Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 6

Salah satu dari sekian banyak hal yang bisa kupetik dari perceraian ini adalah: bahwa perceraian bukan hanya memutuskan hubungan dengan suami atau istri saja, tetapi secara tidak langsung dengan orang tua dan keluarga besar. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 6

Beberapa pasangan mampu menjalin hubungan baik dengan keluarga mantan, beberapa hanya bersikap baik saat moment tertentu. Selebihnya seolah hanya saling mengenal. Seolah melupakan bahwa dulu adalah bagian dari keluarga.

Aku bermaksud tetap menjalin hubungan baik, meski tidak akan bisa sebaik dulu. Namun kenyataannya, ibuku dan orang tua Yusa belum bisa sepenuhnya berbaikan. Mereka hanya berbicara seperlunya, dan di depan Fian seolah akrab satu sama lain. Acara makan menjadi canggung. Masing-masing orang tua berebut ingin mendapatkan perhatian Fian. Sementara aku dan Yusa hanya bisa diam. Bagaimanapun keadaan ini akibat dari keputusan kami.

Masih terbayang betapa antusiasnya kami berdua menyiapkan acara ini. Jika tanpa mengundang orang tua, mungkin acara ulang tahun Fian tetap menyenangkan. Tetapi kurangnya lengkap rasanya. Kebahagiaan bukankah lebih baik jika dinikmati bersama dengan lebih banyak orang?

Salah jika kalian menilai aku tidak merasa bersalah. Sebab meskipun bahagia dengan keadaan sekarang, ada bagian dalam hidupku yang hilang. Hidupku tidak lagi lengkap. Aku adalah seorang ibu yang tidak lagi berstatus istri dan menantu. Ketika Fian beranjak dewasa nanti, dampak buruk dari perceraian pasti akan terasa.

"Minggu depan ada acara selamatan di rumah. Kamu sama Fian datang ya, " kata Yusa sekitar dua minggu setelah ulang tahun Fian.

"Fian biar menginap di sana, aku nggak bisa datang."

"Kenapa?"

"Kenapa lagi? Kamu pikir ibu dan keluargamu akan senang dan memintaku untuk duduk manis?"

"Ya kamu bantu sedikit saja. Menata makanan atau apa gitu."

"Kamu masih nggak ngerti ya? Ini bukan masalah aku membantu apa. Tetapi bagaimana interaksi dengan keluargamu. Pertemuan terakhir saja canggung begitu."

"Siapa tahu kalau kamu datang dan membantu, mereka bersikap baik lagi."

"Nggak. Nanti aku kirimkan kue saja."

"Apaan sih. Egois banget," Yusa tampak marah.

Aku tertawa getir. Tidak ingatkah betapa egoisnya dia dulu? Ketika di rumahnya ada acara selamatan, dia tetap bekerja seharian. Baru pulang saat acara selamatan akan dimulai. Sementara aku kelelahan membantu ini itu padahal sedang hamil besar. Tidak ada yang mempersilakanku untuk istirahat karena semuanya sibuk. Saat siang hari aku ketiduran dan baru bangun ketika sore, tatapan mata beberapa tetangga dan ibu Yusa seperti menghakimi. Seolah aku baru saja melalukan kesalahan besar.

"Pokoknya aku nggak akan datang. Aku kirim do'a buat kakek dari rumah saja," tegasku.

"Segitunya ya kamu benci sama keluargaku sampai nggak sudi datang di acara selamatan?" Nada bicara Yusa meninggi.

"Kalau aku benci, nggak akan kubiarkan Fian menginap di rumahmu setiap akhir pekan. Nggak akan juga kuajak orang tuamu untuk makan bareng kemarin, " jawabku emosi.

Yusa tidak lagi menjawab. Dia pergi begitu saja tanpa pamit.

"Fian pakai kaos biasa saja. Nanti sampai sana biar aku ganti pakaiannya. Aku udah beliin Fian baju koko," kata Yusa saat menjemput Fian.

"Kenapa nggak bilang dari kemarin? Ini udah aku siapkan bajunya. Kemarin aku sengaja beliin dia baju koko. Yang kamu beli lengan panjang atau pendek?"

"Panjang."

"Apa bahannya?" | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 6

"Mana aku tahu. Baju koko mahal, pasti nyaman dipakai."

"Mahal kalau bahannya tebal juga nggak bakalan nyaman di musim panas kayak gini.

Ini aku beliinnya lengan pendek yang bahannya nggak panas dan nggak terlalu tebal. Biar Fian nggak rewel dan mau pakai koko."

"Biar pakai yang aku beli aja. Udah susah payah juga aku beliinnya."

"Apaan sih. Baju dari kamu kan bisa dipakaikan lain kali."

"Nggak bisa. Aku sengaja beli couple biar bisa kompakan sama aku bajunya."

"Norak. Terserah kamu aja lah. Tapi baju yang aku beli tetap kamu bawa. Buat jaga-jaga kalau Fian kegerahan atau bajunya tiba-tiba kotor, "putusku akhirnya. Yusa mengambil kantong kresek berisi baju koko yang kubeli dengan tampang malas.

"Dasar nggak mau kalah," celetuknya.

Malam setelah selamatan, Yusa mengantar Fian pulang ke rumahku. Dia tampak kesal. Katanya Fian menangis karena merasa diabaikan oleh kakek neneknya. Dia juga berkali-kali dimarahi saat bermain di dapur.

"Kalau kamu ikut, setidaknya kamu kan bisa menenangkan Fian. Bikin malu saja pas acara doa malah nangis. Padahal waktu itu ibu repot menyiapkan makanan."

"Namanya juga anak kecil. Lagian kenapa ibumu nggak nyuruh tetangga aja yang nyiapin. Resiko kalau ada Fian ya begitu kan. Lagian kamu sama ibumu juga yang pengen Fian ada di sana pas selamatan."

"Memang kamu tuh nggak pernah berubah. Egois, selalu nyalahin orang lain. Apa salah aku dan ibu pengen Fian hadir di acara penting keluarga?"

"Nggak salah kok. Tapi harus terima kalau Fian rewel. Jangan lantas menyalahkan orang lain."

"Iya deh Hilda yang pintar dan selalu benar. Silakan sana kelonin Fian sepuasnya. Memang aku dan keluargaku nggak bisa bikin Fian senang, "katanya sinis.

Air mataku menetes perlahan namun dengan segera kuhapus. Aku berharap besok, lusa, atau minggu depan Yusa datang dengan senyum ceria. Melupakan pertengkaran hari ini seperti dia melupakan pertengkaran hebat saat masih menikah dulu. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 6

- Bersambung -