Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 8

"Assalamu'alaikum...". Ayah mengetuk pintu yang tampak sedikit kusam berlumut. " Wa'alaikumsalam...". Suara berat diiringi derap langkah ibu Fatimah. "Krekkk" daun pintu terbuka sedikit demi sedikit hingga tampaklah wanita yang selama ini jahat dimataku. Penampilannya masih sama, cupu dengan balutan gamis polos sederhana dan jilbab lebar menutup hingga diujung tangan. Dengan mata panda yang sembab dan wajah pucat namum tetap memancarkan aura istimewa. | Cerpen Kehidpuan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 8

"Ohh...nak Rey, silahkan masuk nak". Sedikit senyum bu Fatimah cukup melegakan, tak ada raut dendam maupun benci. Hanya ada keramah tamahan seperti tak pernah terjadi apa-apa.

Tampak bu Fatimah sibuk membuatkan teh dan menghidangkan sedikit biskuit yang ditata pada piring keramik putih.

Rumahnya jauh dari kata mewah, tapi tampak cukup nyaman. Mataku menyusuri tiap sudut rumah, kulihat beberapa foto kusam terpajang ala kadarnya. Tampak foto bu Fatimah dengan seorang pria kurus yang lebih muda dari ayahku, mungkin itu ayah Rehan. Kualihkan pandangan pada sebuah bingkai kayu sederhana tampak foto anak kecil dengan tawa lepas dan gigi hanya dua yang menghiasi tawanya. Itu gambar Rehan, entah beberapa tahun lalu. Ahhh...tak sabar rasanya ingin bertemu anak itu, alien kecil yang selama ini bahkan tak ingin ku kenal.

"Bu, maafkan Rey ya selama ini membenci ibu dan Rehan". Aku mulai buka suara dan melawan cekatan yang ada dikerongkonganku.

"Bukan salah nak Rey, justru ibu yang minta maaf telah mengusik kebahagiaan nak Rey, berkali-kali ibu ingin menjelaskan, tapi ayahmu selalu mengatakan bahwa ini belum saatnya. Berulangkali juga ibu mencoba menyapa, tapi ibu selalu melihat kebencian dimata nak Rey hingga ibu diam dan mengurungkan niat ibu. Maafkan juga anak ibu (Rehan) ya, dia hanya anak-anak yang tak mengerti situasi. Meskipun ibu tau nak Rey sangat tidak suka bertemu apalagi sampai diajak ngobrol oleh Rehan. Dia hanya ingin menjadi sosok seorang adik yang bisa dibanggakan". Bu fatimah tersenyum meskipun air matanya berlinang dan suaranya begitu pilu.

Sementara ayah seperti terpaku tanpa kata, hanya sesekali menyeka air mata dan tampak tegar sebagai pria yang ku anggap pahlawan (kini).

"Bu...Rey mau ketemu sama Rehan, meskipun mungkin dia tak bisa menerima maaf dari kakak yang selama ini membencinya". Aku mulai terbawa suasana larut dalam kesedihan.

"Baik nak...dengan senang hati ibu akan mempertemukan kalian, pasti Rehannya ibu akan sangat bahagia". Kali ini bu Fatimah begitu semangat, senyumnya mengembang.

Bu Fatimah menuntun kami pada jalan setapak hingga tak memungkinkan bagi kami berjalan sejajar. Kemudian melewati sungai kecil yang dipenuhi anak-anak sebaya Rehan, ada yang sedang berenang, ada yang hanya sekedar menonton, bahkan ada yang memancing. Mereka bersorak riang yang membuat hatiku tergelitik, membayangkan Rehan juga melakukan semua itu, petualangan yang tidak didaptkannya dikota. Lumayan jauh kami menapaki jalanan desa, sesekali hatiku berbicara, entah betapa senangnya Rehan kembali ke desanya hingga bermain sejauh ini. Aku semakin tak sabar, entah bagaiman reaksinya bertemu denganku, kuharap dia masih sudi memanggilku kakak setelah bertahun-tahun bersama dan aku tak pernah menganggapnya ada.

Kami sampai pada sebuah area yang lebih mirip taman, dengan bunga kamboja disana sini. Belum sempat aku melontarkan tanya, bu Fatimah sudah menghentikan langkanya yang otomatis kami mengikuti. Tepat didepan sebuah gundukan tanah merah yang masih basah bertabur bunga, dengan dipan bertuliskan Rehan al Fatih bin Sulaiman (bukan nama ayahku). Deggg...hatiku berdagum, jantungku seakan berhenti tapi otakku menolak untuk percaya.

"Bu...kenapa kita kesini? Rehan gak main-main diarea pekuburan ini kan bu?". Bibirku bergetar.

"Ya...dia tidak main-main disini nak, tapi dia sudah berbaring dibawah gundukan itu, dia sudah mendahului kita semua, ini adalah makam Rehan anak ibu". Bu Fatimah menutup wajahnya dengan sebagian ujung jilbab, seakan menyembunyikan rasa yang teramat pedih. Isakannya menandakan duka yang kian dalam.

Aku terhentak, kemudian terdiam. Kurasakan lututku lemas tak mampu menopang tubuhku hingga aku tersungkur dihadapan makam Rehan. Aku menangis tak percaya.

"Bagaimana ini bisa terjadi bu?"

"Ayah...ayah juga tau soal ini kan yah?". Aku menodong bu Fatimah dan ayah dengan pertanyaan penuh emosi.

Ayah yang sedari tadi hanya mengisyaratkan dengan air mata, kini mulai berbicara.

"Ayah tau semua nak...bahkan ayah mendampingi dia pada detik-detik terakhir hidupnya.

Hari dimana Rey (aku) kecelakaan, itu adalah hari dan waktu yang sama Rehan juga mengalami kecelakaan, dia tertabrak oleh mobil yg Rey (aku) kendarai. Hari itu dia pulang sekolah dengan bersepeda. Entah bagimana Rehan bisa tertabrak. | Cerpen Kehidpuan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 8

Kami semua panik karena dihari yang sama, dua Rey kami terbaring di rumah sakit yang sama dalam keadaan yang sama-sama kritis". Ayah bercerita sambil terisak.

Akupun teringat waktu aku kecelakaan, pandanganku blurr dan aku merasa menabrak sesuatu yang tampak buram. Tapi ku fikir aku berhasil menghindar dengan membanting setir hingga menabrak pohon.

"Dia terluka begitu parah, hingga dokter tak berani memastikan keselamatnnya, sementara Rey (aku) justru mengalami kebutaan permanen. Rehan sempat sadarkan diri dan tak sengaja mendengar percakapan ayah dengan bu Fatimah mengenai keadaan Rey (aku). Kemudian dia mengajukan diri untuk mendonorkan matanya untuk Rey (aku). Menimbang segala keadaan yang disinyalir dokter Rehan takkan mampu bertahan dengan keadaan seperti itu, luka parah hingga mengeluarkan banyak darah. Kami pun menyetujuinya, dan bu Fatimah juga rela agar kepergian Rehan tak begitu menyakitkan, sebab kami masih bisa melihat matanya padamu. Tak lama setelah kami mencapai kesepakatan Rehan menghembuskan nafas terakhir, tanpa pesan. Dia hanya pergi dengan senyum yang mengiasi wajah pucatnya. Dan matanya resmi didonorkan pada Rey (aku)". Ayah terbata-bata dengan isakan tangis yang bergelora.

Tuhan...apa ini? Kenapa disaat aku mulai mengerti dan menerima, dia justru pergi untuk selamanya. Dan mata ini, yang dulu bahkan tak sudi ku tatap, justru kini menjadi penerangku, membawaku pada dunia yang indah, membuatku bisa melihat segalanya kembali. Mata ini, yang dulu ku harap tak pernah ku lihat untuk selamanya, kini justru akan terus bersamaku selamanya.

Rey (Rehan)...ini aku kakakmu, aku datang ingin memelukmu. Hatiku terus menjerit.

Kini rasaku lebih sakit daripada hanya merasakan buta.

Aku menangis, terus menyesal sambil memeluk dipan yang hanya bertuliskan nama. Seharusnya ini menjadi hari pertama aku memeluk seorang adik sekaligus hari pertama aku menjadi seorang kakak.

"Sudah nak...biarkan Rehan tenang disana, setidaknya dia bahagia bertemu dengan nak Rey, meskipun kita telah berbeda alam".

Bu Fatimah memeluk dn menuntunku kembali kerumahnya, ayahpun tak sanggup lagi membendung air mata. Kami menapaki jalan dengan perasaan yang penuh duka.

Dirumah sederhana ini, aku masih dirundung pilu dengan berbagai pertanyaan yang terus menghantui.

"Nak...ini ada bingkisan, ibu temukan dalam tas Rehan dihari kecelakaan itu terjadi". Bu Fatimah menyodorkan sebuah bingkisan kecil yang terlihat seperti kado. Dengan bungkus bergambar bunga mawar pink, ditambah pita kecil instan berwarna biru. Terlihat lucu meski sama sekali tak rapi.

" selamat ulang tahun kak Rey", begitu yang tertulis pada kado tersebut.

Air mataku kembali menetes hingga mengalir begitu deras, aku hanya mampu memeluk kado kecil itu.

Rey...andai kau tau, aku tak perlu kado ini, aku hanya ingin maafmu. Hatiku memekik pilu.

Perlahan ku buka pembungkus kado yang tampak lusuh, kuletakkan perlahan pita biru yang mungkin hanya sebagai pemanis. | Cerpen Kehidpuan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 8

Didalamnya ada sebuah plastik berwarna hitam, yang kuraba isinya seperti sepotong kain. Tapi aku lebih tertarik pada sebuah amplop yang sepertinya dibuat dari potongan pembungkus kado sehingga warna dan motifnya senada. Kusentuh amplop itu, kuanggap itu tangan mungil Rehan dan isinya semoga mampu membuatku merasakan kehadirannya dihadapanku saat ini.

- Bersambung -