Ku Nantikan Kau Di Surga Sayang

"Ali sayang bunda sampai sore. Dan akan rindu sampai kita ketemu nanti," lelaki mungil itu mencium tangan dan berlanjut ke pipi Ayunda. | Cerpen Sedih Ku Nantikan Kau Di Surga Sayang 

"Hmm, ngikut-ngikut ayah aja ngomongnya," Ayunda menowel hidung kecil di wajah berkulit segar itu.

"Karena Ali sama kayak ayah."

"Sama apanya?" mata Ayunda membesar.

"Sama sayangnya sama Bunda," putra semata wayang itu berlari menjauh menghindar dari cubitan sayang bundanya, "assalaamu'alaykum bunda," tangannya melambai.

Ayunda masih setengah menunduk mengantarkan sang buah hati sampai di dalam mobil jemputan hingga menghilang di ujung taman komplek.

"Nda," suara suaminya.

"Ya Bang Rez," ia berjalan sembari merapikan jilbab birunya. Dilihatnya lelaki kesayangan itu telah rapi dengan blazer hitam, kemeja putih dan celana jeans. Penampilan yang selalu sama. Baju kebangsaan sang lelaki. Sederhana tapi tetap nampak profesional.

Ayunda mengambil lontong sayur yang sudah dimasaknya. Uap mengepul di puncak mangkuk keramik hijau. Bau sayur santan teracak ke sebagian ruangan. Karena fokus dengan mangkuk yang ditangannya, Ayunda tak menyadari bahwa ia sudah terlalu dekat dengan kursi yang diduduki suaminya. Sehingga kakinya menabrak kursi itu dan mangkuk di tangan terjatuh ke pangkuan suaminya.

Seketika lelaki itu berdiri. Berusaha secepatnya menepis panas di bagian paha akibat kuah santan. Wajahnya tegang, bibirnya sedikit terbuka, sedang matanya tajam menatap perempuan di depannya yang juga sama terkejutnya, "haduuuh! Kok gak liat sih Yunda!"

Yunda berusaha membantu membersihkan bagian celana Reza. Ia tergagap, "maaf bang. Gak liat Yunda tadi," tangannya ditepis kasar oleh Reza.

"Abang ada janji pagi ini dengan customer. Seharusnya gak telat. Gara-gara Yunda ceroboh, abang jadi mesti ganti dulu," suara Reza makin meninggi.

"Maaf bang," genangan air kecil, menebal di mata perempuan itu. Tangannya masih mencoba membantu sang suami.

"Sudah! Ini mesti ganti Nda. Gak bisa dibersihin," Reza berlalu. Membiarkan Ayunda yang masih menggumamkan permintaan maaf.

Reza keluar dari kamar. Penampilannya sudah segar seperti semula.

Setengah berlari, Ayunda menghampiri. Memberikan tas yang biasa di bawa Reza jika akan keluar, "hati-hati di jalan ya, bang," di ciumnya takzim tangan suaminya. Meski wajah itu masih dingin tanpa senyum. Seperti biasa diciumnya pipi Reza, "Yunda sayang abang sampai sore. Dan akan rindu sampai kita ketemu nanti."

Di hari yang selalu. Ucapan itu ada balasannya berupa tatapan mata teduh dan kecupan lembut di puncak kepala Ayunda diiringi kalimat, "Abang sayang Yunda sampai sore. Dan akan rindu sampai kita ketemu nanti."

Tapi tidak kali ini. Mata Reza itu bersegera lari dan dibawa pergi keluar rumah tanpa berpaling lagi.

Hening. Ayunda terpaku di tempatnya berdiri. Kemudian ia sadar harus membersihkan tumpahan lontong sayur tadi.

Lantai sudah bersih. Di meja masih tertinggal sedikit sisa lontong sayur yang tak ikut tumpah. Dipandangnya mangkuk itu. Agak lama. Lalu mengangkatnya ke tempat cuci piring.

Dia harus segera pergi bekerja.

Reza seorang pengusaha. Setelah pertemuan pagi tadi, sekarang dia sudah berada di ruangannya di kantor yang dipimpinnya.

Androidnya berdering. Muncul tulisan "Pemilik Hatiku", nama yang ia gunakan untuk menyimpan kontak Ayunda, istrinya. Egonya masih menyimpan kesal. Didiamkannya gawai yang berdering berkali-kali itu. Nanti saja meresponnya.

Saat makan siang pun Reza malah meninggalkan gawainya di ruangannya. Hingga ia kembali. Ada tiga panggilan dari Ayunda.

Dan sebuah pesan,

[Assalamu'alaykum Maz Rez. Maafin Yunda ya]

Tulisan itu rasanya sama dengan sesal Yunda tadi pagi. Tapi hati Reza sedikit memanjangnya kesal. Tersisa. Nanti saja bicaranya. Bila sudah hilang semuanya.

"Assalaamu'alaykum," Reza menerima telepon.

"Wa'alaykumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh. Mas Reza, ini dari Lira," ada nada panik di ujung sana.

"Ya? Kenapa Lira? Ada apa?"

"Ini mas... Mbak Ayunda..."

"Kenapa Yunda?" Reza berdiri dari tempat duduknya.

"Ketabrak mobil mas. Di depan kantor."

"Bundaaa... Jadi Ali mesti rindu sampai kapan bunda? Banguuun... Ali sayang."

Kamar bercat putih dengan peralatan medis itu menjadi saksi.

Reza memandangi kepala semata wayang yang menangis tertelungkup di dada ibunya. Wajah lelaki itu basah oleh derasnya air dari ujung mata.

Jadi, tak ada lagi nanti ya, Nda? Kamu gak tunggu abang balas pesan? Abang sayang Ayunda sampai besok-besok juga. Dan akan rindu sampai kita ketemu nanti.

Rongga dadanya terasa kosong. Dibawa pergi ke dalam kesunyian oleh perempuannya. Tubuh gagah itu berguncang hebat. Di kecupnya puncak kepala Ayunda yang ditutupi perban tebal. Berpindah ke matanya, makin keras isak yang tadi sempat tertahan. Ke hidungnya. Diangkatnya tubuh yang telah diam itu ke pelukannya. Reza berbisik pelan, "Maafkan abang, Yunda. Abang akan benar-benar rindu sampai kita ketemu nanti. Jumpa di Surga ya, sayang," pelukannya makin erat dalam sedih yang kental. | Cerpen Sedih Ku Nantikan Kau Di Surga Sayang 

"Bundaaaaa ...." jeritan Ali menambah pekat sesalnya.