Di mulut pintu, aku duduk bersandar dengan kaki yang sengaja dijulurkan menghalangi jalan.Sepasang headset menggelayut,menutupi lubang telinga.| Cerpen Romantis Izinkan Aku Yang Akan Menjagamu Nanti Part 2
Mata terpejam, menikmati setiap alunan nada yang merambat dari benda persegi panjang dalam genggaman.
"Bi, maaf, aku mau lewat!"
Suara seorang perempuan yang tidak asing lagi bagiku, terdengar begitu lembut tat kala tertangkap indra pendengaran. Terpaksa kubuka mata, memperhatikan gadis yang berdiri tepat di samping kanan. Dari ujung kaki sampai ujung kepala, sesenti pun tidak ada yang terlewati penglihatan. Khumaira. Gadis berusia sembilan belas tahun yang buta akan make-up itu menatapku datar.
Aku pura-pura tak acuh, lantas kembali memejamkan mata dan meninggikan kedua kaki, membuat pintu semakin terhalang.
Memang ini tujuanku duduk di depan pintu. Menjailinya.
"Kalau mau masuk, pake kata sandi!" ujarku setenang mungkin.
"Abidzar, awas!" ada kekesalan yang tertahan, terlukis dari nada bicaranya. Meski begitu, aku tidak peduli dan terus melancarkan aksi.
"Kata sandinya nomor teleponmu, bukan 'Abidzar, awas!'"
"Abi!"
"Iya, ada apa calon Ummi?" kunaikkan pandangan, tersenyum semanis mungkin menatapnya.
Terdengar Khumaira mendengus kesal. Beberapa saat bisu. Ia tidak berkata apapun lagi. Mungkin tengah berpikir, menimang-nimang apakah harus memberikan nomor teleponnya atau bertahan di luar sampai bel berbunyi.
"Baiklah, kosong delapan …,"
"Sebentar!" belum selesai, kupotong pembicaraannya.
Penuh semangat, langsung kuperbaiki posisi duduk. Bersila dengan punggung membungkuk, fokus pada telepon. Hingga tidak sadar jika kini jalan sudah terbuka.
"Kosong delapan, lalu?" sambungku tanpa menoleh.
"Kosong delapan, yang lainnya kapan-kapan!"
Aku mendongak, Khumaira tersenyum simpul, lantas melenggang pergi ke bangkunya. Mataku nyaris tidak berkedip menatap punggungnya yang semakin menjauh. Ah, bodoh!
Aku pernah jatuh cinta. Tapi tidak pernah secinta ini. Menyukai seseorang dengan sangat, tanpa peduli respon apa yang kudapat.
Aku pernah pula berusaha mendapatkan seseorang. Tetapi tidak pernah sesulit ini. Melakukan segala hal untuk mencuri perhatiannya, tetapi yang terjadi malah dia yang terus mecuri perhatianku padahal tidak melakukan apa-apa.
Setiap detik kugunakan untuk mengejarnya. Tetapi yang kurasa jarak malah semakin bertambah.
"Bi, kamu tahu, gak?" tanya Azzam di sela-sela waktu istirahat
"Enggak, " kataku tenang sambil menikmati semangkuk bakso urat.
"Si Gibran nembak Khumaira."
Aku langsung tersedak mendengar ucapan pria bermata hazel tersebut. Buru-buru, pria di hadapanku itu menyerahkan segelas air putih yang langsung kuhabiskan dalam satu kali minum.
"Terus gimana? Diterima?" ujarku, panik. |Cerpen Romantis Izinkan Aku Yang Akan Menjagamu Nanti Part 2
Bagaimana, tidak panik? Gibran adalah tipikal pria idaman wanita, menurutku. Wajahnya tampan, bak orang Arab. Cerdas, terbukti dari nilai IPK-nya yang selalu tinggi. Mahasiswa kedokteran pula, dan pernah mengikuti pertukaran mahasiswa ke Singapura. Perempuan mana yang tidak akan terbius pesonanya?
"Enggak."
"Alhamdulillah …," kuembuskan napas lega, mengelus-elus dada.
"Lagi pula, perempuan seperti Khumaira itu tidak mungkin mau diajak pacaran. Harus diajak ta'aruf, terus langsung dinikahi," lanjut Azzam, menjelaskan.
Dia adalah tetangga sekaligus teman kecil Khumaira. Rumah mereka yang bersebelahan dan keluarga kedua belah yang sudah saling mengenal baik, membuat ia tahu banyak mengenai perempuan dambaanku itu.
"Emang, tipe pria idaman Khumaira itu gimana, Zam? Kok rasanya susah banget buat ngedeketin itu anak."
"Yang pasti bukan kayak kamu, " ucap Azzam, langsung menohok ulu hati. Perih. "Khumaira itu tipikal perempuan yang benar-benar menjaga kehormatanya. Setampan atau sekaya apapun seorang pria yang datang untuk mengajaknya berpacaran, sampai mati pun tidak mungkin diterima. Haram, katanya. Apa lagi jika hanya dirayu dan digoda seperti yang sering kamu lakukan padanya."
Aku geming. Menyimak penjelasan Azzam selagi berpikir.
"Begini, ya. Seorang pria yang benar-benar menyayagi seorang perempuan, ia akan menjaga harkat dan martabat perempuan itu sendiri. Mengajaknya berpacaran atau hanya sekadar menggoda, itu sama saja menurunkan harga dirinya. Karena dengan begitu, berarti pria tersebut hanya menghargai perempuannya setara rayuan gombal, "
Azzam kembali melanjutkan penjelasan,
"ibaratnya, kamu membeli permen seribu dapat lima, lantas merayu si penjual untuk mendapatkan bonus. Yang lima kamu bayar, bonusnya kamu dapatkan dengan cuma-cuma dan hanya bermodalkan rayuan. Seribu dapat lima itu murah. Tetapi yang bonus, lebih murah bahkan tidak memiliki harga.
Namun, bukan berarti kamu perlu membawakan dia uang satu juta, sepuluh juta, seratus, bahkan satu milyar. Cukup bawakan mahar dan lakukan ijab qabul di hadapan kedua orang tuanya, amil juga saksi."
"Menikah." aku bergumam.
Azzam tersenyum simpul. Sudah sering dia mengatakan bahwa apa yang kulakukan untuk mendapatkan Khumaira, hanya akan berakhir sia-sia. Tetapi, kali ini entah mengapa rasanya ada yang sakit sekali di dada. Pria berhidung bangir itu tidak mempermalukanku, tetapi aku malu sekali pada diriku sendiri setelah mendengar ucapannya. Aku bahkan merasa iri. Iri pada kebijaksanaannya.
Azzam. Khumaira dalam wujud laki-laki. |Cerpen Romantis Izinkan Aku Yang Akan Menjagamu Nanti Part 2
~Bersambung~