“Ibu, ibu, maaf kami sudah take off…” Suara seorang wanita menyadarkan dari lelapku. Dengan tergesa-gesa aku segera bangkit dan membawa bawaanku. | Cerpen Misteri Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 7
Kulihat aktivitas di bandara sudah sepi, hanya tersisa beberapa orang lagi. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lewat.
Wah sampai rumah jam berapa lagi nih. Pikiranku mulai was was, apalagi dibarengi kejadian-kejadian tadi. Jam segini ga mungkin lagi aku naik bis di terminal, jadi ku putuskan carter taxi argo. Lebih baik korban uang lebih dan aman daripada aku harus kelelahan lagi menanti bis.
Akhirnya tibalah aku di dekat kampungku. Dengan penerangan seadanya, terlihat kampung itu tetap gelap, karena kampungku dan sekitarnya masih belum terjamah listrik Negara, jadi umumnya warga menggunakan lampu teplok. Karena mobil tidak bisa masuk kedalam kampungku karena harus melalui jembatan, dan hanya bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua.
Jarak antara jembatan menuju kampungku sekitar 200 meter. Memang tidak jauh tapi perjuangan yang harus ku tempuh mengalahi sensasinya balapan GP. Dan juga jembatan ini satu-satunya jalur yang dapat dilalui kampungku. Sampai di jembatan, ada sebuah pos kamling yang biasanya digunakan untuk berjaga para warga. Tapi malam itu sepertinya lagi libur yang jaga. Aku yang sudah terlanjur sampai, mau ga mau harus melalui jalur itu.
Begitu turun dari taxi hawa sejuk sudah mulai menyelimuti sekujur tubuhku. Padahal aku sudah menggunakan pakaian tebal dan jaket. Mungkin karena kampungku nuansa alam nya masih alami, makanya hawa dingin tetap terjaga. Dari jauh aku lihat ada cahaya di ujung jembatan itu, sepertinya cahaya api sebuah obor. Aku juga kurang jelas karena gelapnya malam yang begitu pekat.
Alhamdulillah, akhirnya ada orang juga yang lewat, aku jadi ada keberanian walaupun sedikit. Aku percepat langkahku agar tidak terlalu jauh selisihnya dengan orang yang lewat nantinya. Dengan mengandalkan cahaya dari HP ku, sesekali ku sinari cahaya itu, masih belum terlihat jelas.
Semakin lama karena langkahku agak cepat, jarak kami semakin dekat. Tapi ada yang aneh, aku merasa ada sesuatu yang ganjil dari cahaya itu. Kok semakin dekat cahaya itu membesar, sebesar 2 kali kepala manusia. Biasanya kalau api obor cahayanya tidak sebesar dan seterang itu. Jarak kami semakin dekat, sisa kurang lebih 10 langkah lagi, dan…
Dan cahaya itu ternyata sebuah kepala yang tanpa badan, lengkap dengan isi jeroan dalam badannya saja. Mulutnya juga berlumuran darah yang masih terlihat segar. Cahayanya warna merah, seperti api. Astaghfirullah…aku hanya termangu melihat dia lewat berselisih dengan ku.
Bau amis yang begitu menyengat langsung menyeruak di sekujur tubuhku. “Ya Allah semoga dia tidak melihatku,” doaku dalam hati. Mataku tidak bisa ku pejamkan, badanku pun tak mampu ku gerakkan. Dalam hati hanya membaca Fateha 4, sambil ku percepat lagi langkahku. Tinggal sedikit lagi langkahku mencapai ujung jembatan.
Buggghhh…”maaf mba” suara lelaki menegurku. “Maaf maaf mas, saya yang salah tadi ga lihat jalan…” kataku buru-buru. “Lho mba meli yo…??” kata suara itu lagi, seperti mengenaliku. “Maaf mas nya siapa ya??” tanyaku karena kurang jelas terlihat sosok itu.
“Aku anaknya pakde mba, ade sepupumu si Karyo yang dulu sering temani mba main di sawah.” “Oalah kamu tho yo, ayo wes kita langsung ke rumahmu aja, nanti kita lanjut ceritanya di rumahmu, mba sudah lelah seharian ini.” Bergegas kami melangkah bersama menuju rumah Pakde ku.
Tibalah aku di rumah pakdeku. Ya Allah aku disuguhi lagi pandangan yang menyedihkan. Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Hanya air mata saja yang mampu menggambarkan kondisiku saat itu. Pakde yang dulu ku kenal sangat menyayangi aku melebihi rasa sayangnya kepada anaknya sendiri, kini hanya terbaring lemah tak berdaya di sebuah kasur tipis diatas ranjang yang sudah reot.
Pandangan beliau hanya menatap kosong keatas. Badan pakde hanya tersisa tulang, karena baju yang digunakannya begitu tipis juga jadi terlihat jelas barisan tulang-tulang rusuk beliau. Begitu juga dengan bawahannya hanya sebuah sarung tipis. Walaupun penerangan di rumah pakde ala kadarnya. Aku masih bisa melihatnya dan langsung ku dekati beliau. Ku duduk perlahan di sisi pakde. Air mataku terus bercucuran, aku berusaha tidak mengeluarkan suara, agar pakde tidak terbangun.
Tapi pakde memang tak bisa ku bohongi, ternyata beliau tidak tidur, dia sengaja tidak tidur begitu karena mendengar aku akan pulang kampung, pakde memang sudah menanti ku. “Kamu kah itu Mel?” kata pakdeku dengan nada serak dan berat. “Iya pakde” akhirnya aku ga mampu lagi membendung air mataku, sambil ku peluk pakde ku. | Cerpen Misteri Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 7
Sesaat terasa lepas semua beban dan masalah yang ada di pundakku meski di depanku orang yang kusayangi lagi sakit. “Sudah nduk, sudah…ini sudah kehendak Allah, kamu sehat aja to, anak-anakmu dan suamimu kenapa ga ikut nduk?” Aku belum berucap sepatah katapun, ku coba lambaikan tanganku pada mata pakde, ternyata pakde tak bisa melihat juga. Sedihku jadi bertambah lagi.
Malam semakin larut setelah cukup aku saling lepas kangen dengan pakde, aku duduk di sebuah kursi di sisi pakde. Sambil ku tatap kembali pakde yang sudah ku anggap seperti ayah ku sendiri. Aku merasa belum mau lepas dari pakde. Mungkin karena kedekatan emosional ku dengan pakde. Hingga akhirnya akupun larut dalam kelelahan dan tertidur.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar… Allahu Akbar, Allahu Akbar…” suara adzan subuh telah mengumandang. Hmmmm badanku terasa pegal semua, seperti digebuki orang sekampung. “Hoahhhhmmmm…” hanya 4 jam waktuku istirahat.
Aku lihat pakde masih terlelap dengan expresi senyum, agak aneh juga ya pakdeku tidur sambil tersenyum begitu. Terlihat beliau begitu bahagia, menikmati waktu istirahatnya. Beranjak aku dari tempat dudukku. Ku langkahkan kakiku ke belakang rumah. Suasana subuh saat itu masih terlihat sangat gelap. Aku ambil air wudhu dari sumur. Byurrr…brrrr ademnya. Sudah lama aku tidak bersentuhan dengan air di kampung asalku. Karena kota yang sekarang ku diami cuacanya panas terus. Jadi air dingin yang benar-benar alami sudah sangat sulit didapat di kotaku. Selesai wudhu, segera ku jalankan perintah-Nya.
“Assalammualaikum Warahmatullah… Assalammualaikum Warahmatullah…” Alhamdulillah.
“Nduk, terima kasih ya sudah datang lihat pade” tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telingaku dan herannya aku tidak terkejut, justru aku merasa senang dan bahagia dengan suara itu. Namun arahnya tidak jelas dari mana suara tersebut.
“Nduk, terima kasih ya sudah datang lihat pade” tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telingaku dan herannya aku tidak terkejut, justru aku merasa senang dan bahagia dengan suara itu. Namun arahnya tidak jelas dari mana suara tersebut.
“Pesan pade perkuat iman mu, jangan pernah tinggalkan sholatmu, itu semua jawaban dari semua masalahmu” begitu suara itu berlanjut. Aku hanya tertunduk menangis. Sebenarnya masih banyak amanat pakde yang disampaikan, hanya saja aku sudah tak sanggup lagi menyaksikan dan mendengar semua kejadian demi kejadian tersebut, baik yang dialami pakde dan keluargaku juga.
“Yo wes nduk, pakde pamitan ya, podo rukun ya nduk karo sedulur semua…Assalammualaikum” dengan penuh senyuman yang mengiringi kepergian pakde.
“Waalaikumsalam…” sambil berlinangan air mata ku jawab dalam hati. Aku tak bisa berkata-kata lagi ketika melihat beliau pergi. | Cerpen Misteri Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 7
“Cinta lah satu-satunya alasan yang membawamu kembali meski telah mengembara puluhan bahkan ratusan tahun”
- Bersambung -