Apakah Benar Kamu Trah Darah Biru

Ratmi masih duduk di hadapan kedua orang tuanya, kepala menunduk, tangan bertaut di atas pangkuan, diam tanpa berani memberi jawaban. | Cerpen Kehidupan Apakah Benar Kamu Trah Darah Biru


Sementara sang ayah menatapnya nanar, mata tua lelaki berusia mendekati setengah abad itu berkaca, menyembunyikan butiran bening yang siap tumpah. Adakah di antara kalian yang sudi membiarkan putri semata wayang untuk dihina? Tidak kan?


Apalagi ayah Ratmi, ia yang begitu menyayangi putri kecilnya tak mungkin sudi melihat buah hati menangis karena hinaan.


"Nduk, kamu dengar kan apa kata bapak?"


Ratmi hanya mampu diam, tak ada kemampuan untuk menjawab. Andai ada pilihan lain.


"Nduk, jauhi Den Mas Haryo. Ndak ada gunanya bersuamikan putra bangsawan tapi selalu mendapat hinaan."


"Nuwun sewu, Pak. Tapi kulo dan Den Mas Haryo saling mencintai."


"Jangan memaksakan kehendak, Nduk. Belajarlah dari pengalaman ibu. Dulu ibu juga menikah dengan priyai, tapi apa? Ibu dicampakan setelah suami ibu dinikahkan lagi dengan wanita yang sederajat." Sang ibu ambil bagian.


"Tapi Den Mas Haryo ndak seperti itu, Bune. Dia sudah berjanji."


"Janji opo?! Janji ndak akan beristri lagi? Mungkin Den Mas Haryo iya, tapi orang tuanya apa pernah puas? Ndak! Mereka ndak akan puas sebelum punya menantu berdarah ningrat!" amarah wanita berumur namun masih terlihat ayu itu meningkat.


"Bu ...


"Apa?! Mau ngebantah Ibu? Iyo! Wis pinter awakmu! Ingat, Nduk! Kamu itu wong cilik! Jangan bercita-cita terlalu tinggi!"


Isakan Ratmi pecah seketika, perkataan ibunya tajam! Tajam bahkan lebih tajam dari perkatan Den Ayu Mantri tadi sore.


"Ratmi! Kamu Ratmi, kan? Jauhi Den Mas Haryo! Kamu itu wong cilik! Ndak pantas bersandibg dengan anakku! Anak bangsawan darah biru! Ndak tahu diri kamu!


Bagaimana perasaanmu apabila ibu dari orang yang kau cintai justru memintamu menjauhi putranya? Sakit? Pasti! Jangankan 'tuk bermimpi menjadi menantunya, menerima pun tak akan.


"Sudahlah, Bu. Ratmi masuk ke kamarmu, Nduk," lerai sang ayah.


Masih dengan isakan Ratmi melangkah ke kamarnya, menangis dalam diam.


"Den Mas," gadis berparas ayu dengan rambut legam digelung itu menemui kekasihnya didekat sungai.


"Ah, Ratmi kau ... lho? Kamu nangis?" pemuda bertubuh tegap berwajah keningratan itu memperhatikan wajah sang gadis yang sembab.


"Ah, ndak Den Mas."


"Jangan bohong? Siapa lagi? Ibuku atau adikku yang menghinamu?"


Ratmi menggeleng, air matanya terjatuh lagi.


"Lalu siapa?"


"Orang tuaku, Den Mas. Mereka ndak mengizinkan kita."


Wajah tampan Den Mas Haryo mengeras, "Ada apa?! Bukankah kemarin Pak Sapkiki ayahmu menerimaku dengan baik?"


"Karena kamu memang tidak pantas untuk Ratmi, Den Mas Haryo!"


Den Mas Haryo dan Ratmi menoleh, seorang pemuda tampan bertubuh kekar dengan kulit sawo matang tersenyum sinis.


"Siapa njenengan ini?" tanya Den Mas Haryo sopan, khas putra bangsawan.


"Aku orang kepercayaan ayahmu."


"Lalu?"


"Aku ditugaskan untuk membawa Den Ratmi menemui Raden Tirto."


Ratmi melongo, "Ada apa Kang Djenar?" rupanya ia mengenali pemuda itu.


"Mari Den Ratmi saya antar."


"Tapi ...


"Kau tidak bisa membawa kekasihku tanpa izin."


"Ah, aku tak butuh izinmu Den Mas. Aku sudah mendapat izin dari romonya bahkan."


Ratmi menggeleng, "Saya ndak mau ikut, Kang. Ndak mau!" gadis itu takut pada ibunda Den Mas Haryo. Trauma akan hinaan wanita bergelar ningrat tersebut.


"Den Ratmi, kali ini Raden Tirto yang mengundangmu, bukan Den Ayu Mantri."


"Tapi ...


"Den ... silakan." Dengan jempol tangan kanan Kang Djenar mempersilakan.Agak ragu, Ratmi melangkah mengikuti Kang Djenar. | Cerpen Kehidupan Apakah Benar Kamu Trah Darah Biru


Sementara Den Mas Haryo pun mau tak mau mengikuti langkah keduanya.


- Bersambung -