saja cangkruk di warkop saat aku sibuk ngebabu di rumah. Mentang-mentang hari liburnya, bisa enak melarikan diri dari tugas rodi.
Memang, cinta pertama Mas Doni bukan aku. Ciuman pertamanya juga nggak sama aku.
Tapi dengan rokok. Rokok!
Cinta kedua kerjaan, cinta ketiga ponselnya, aku kebagian cinta keempat. Ngenes, Ndan!
Aku sangat sangat sangat benci sama perokok. Bukan orangnya, tapi aktifitas sedot menyedot dan mengembuskan asap yang tidak pada tempatnya. Tak terkecuali suamiku! Dia tergila-gila pada rokoknya.
"Mas!" Aku memanggil dengan setengah kasar sambil menenteng sapu. Kebetulan warkop ada di sebelah rumahku.
Mas Doni cepat-cepat mengisap rokoknya dan membuang di asbak. Sempat-sempatnya menyeruput kopi sebelum mendatangiku yang sudah memasang muka angker.
"Ada apa, Dik?"
Aku diam saja sambil masuk rumah. Mas Don mengekori.
"Mas, merokok bisa menyebabkan kanker lho, membunuhmu!"
"Nggak merokok juga tetep kanker, Dik. Kantung kering. Kan merokok membunuhmu, bukan membunuhku. Wakakak."
Benar kata-kata almarhum Emak dulu, orang yang paling bebal itu adalah perokok akut. Seperti almarhum Bapak, tak pernah bisa meninggalkan rokok sampai akhir hayat.
"Kalau begitu aku mau ikut ngerokok bersamamu. Enak kali ya kita cangkruk bareng minum kopi sambil kebul-kebul asap. Mana rokoknya! Dikira aku nggak bisa ngerokok, apa! Tinggal sedoot ... Awas, ya. Kalau ketahuan merokok lagi nggak ada ampun!"
"Sudahlah, Dik. Terima saja kenyataan. Aku ini memang perokok dan akan selalu jadi perokok. Aku sudah mencoba berhenti, sebulan kemarin, tapi pekerjaan membuatku stress. Hanya rokok yang bisa menenangkanku."
"Kan sudah berhasil berhenti, Mas. Lanjutkanlah. Jangan karena alasan stres kamu merokok lagi. Dulu aku memilihmu karena Mas telah berhenti merokok. Eh, setelah dapat aku, kumat lagi kebiasaannya. Dasar modus!"
Mas Doni terbahak. Dia berdiri dan berjalan masuk rumah meninggalkanku sendirian bersama kegalauan. Memang suamiku itu lebih memilih menghindar daripada melayani kemarahanku yang suka meletus balon hijau DOR!
Kulirik jam. Alamak! sudah waktunya menjemput putra semata wayangku pulang sekolah. Byah hatiku dan Mas Doni sekarang sudah kelas 5 SD.
"Mas, ayo kita jemput Wahyu sama-sama. Sekalian nanti beli rujak cingur."
Aku berlari menuju suami yang sudah duduk bersandar pada pojokan tembok. Dia bangun dengan malas. Tak kurang akal, aku mendorong punggungnya, memberi kekuatan.
Suasana sekolah sudah sepi. Aku celingukan mencari Wahyu. Tak nampak batang hidungnya. Sementara Mas Doni masih nangkring di atas motor sambil menghisap rokok. Ancamanku nggak berhasil.
"Cari siapa, Bu?" Satpam berseragam biru donker mendekati.
"Mau jemput anak kelas luma, Pak."
"Sekolah sudah pulang satu jam lalu. Gurunya ada rapat."
"Owalah, nggih kalau gitu saya permisi dulu, mari ..."
Aku berderap menuju Mas Doni. Dia membuang puntung rokok ke tanah dan menginjaknya. Gepeng, penyet.
"Sekolah sudah bubar dari tadi, Mas. Aduuh, Wahyu di mana ... Ayo kita cari dia. Minta dikasi pelajaran tu anak."
Mas Doni menyalakan motor, jantungku berdegub kencang memikirkan Wahyu. Berani sekali dia main tanpa ijin. Awwas ya kalau ketemu!
Motor berjalan lambat. Mataku jelalatan mencari sosok Wahyu. Tapi sampai sepuluh menit berkelilling area sekolah, tak nampak tanda-tanda keberadaannya. Sampailah pada pos kamling yang biasanya ramai waktu malam. Ada beberapa siswa berseragam SD sedang asik melakukan sesuatu.
Mereka sedang mengisap rokok!
Seorang anak hitam keriting menjepit rokok putih di mulutnya. Jemari kurusnya menekan korek api.
"Wahyu!!" jeritku melengking. | Cerpen Motivasi Rokok Itu Pembohong
Rokok di mulut Wahyu terjatuh. Wajahnya pias. Secepat kilat dia meraih tas dan lari tunggang langgang.
- Home
- CERPEN KEHIDUPAN
- CERPEN MOTIVASI
- Rokok Itu Pembohong