Hangat seketika menyeruak dari celah-celah jendela yang menandakan hari sudah pagi, sejuknya embun membius wajahku. | Cerpen Kehidupan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 7
Kusiapkan diri sesiap mungkin, bahwa hari ini Rey akan kembali dengan jiwa yang baru.
Aku tersenyum, membayangkan hal pertama yang akan ku lihat, ayah, juga sahabat-sahabatku, atau mungkin Dani yang datang dengan karangan bunga sederhana ditangannya, kemudian mengatakan "I Love You".
Ahhh...khayalan ini sungguh membuatku hampir gila.
"Bagaiman nak Rey, apakah sudah siap untuk dibuka perbannya?" Suara dokter membuyarkan khayalan konyolku.
"Siap dok". Aku mengangguk semangat.
Perlahan-lahan lilitan perban dimataku dibuka.
" Pelan-pelan saja nak, buka mata perlahan". Dokter mengintruksi.
Perlahan ku buka mata yang terasa sejuk dan sedikit berat. Blurrr...kupejamkan kembali dan ku coba membukanya perlahan, sekali lagi. Masih blur, samar-samar kulihat sosok bertubuh tegap dengan kemeja polos warna silver. Itu ayah Kugeser pandangan kesekitar, ku lihat semakin jelas Ani dan Nita, semakin jernih pandanganku menangkap sosok pria yang selalu mengisi khayalku, ya dia Dani lengakap dengan karangan bunga berwarna pink. Lama...kudaratkan pandangan pada Dani, membuatnya melambaikan tangan perlahan menyapaku dengan senyum manisnya.
"Gimana nak, bisakah melihat dengan jelas?" Dokter bertanya.
"Iya dok...saya sudah bisa melihat bahkan lebih jelas dari sebelum kecelakaan". Kataku riang, yang kemudian disambut pelukan hangat ayahku juga sahabat-sahabatku. Tak lupa bunga dari Dani paling berkesan meskipun tanpa kata " I love you" seperti dalam khayalanku.
Setelah istirahat sehari lagi dengan rangkaian test dan pemeriksaan, akhirnya aku diizinkan pulang, hanya didampingi ayah. Karena ini yang kuharapkan, aku hanya ingin ada aku dan ayah setelah ibu meninggal, tanpa ada dia dan dia yang kuanggap benalu.
Kulihat sambutan meriah dari keluarga kecilku, ada ayah, bi Inah, juga beberapa pekerja lain yang sudah mengabdi bertahun-tahun dirumah kami. Meski tak ku lihat dua sosok menjengkelkan yang selama ini memang tak ingin ku lihat, aku tak berniat bertanya bahkan tak ingin tau mereka dimana.
Perlahan aku digandeng ayah menyusuri tiap lagkah lantai yang penuh kenangan. Terlihat ada balon , juga rumbai-rumbai berwarna menghiasi ruang tamu, lengkap dengan banner bertuliskan "Happy Birthday Rey". Disetiap sudut rumah terlihat bunga-bunga kertas beraneka warna.
"Yah...". Baru saja hendak ku lontarkan tanya, ayah sudah menjawab.
"Ya...ini sudah disiapkan jauh hari, saat dimana Rey nengalami kecelakaan".
Aku baru ingat hari itu adalah hari ulangtahunku yang justru terlewatkan begitu saja karena aku mengalami kecelakaan.
Aku duduk dikursi kayu klasik kesukaanku yang tampaknya sengaja disiapkan, sambil terus memandangi sekitar.
" Dan seperti janji ayah, akan memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang belum bisa ayah jawab dihari-hari yang lalu, akan menjadi kado khusus untuk ulangtahun Rey tahun ini". Ayah menghela nafas panjang.
"Ya Rey mendengarkan". Aku bersiap memasang telinga.
" Nak...tentang kehadiran bu Fatimah dan Rehan, juga kematian ibumu, semua memang salah ayah. Berawal dari perjalanan dinas ayah keluar kota 8 tahun yang lalu. Saat itu ayah benar-benar lelah tapi terpaksa harus mengendarai mobil sendiri karena supir ayah tengah sakit. Dalam lelah dan kantuk yang mendera ayah lepas kendali hingga oleng dan menabrak pejalan kaki yang sudah berjalan pada jalur yang benar. Ternyata seorang petani yang baru saja pulang dari sawah bersama istrinya yang sedang hamil tua. Naasnya petani itu tewas ditempat dengan keadaan yang sangat tragis. Meskipun istri dan anaknya berhasil diselamatkan dengan keadaan kritis yang juga hampir tak tertolong. Ya...wanita hamil yang kritis itu adalah ibu Fatimah. Wanita yang bayinya harus dilahirkan paksa dengan cara operasi, wanita yang kehilangan suami karena kecelakaan maut itu. Saat itu tak ada siapapun yang dimiliki ibu Fatimah selain bayinya, keluarga dan suaminya sudah tiada. Rasa bersalah terus menghantui ayah, apalagi melihat tubuh kecil Rey (Rehan) yang terbaring lemah dalam inkubator dengan beberapa alat bantu medis agar tetap bertahan hidup. Bagaimana ayah bisa menebus kesalahan yang begitu besar, merenggut kebahagiaan seorang anak bahkan sebelum dia melihat dunia.
Setelah melewati masa kritis bu Fatimah begitu terpukul, mimpi-mimpi yang dibangun bersama suaminya telah runtuh, tak ada lagi masa depan yang tertata. Kemudian ayah memberanikan diri untuk mengambil tanggungjawab untuk menjaga mereka. Meskipun begitu bu Fatimah selalu menolak, dia kekeh ingin membesarkan putranya tanpa ayah dan masa depan yang jelas.
Ketika ayah harus kembali kerumah, warga desa yang tak terima menjegal ayah dan mengancam akan membawa ayah pada polisi. Meskipun ayah sudah menjelaskan akan bertanggungjawab menafkahi bu Fatimah dan Rey (Rehan) hingga ia menjadi sukses dan memiliki masa depan yang cerah, warga desa tetap tak bisa menerima sebab bu Fatimah kini dalam keadaan tidak stabil. Dan seorang sepuh menyarankan langkah terbaik adalah menikahi bu Fatimah agar tak menimbulkan fitnah dan masalah baru.
Bu Fatimah tetap menolak meski ayah memohon, sampai ayah mengatakan bahwa dirumah ada anak dan istri ayah yang menunggu, jika ayah tak mengambil tanggungjawab maka penjara adalah tempat yang pantas untuk ayah. Sementara masa depan anak dan istri ayah akan hancur, bahkan ayah tak berani membayangkannya.
Kemudian bu Fatimah menyetujui pernikahan itu hanya demi menyelamatkan masa depan dua keluarga. Ia hanya menerima tanggungjawab ayah hanya sampai Rey (Rehan) mengerti dan bisa menerima semua kenyataan. Dan pernikahan yang terjalin selama ini hanya status belaka agar Rey (Rehan) merasakan sosok seorang ayah seperti anak-anak lainnya.
Pedih nak...hidup seakan tak memberi pilihan. Setiap hari ayah selalu mencari waktu yang tepat, kiranya bisa menyampaikan kenyataan ini pada ibumu yang juga setiap hari berjuang melawan penyakit jantungnya. Mulut ayah seakan terkunci tiap menatap wajah sayu ibumu, wanita perkasa yang selalu ingin tetap hidup untukmu dan juga ayah. Entah sampai kapan rahasia itu akan tetap jadi rahasia. Sampai suatu hari ibumu menemukan berkas-berkas pengobatan bu Fatimah dan Rehan yang tak sengaja ayah letakkan diruang kerja, mungkin ini juga adalah bagian dari takdir. Ayah yang lemah bahkan tak mampu menyampaikan semuanya melalui mulut ayah sendiri. Hari itu juga ibumu semakin lemah hingga kritis, tentu itu jg bagian dari kesalahan ayah. Dalam komanya ayah selalu membisikkan penjelasan-penjelasan tentang rahasia besar itu, tapi terlambat, ibumu justru tak lagi bisa merespon dengan baik hingga waktu Allah memanggilnya kembali ke sisNya.
Sejak hari itu bahkan ayah tak ingin menjelaskan apa-apa padamu, ayah hanya ingin perlahan kau tau dan menerima semua ini dengan cara membawa bu Fatimah dan Rehan tinggal bersama kita. Seringkali ibu Fatimah menangis ingin memelukmu, bukan untuk menggantikan ibumu, tapi untuk jadi penopang bagi jiwa beliamu. Tapi ayah selalu melarangnya, ayah tau bahkan kehadirannya pun sudah cukup menyakitkan bagimu. Maafkan ayah nak...". Ayah tersedu-sedu. Seumur aku mengerti arti hidup, baru kali ini ku lihat pria setangguh ayah menangis dengan penuh penyesalan. Akupun menangis tanpa bisa berkata-kata.
Ada sesak didadaku seperti beban yang menunggu waktu untuk terlepas. Ada sesal yang juga ku emban dalam hatiku, teringat ibu ku, bu Fatimh juga Rehan yang selama ini kubenci bertubi-tubi.
"Yah...sekarang dimana Rey (Rehan) dan bu Fatimah?" Suaraku parau memecah keheningan diantara tangis sesal.
"Mereka sudah kembali kedesa dan takkan kembali dalam kehidupan kita lagi". Ayah terisak, terlihat mata ayah sembab berair.
"Yah...sekali saja bawa Rey pada mereka hanya untuk minta maaf atas perlakuan Rey selama ini". Pintaku dengan nada tenang.
"Baik...bersiaplah untuk perjalanan kita esok hari". Ayah menutup obrolan sembari berlalu dan menyeka airmatanya.
Keesokan harinya benar-benar hari baru dimana aku mulai menerima kehadiran dua orang asing yang selama ini tak ku anggap ada.
Perjalanan jauh ku tempuh dengan suasana hati yang berbeda. Aku sadar memaafkan adalah cara terbaik untuk menjadi ikhlas dan menerima takdir yang sudah ditentukan.
Sesekali ku layangkan pandangan pada pepohonan hijau nan rindang, sawah-sawah terhampar bak permadani hijau, sungai berkelok bagai selendang bidadari. Anak-anak desa terlihat gembira menyusuri pematang sawah sambil tertawa riang, sesekali saling dorong dan tertawa kecil. Ahhh...betapa indahnya desa ini, seolah memberikan energi positif pada hati yang gundah gulana.
Berjam-jam kami menyusuri jalanan yang tak berujung, dengan pemandangan yang terus saja menyegarkan mata.
Hingga mobil berhenti tepat didepan rumah mungil bercat hijau dengan pagar bambu yang mulai berlubang-lubang kecil dimakan rayap. | Cerpen Kehidupan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 7
Bunga-bunga liar khas pedesaan tumbuh subur memenuhi halaman rumah. Beberapa pohon nangka dan rambutan berdiri kokoh dihalaman yang tak begitu luas.
- Bersambung -