Mata gadis itu menatap nanar seorang wanita paruh baya dihadapannya. Seorang wanita yang hampir 10th tidak ditemuinya itu. Tatapannya tajam seperti mata elang yang siap untuk memangsa. Tangannya gemetar, dadanya terasa sesak. Ingatan tentang masa lalunya kembali berputar di memori otaknya. PLAKKK....
Sebuah tamparan yang sangat keras mengenai pipi kanannya. Pipinya yang putih bersih itu merah, ujung bibirnya berdarah. Rambutnya dijambak, ditarik sangat kuat, lalu sebuah tamparan kembali mendarat di pipi kiri dan kanannya. | Cerpen Ibu Apakah Engkau Ibuku
"Ampunnn Bu... Ampunnn...." rengek gadis kecil yang baru berusia 12th itu meminta ampun pada Ibunya.
Bukannya berhenti, tapi Ibunya justru mendorong putri semata wayangnya itu hingga jatuh tersungkur. Kini sebuah kayu kecil dijadikan senjata untuk memukul gadis kecil itu. Dipukulnya berkali-kali tanpa ampun diseluruh tubuhnya. Gadis kecil itu hanya bisa menangis, berteriak minta ampun. Tapi Ibunya semakin ganas memukuli putrinya.
Hanya karena gadis kecil itu meminta uang iuran sekolah, Ibunya marah seperti kesetanan. Bukan hanya sekali dua kali gadis kecil itu dianiaya oleh Ibunya sendiri. Bahkan hampir setiap hari gadis kecil itu menjadi sasaran amarah oleh Ibunya. Seorang gadis kecil yang malang, terlahir dari hasil pemerkosaan. Kehadirannya bahkan samasekali tidak diinginkan Ibunya.
Kini Ibunya bekerja di sebuah diskotik terkenal di Jakarta. Gadis kecil bernama Naira itu hanyalah korban dari Ibu yang tidak bertanggungjawab. Dilahirkan tanpa seorang Ayah, dan hidup teraniaya oleh Ibunya sendiri.
Naira pun harus hidup di panti asuhan sampai ia lulus SMA. Uang hasil penjualan rumah milik Ibunya, ia gunakan untuk biaya sekolah sampai kuliah. Kuliah sambil bekerja ia lakukan untuk menyambung hidupnya. Satu prinsipnya, bahwa dia harus sukses.
Namun perjuangannya tidak semudah yang dia bayangkan. Naira pernah diusir pemilik kontrakan karena menunggak uang sewa, pernah ditahan polisi atas tuduhan pencurian uang di tempatnya bekerja, dan pada akhirnya ia pun harus di pecat dari pekerjaannya.
Namun siapa sangka, wajah cantiknya mampu menarik hati seorang pria muda pemilik perusahaan besar di Jakarta. Naira menerima lamaran pria itu bukan dasar cinta, tapi semata karena harta. Dia bosan hidup miskin, teraniaya, di cemooh, difitnah mencuri, dan sama sekali tidak dihargai. Bahkan Naira tidak peduli jika calon Ibu mertuanya tidak merestuinya.
Matanya masih menatap nanar tanpa kedip, tatapan tajam tertuju pada seorang wanita paruh baya dihadapannya. Sebuah tatapan yang mengisyaratkan kebencian yang mendalam. Semua kenangan pahit 10th lalu kini berputar kembali di otak. menyalurkan rasa sakit ke hati. Terasa sesak, nyeri, bahkan luka di hatinya yang sudah kering itu kembali menganga. Mungkin luka karena pukulan atau siksaan waktu itu sudah hilang tanpa bekas, tapi luka di hatinya tak akan bisa hilang begitu saja. | Cerpen Ibu Apakah Engkau Ibuku
"Naira..." panggil halus seorang wanita berpakaian glamour di sampingnya yang tidak lain adalah calon Ibu mertuanya. "Apa kamu mengenal wanita itu?"
Naira tetap diam. Pandangannya masih tertuju pada wanita paruh baya berpakaian lusuh itu.
"Apa benar dia Ibumu?" tanya Bu Anggun lagi.
Naira menoleh, menatap tajam Calon mertuanya itu. Naira tahu, bahwa Calon Ibu mertuanya itu sama sekali tidak setuju jika anak semata wayangnya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal usulnya. Naira juga tahu, bahwa Ibu Anggun itu akan mencari cara bagaimana menggagalkan pernikahannya nanti.
Wanita paruh baya yang tak lain adalah Ibu kandung Naira itu diam menunduk. Bu Anggun mendekatinya.
"Saya kemarin menemukan dia di jalan, sedang meminta-minta. Yang saya tahu dia juga baru keluar dari penjara atas kasus pembunuhan. Tapi yang membuat saya tidak percaya adalah bahwa dia mengaku sebagai Ibu Naira. Makanya saya membawanya kemari untuk mencari kebenarannya." Bu Anggun bicara sangat lantang, seolah sengaja mempermalukan Naira.
Semua mata yang hadir di acara arisan Ibu Anggun itu tertuju pada Naira dan wanita tua itu.
Tangan Naira gemetar, nafasnya terengah menahan emosi. Matanya masih tetap menyorot tajam.
"Naira... Ayo jawab?" Bu Anggun kembali bertanya.
"Dia bukan Ibuku!" suara Naira gemetar namun terdengar sangat jelas.
Wanita tua itu menatap Naira dengan mata berkaca-kaca. Tidak percaya bahwa Naira tidak mengakuinya.
Bu Anggun tersenyum sinis. Menunggu Naira melanjutkan bicaranya.
Naira menarik napas dalam-dalam, menghirup udara untuk memasuki rongga dadanya yang terasa sangat menyesakkan. Matanya juga berkaca-kaca.
"Dia bukanlah Ibuku! Karena aku tidak memiliki seorang Ibu pemukul! Seorang Ibu tidak akan mungkin memukuli anak gadisnya sendiri. Seorang Ibu tidak akan mungkin tega menganiaya anaknya sendiri!" Suara Naira terdengar sangat lantang. Matanya tetap menatap tajam Ibu tua itu.
Wanita tua dengan pakaian lusuh itu hanya bisa diam dan menitikan air mata.
Bu Anggun menggeleng tidak percaya.
Naira melanjutkan, "Wanita tua yang ada di hadapanku ini bukanlah Ibuku. Wanita ini adalah seorang pemukul. Wanita yang tega menganiaya anaknya sendiri. Anaknya yang tidak bersalah selalu menjadi sasaran amarahnya. Memukul, menendang, menampar, bahkan seluruh tubuh anaknya dipenuhi luka lebam dan sampai hidungnya mengeluarkan darahpun, dia tidak akan perduli! Anaknya menangis meminta ampun, justru dia akan semakin ganas untuk memukulinya."
Semua mata yang ada disitu menatap tidak percaya, begitu juga dengan Bu Anggun. Wanita tua lusuh itu hanya menatap Naira dengan penuh linangan air mata. Hatinta sangat sakit mendengar ucapan Naira. Tapi dia pantas untuk itu, karena memang dia bukanlah Ibu yang baik. Hanya penyesalan yang kini dirasakannya.
"Sekarang saya tanya kepada kalian semua yang hadir disini!" teriak Naira dengan lantang, "Apa pantas seorang wanita seperti itu disebut sebagai Ibu!"
Pecah sudah semua luapan emosi yang selama bertahun-tahun dipendamnya. Naira bukanlah gadis kecil lagi, yang hanya bisa menangis. Tapi kini Naira sudah tumbuh menjadi gadis cantik, pintar, dan tegas.
Wanita tua itu menunduk, air matanya semakin deras mengalir. Melangkah pergi meninggalkan ruangan, juga meninggalkan gadis kecilnya yang kini sudah tumbuh dewasa menjadi gadis yang pemberani. Perasaan bersalah dan penyesalan kini berkecambuk di hatinya. Tidak ada yang tahu perasaannya, tidak ada yang tau penyesalannya, termasuk Naira.
Cerpen Ibu Apakah Engkau Ibuku